Sssstttt Ini Rahasia

 

…dia pun terdiam sejenak. Pikirannya terbelah antara puja dan puji. Sebelah kanan dia memuja Tuhannya lantas bagian kiri, dia memuji makhluk ciptaan-Nya. Cukup masuk akal mengapa dia terdiam, Aku sempat mendengar bisikan dari dalam dirinya tentang perasaan aneh yang begitu laten, sangat terselubung. Perasaan itu yang menyekapnya dalam diam, katanya. Dia pun sempat mengingat hari itu, hari dimana ia diperdaya oleh sebuah rasa, satu persatu alasan ditarik untuk membuat perasaannya dapat diterima oleh akal, mampu dirasionalisasikan. Namun, sayang usahanya berujung gagal, berakhir nol.

 

Tak peduli dari manakah perasaan itu timbul, kini ia petantang-petenteng dibalut rasa percaya diri yang begitu tebal, ia maju, ia bertanya, ia mulai membuka pembicaraan. Si Aku yang sedari tadi mengintip dari ujung sana, sama sekali tak diperkenankan mendengarkan perbincangan itu, melihat sedikit ia langsung menutupinya, pura-pura menguping pun ia tau. Begitu rahasia nampaknya perbincangan itu. Awalnya perbincangan itu diawali dengan rona merah dipipinya, bagaimana tidak, pembicaraan yang katanya akan digelar dalam ‘perhelatan akbar’ awal liburan semester kampusnya, kini ia utarakan sekarang.

 

Kata demi kata ia susun, tiap kalimat ia sudah pertimbangkan sangat matang, tak ada yang diragukan, dia serius. Aku pun tahu tentang dia yang pernah berkata: “segala sesuatu aku tidak serius, kecuali dalam mengutarakan perasaan”…Aku kini sudah tahu beberapa rahasia, tapi tidak untuk percakapan yang satu ini, obrolan sore itu, dia tidak mengijinkannya. Beberapa menit dia berbincang, sesekali kalimat bahasa asing muncul dari makhluk pujaannya, ia mengerti, seratus persen ia memahaminya. Tapi nampaknya ada yang kurang dimengerti, kerut keningnya kini terbentuk, merah pipinya kini memudar, beberapa kali ia tersandung bisu, tidak bisa berkata-kata, tidak mampu lagi memasukan serius dalam tiap-tiap ucapnya. Kali ini dia terdiam, berbeda dengan diamnya diawal tadi, diamnya diawal begitu penuh rasa penasaran tapi kini ia terdiam lain. Tidak ada yang tau, dan tidak boleh ada yang tau.

 

Sore itu ia pungkas pembicaraan seperti biasa, dengan senyuman di raut mukanya. Dia coba mencari-cari sisi positif di kala perasaan tak menentu melanda, begitu sulit memang. Hingga pada akhirnya dia dapat menembus celah-celah prasangka buruk, ia tarik sisi positif: mungkin itulah yang terbaik untuk makhluk pujaannya, kini ia terlalu mendalami perannya sebagai seorang pengecut, sungguh kasian, haha. Akhirnya percakapan itu selesai, Aku bisa melihatnya ketika dia beranjak dari tempat duduknya keluar sebentar mencari makan, tapi Aku tidak mengikutinya. Aku mencoba menyelinap ke tempat ia berbincang, dengan santai Aku membuka sejarah perbincangan mereka. Sungguh itu perbincangan yang sangat rahasia, dia dan makhluk lawan jenis itu - Aku melihat dengan mata kepalanya sendiri – telah membuat kesepakatan, rahasia diatas segala-galanya. Jangankan orang yang tidak dikenal, teman dekatnya pun tidak boleh mengetahuinya, mungkin Aku pun tidak usah sepenuhnya paham tentang perbincangan itu.

 

Khawatir Aku ketahuan oleh dirinya, Aku dengan sigap menutup semua sejarah perbincangan (conversation history) tadi, Aku begitu takut terkena karma dari sebuah kesepakatan mereka, Aku begitu yakin tidak akan mengingatnya, Aku akan melupakannya. Aku duduk kembali ditempat semula dan akhirnya dia datang dari acara makannya, begitu santai seolah tak ada beban ia menyapa Aku, pikirnya Aku tidak tahu apa yang sudah ia perbincangkan dengan makhluk jelita itu, heh?...ia kini duduk di depan rutinitas ganjilnya, kadang ia membaca buku, sesekali menonton film, pernah membuka Word untuk menuliskan nama dan NIMnya lalu kembali ditutup, padahal itu tugas, memang aneh tatkala tugas menumpuk, ia terseret kepada beban rasa, ada rasa suka, rasa lapar, rasa cinta, rasa ngantuk, dan yang paling biadab menjajah dirinya adalah rasa malas. Malas sekali untuk berbuat apapun, terlebih ia kini telah roboh….

0 comments:

Post a Comment

Back to top