Ghibah yang diperbolehkan...

Imam Nawawi dalam kitab "Syarah Shahih Muslim" dan "Riyadh As-Shalihin" menyatakan, ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara' yang disebabkan enam hal:

1. Orang Mazhlum (teraniaya) boleh menceritakan dan mengadukan kezaliman orang yang menzaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau orang yg berwenang....(Q.S An-Nisaa: 148) Tetapi walaupun kita boleh mengghibah orang yg menzhalimi kita, pemberian maaf atau menyembunyikan suatu keburukan lebih baik....(Q.S An-Nisaa: 149)


2. Meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar. Pembolehan ini dalam rangka isti'anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran. kewajiban manusia untuk beramar ma'ruf nahiy munkar. ;)

3. Istifta' (meminta fatwa) sesuatu soal. Walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain sesuai dengan yang ingin kita adukan, tidak lebih.

4.Memperingatkan kaum muslimin dari beberapa kejahatan seperti:
  • Apabila perawi, saksi atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma' ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. hal ini dilakukan untuk membersihkan syariat.
  • Apabila kita melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak/pembantu rumah tangga yang pencuri, peminum, atau sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak mengetahui. maka memberitahukan hal tersebut kepada pembelinya adalah boleh. bukan untuk menyakiti salah satu pihak, namun memberi nasihat dan mencegah kejahatan...;)
5. Menceritakan kepada khalayak tntang seseorang yang berbuat fasik atau bid'ah seperti minum2an keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara2 bathil lainnya. ketika menceritakan keburukan utu kita tidak boleh menambah-nambahinya dan sepanjang niat kita hanya untuk kebaikan.

6. Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si pincang, si pendek, si bisu, si buta, atau sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain langsung mengerti. tapi jika tujuannya menghina, maka haram hukumnya. tapi kalaulah ada nama yang lebih baik, maka lebih baik memanggilnya dengan nama lain tersebut. (Majalah Mimbar Ulama Suara MUI 346)

0 comments:

Post a Comment

Back to top