Ini Bukan Judulnya

Satu hal yang paling saya sukai adalah kejujuran.
Dan satu hal yang paling saya benci adalah kesombongan.

Entah mengapa, sejak dulu saya selalu merasa simpati kepada mereka yang jujur.
Mungkin karena saya sendiri kerap tidak jujur terhadap diri saya.
Memang tidak mudah menilai apakah seseorang jujur atau tidak.
Namun, ada satu prinsip yang bisa dijadikan pegangan:
Saat seseorang mengucapkan A dan tindakannya selaras dengan A, besar kemungkinan ia jujur.
Tapi jika ia mengucapkan A, namun perilakunya sama sekali tidak mencerminkan ucapannya, kemungkinan besar ia tidak jujur.
Jangankan kepada orang lain, kepada dirinya sendiri pun... ya, begitulah.
Kadang saya pun seperti itu. Hahay.

Berikutnya, tentang orang yang takabur.
Saya sangat tidak suka—sangat amat tidak suka—dengan mereka yang sombong.
Entahlah... mungkin karena saya pun pernah takabur.
Saya sadar itu.

Ada dua ciri yang menunjukkan seseorang telah sampai pada tingkat kesombongan.
Pertama, mereka mendustakan kebenaran.
Mereka selalu menolak kebenaran, enggan menerima saran, dan cenderung membenarkan apa yang mereka yakini sendiri.
Kedua, mereka meremehkan orang lain.
Baik meremehkan pemikiran, ide, kedudukan, atau apa pun yang membuat mereka merasa paling tinggi.
Ciri-ciri ini saya kutip dari ceramah Aa Gym... joos!

Yang paling membuat saya geram saat melihat orang sombong adalah ketika mereka lupa posisi mereka sebenarnya.
Lupa siapa yang memberi nikmat yang mereka nikmati saat ini.
Itu saja.

Hidup saya berada di antara dua hal itu:
Obsesi untuk menjadi orang jujur, dan kekecewaan karena saya pun pernah takabur.

Memang tidak selalu orang jujur itu pasti baik, dan orang yang suka berbohong itu pasti salah.
Namun, jika kita mengingat bahwa celah untuk berbohong demi kebaikan sangatlah sempit, maka pilihan terbaik tetaplah jujur.
Misalnya, berbohong dalam kondisi perang demi kemaslahatan satu kaum—itu dibolehkan.
Tapi ruangnya sangat terbatas.
Untuk masa sekarang dan ke depan, mungkin kita memang harus belajar jujur.

Sedangkan untuk takabur, nampaknya tidak ada ruang sama sekali.
Saya yakin, tidak ada ruang.

Sebenarnya, isi catatan ini bukan pertama kali saya tulis.
Saya sering menulis hal serupa, namun sering lupa.
Saya tulis lagi sekarang, berharap bisa terus mengingatnya.

Sekalipun kedua hal di atas memiliki dalil naqly (dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis), saya tidak berani memasukkannya di sini.
Karena ini bukan tentang khutbah Jumat barusan.
Khutbah Jumat tadi berjudul “Segala Perbuatan Baik Ada Balasannya.”
Pun juga dengan segala perbuatan buruk, pasti ada balasannya.

Saya tidak tahu apa judul catatan ini.
Yang jelas, kejujuran dan kesombongan bukanlah judulnya.


Comments