Posts

Showing posts with the label Yogyakarta

Chronological Order

8 September 2012 saya pindah kosan. Kosan baru lumayan jauh dari kosan lama. Saya menggunakan bantuan teman: 3 balikan 2 motor . Sore hari belanja keperluan seadanya, sewajarnya. Belanja meja laptop. Kali ini yang alumunium bergambar The Avengers , tadinya mau gambar Dora the Explorer. Meja laptop sebelumnya dipakai untuk menyimpan buku-buku. Di kosan baru tidak ada lemari buku. Belanja kartu Esia paket Internet. Ingin mencoba sinyal di lantai atas. Kosan baru di lantai 2.

Mata-Mata Gadungan

Jogja sudah empat hari terakhir cerah. Langit malam pun terlihat begitu indah. Bukan hanya taburan bintang yang tak terhitung, rembulan tergantung gagah meski ia terbelah. Indah benar Jogja yang saya gambarkan. Memang seperti itu. Pagi-pagi betul, saya pastikan pagi ini pun matahari akan berani menyelinap ke tempat-tempat yang ia inginkan. Terserah dia. Ia ingin menyinari jendela si Fulan, atau mengintip dari genteng yang bolong, atau mungkin menularkan sedikit hangatnya kepada triliunan pakaian basah—biarkan saja. Duhai mata dari tiap-tiap hari, Engkau pasti sudah melihat aneka aktivitas selama berhari-hari. Mungkin beribu, berjuta, bermiliar, atau bahkan bertriliun hari. Saya yakin itu. Engkau sudah menyaksikannya. Matamu tidak karatan, apalagi buta. Saya ingin bertanya: Pernahkah engkau melihat satu hari di mana seseorang tersinari cahayamu, tetapi ia tetap gelap? Pernahkah ada seseorang yang panas hatinya melebihi panas matamu? Ataukah mungkin ada orang yang mera...

Tertimpa Durian: Sakit.

Wah, sudah lama saya tidak menulis lagi. Sebenarnya tidak terlalu sibuk. Terbukti, saya tidak pernah absen menuliskan status di Facebook. Hanya saja, saya menunggu waktu seperti ini—saat hujan turun deras di luar, dan di dalam kosan ada yang sakit: saya sendiri. Benar adanya saat orang mengatakan, jangankan untuk berpikir, untuk makan saja orang sakit begitu malas. Lantas, apa yang saya kerjakan sekarang ini kalau bukan berpikir? Bagi saya, menulis membuat suasana menjadi lebih rileks. Pikiran tidak tegang, dan segala bentuk unek-unek tersalurkan. Lega. Hujan di luar masih deras. Saya mencoba mengimbangi suara hujan dengan lantunan murotal Al-Ghomidi dari pemutar MP3. Begitu nikmat suaranya. Tangan saya tak henti-hentinya menyeka cairan yang terus mengalir dari lubang hidung. Ah, bagaimana mungkin manusia seperti saya ingin berlaku sombong terhadap sesama—berlagak paling bisa, paling tahu, paling hebat? Ingus saya sendiri saja tak bisa saya kendalikan. Saya kewalahan. B...