Kukatakan dengan Indah

Jumat, 27 Mei 2011

Pikiran saya tidak menentu. Entah kenapa, sudah seminggu ini rasanya tidak jelas.
Semangat turun drastis.
Tak ada doa yang saya panjatkan selain memohon agar semuanya tetap berada di jalur yang diharapkan manusia: keluarga sehat, rezeki halal, dan kemudahan dalam segala urusan.
Doa-doa itu saya patenkan sebagai bagian dari rutinitas harian.

Dengan tugas yang bisa dikatakan menumpuk dan satu presentasi lagi hari Senin nanti, seorang kawan sekelas mengajak makan di Garden Kafe, depan KOPMA UNY.
Bukan kali pertama saya makan di sana—ini yang kedua.
Pesan dan kesan Garden Kafe: lebih baik datang rame-rame.
Kesannya? Lumayan enak, murah, dan ada Wi-Fi gratis.

Namun tetap saja, keresahan saya tak kunjung hilang.

Ada dua hal yang masih membebani pikiran.
Tapi saya tidak bisa mengungkapkannya di sini.
Sebagai petunjuk, masalah itu tidak berada di Kota Gudeg ini.
Sama sekali tidak.
Saya suka dengan semua orang, makanan, dan aktivitas sehari-hari di Jogja.
Completely, I enjoy it.

Pikiran saya menerawang ke kota-kota lain.
Ke orang-orang di sana.
Namun usaha untuk menenangkan pikiran tetap saya lakukan.
Doa saya kirimkan untuk mereka—doa seperti yang sudah disebutkan tadi.

Tetapi tetap, keresahan saya tak kunjung hilang.

Mungkin belum waktunya.
Tapi saya yakin...
Saya teringat analogi: laju doa seperti laju SMS.
Doa dikirim, kadang langsung delivered dan langsung mendapat balasan.
Kadang delivered, tapi balasannya lama.
Bukan karena tidak ada pulsa, tapi karena ada sesuatu dan lain hal.
Dia menunggu waktu yang tepat untuk membalasnya.

Saya yakin itu berkaitan dengan perbuatan dan usaha kita.
Ada kalanya doa kita pending, hingga saatnya nanti, doa itu delivered.

Satu hal di hari Jumat ini, di hari yang saya rasakan serba tidak jelas, adalah kunjungan bersejarah ke tempat karaoke di Jogja bersama sembilan teman sekelas.
Saya ikut karena ada kupon gratis satu jam.
Itu saja. Gratis, katanya.

Walaupun pada akhirnya ada kesalahan teknis yang membuat kami tetap harus merogoh saku.
Murah sih, dan saya tidak masalah.
Toh ini pengalaman pertama.

Banyak hal yang perlu saya ketahui tentang tempat hiburan.
Tujuannya memang untuk menghibur.
Dengan ratusan lagu di playlist, kita bisa melepas penat, bisa sejenak melarikan diri dari rutinitas.
Saya berharap bisa mencerahkan suasana pikiran yang sedang tidak menentu.

Namun tetap saja, keresahan saya tak kunjung hilang.

Semua yang saya rasakan di akhir minggu ini,
Semua yang memenuhi pikiran,
Beban ini tetap harus...

Saya katakan dengan indah.

Lagu pertama di tempat itu saya pilih.
Objek “kau” dalam lirik itu bukan perempuan, naudzubillah bukan juga laki-laki.
“Kau” adalah masalah yang senantiasa hinggap dalam pikiran.
“Kau” hancurkan lagi...
Tapi semuanya harus saya katakan dengan indah.
Semuanya harus dibawa dengan indah.


Comments