Ditinggalkan Waktu
June 06, 2011
Posted by
yogaptek
| Waktu baca:
Aku bukan seorang apoteker. Wajar, bukan keinginanku. Jadi tak apalah aku tidak bisa meramu obat-obatan.
Aku bukan seorang professor, suatu hari nanti... insyaAllah.
Aku tidak bisa meramu merangkai kata. Kalau urusan ini, aku tidak akan berpihak pada diri sendiri. Mentang-mentang aku bukan seorang pujangga, lantas aku akan diam saat tidak bisa merangkai kata. Hohoho nay, nay, nay!
Di sini, tepat di mana aku duduk, di kelilingi buku warna-warni, ada buku dengan sampul warna oren, kuning muda, hijau muda, ungu, biru, merah, semuanya mengelilingiku. Semuanya khas sampul fotokopian. Semuanya belum sempat aku kaji. Sebagian sudah aku nodai dengan stabilo. Mana yang akan kumasukkan dalam beberapa makalah, mana yang tidak akan. Sebagian lagi ada yang rusak karena tertindih waktu aku tidur.
Akan kukatakan pada saudara tentang beberapa gejala aneh yang menimpaku akhir-akhir ini:
- Mual rasanya ketika ide belum ada namun sudah beberapa lembar buku sudah dibaca.
- Sesak rasanya saat ide didapatkan namun belum mampu dikeluarkan dalam bentuk tulisan.
Tapi aku yakin ini gejala biasa. Gejala yang sering terjadi kepada orang-orang malas. Orang-orang bodoh.
Ah, masalah di atas tak aku anggap. Kini masalah yang lebih serius adalah hubunganku dengan Waktu. Kemarin atau bahkan lusa kemarin, Waktu masih memberikan kuasanya kepada Lenggang. Leluasa sekali kondisiku kemarin. Aku suka dengan Lenggang. Tapi nampaknya aku tidak bisa memanfaatkannya. Terlalu memanjakannya.
Sekarang...
Saat aku berteman dengan Malas, sang Lenggang pun ditarik oleh Waktu. Diambilnya ia dariku. Tanpa secuil tanda, Waktu begitu angkuh pergi. Meninggalkanku. Terlihat sadis saat ia menugaskan Gesa dalam kehidupank. Kini aku ditemani Gesa. kini keadaanku tak begitu indah. Semuanya serba cepat. Serba instan. Tak selamanya yang instan itu baik dan tak banyak juga yang baik itu instan.
Waktu sudah pergi. Kini aku tak bisa bercengkrama dengan Gesa. Ia tidak sama seperti Lenggang. Kurayu Gesa agar bisa berteman denganku, tapi tidak berhasil. kujamu ia mirip saat kujamu Lenggang, namun tetap, tidak berhasil.
Lantas haruskah aku mengikuti keinginan Gesa?
ia membisikan satu kalimat:
"Kemanakah engkau saat Lenggang bersamamu?" tanyanya sembari ketawa begitu puas. Begitu keras. Menitipkan getir dalam pikiran.
Published on Facebook: Sunday, June 5, 2011 at 11:34am
Aku bukan seorang professor, suatu hari nanti... insyaAllah.
Aku tidak bisa meramu merangkai kata. Kalau urusan ini, aku tidak akan berpihak pada diri sendiri. Mentang-mentang aku bukan seorang pujangga, lantas aku akan diam saat tidak bisa merangkai kata. Hohoho nay, nay, nay!
Di sini, tepat di mana aku duduk, di kelilingi buku warna-warni, ada buku dengan sampul warna oren, kuning muda, hijau muda, ungu, biru, merah, semuanya mengelilingiku. Semuanya khas sampul fotokopian. Semuanya belum sempat aku kaji. Sebagian sudah aku nodai dengan stabilo. Mana yang akan kumasukkan dalam beberapa makalah, mana yang tidak akan. Sebagian lagi ada yang rusak karena tertindih waktu aku tidur.
Akan kukatakan pada saudara tentang beberapa gejala aneh yang menimpaku akhir-akhir ini:
- Mual rasanya ketika ide belum ada namun sudah beberapa lembar buku sudah dibaca.
- Sesak rasanya saat ide didapatkan namun belum mampu dikeluarkan dalam bentuk tulisan.
Tapi aku yakin ini gejala biasa. Gejala yang sering terjadi kepada orang-orang malas. Orang-orang bodoh.
Ah, masalah di atas tak aku anggap. Kini masalah yang lebih serius adalah hubunganku dengan Waktu. Kemarin atau bahkan lusa kemarin, Waktu masih memberikan kuasanya kepada Lenggang. Leluasa sekali kondisiku kemarin. Aku suka dengan Lenggang. Tapi nampaknya aku tidak bisa memanfaatkannya. Terlalu memanjakannya.
Sekarang...
Saat aku berteman dengan Malas, sang Lenggang pun ditarik oleh Waktu. Diambilnya ia dariku. Tanpa secuil tanda, Waktu begitu angkuh pergi. Meninggalkanku. Terlihat sadis saat ia menugaskan Gesa dalam kehidupank. Kini aku ditemani Gesa. kini keadaanku tak begitu indah. Semuanya serba cepat. Serba instan. Tak selamanya yang instan itu baik dan tak banyak juga yang baik itu instan.
Waktu sudah pergi. Kini aku tak bisa bercengkrama dengan Gesa. Ia tidak sama seperti Lenggang. Kurayu Gesa agar bisa berteman denganku, tapi tidak berhasil. kujamu ia mirip saat kujamu Lenggang, namun tetap, tidak berhasil.
Lantas haruskah aku mengikuti keinginan Gesa?
ia membisikan satu kalimat:
"Kemanakah engkau saat Lenggang bersamamu?" tanyanya sembari ketawa begitu puas. Begitu keras. Menitipkan getir dalam pikiran.
Published on Facebook: Sunday, June 5, 2011 at 11:34am
Blog Coretan Absurd
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 comments:
Post a Comment