Aku Bantu Aku
June 10, 2011
Posted by
yogaptek
| Waktu baca:
Sebenarnya yang salah itu siapa?
Memang tidak begitu fatal. Tapi yaa sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit.
Kalau terus berbuat ‘salah’, ya jadi gede salahnya, dan pasti jadi fatal. Aku masih ingat pesan si Ibu:
“sekali-kali kamu jangan pernah menyakiti perasaan perempuan”
Sebenarnya aku sering mendengar pesan ini dari berbagai sumber, baik teman, TV, ade, hmm…banyak lah yang ngomong seperti itu. Hanya yang masuk kuping, ya pesan si ibu. Aku masih ingat pesan itu disampaikan saat lulus pesantren dulu hendak menuju kampus di Jakarta. Tapi sayangnya, ternyata... aku menyakiti satu perasaan perempuan yang sangat …oke, itu masa laluku, masa lalu tertinggal.
Jum’at 09 Juni 2011, aku bertanya pada seseorang (cewe) di YM:
Aku : emang cewe klo diramahin cowo, suka mikir yg aneh2, gitu?
Seseorang : ya tergantung keramahannya n frekuensinya…
Aku termenung sejenak. Aku berpikir diriku ini ramah biasa atau ramah lebay?. Menurut status yang kubaca di Facebook (2011):
mencoba tetap senyum, karena tau rasanya ketika diketusin...
mencoba tetap ramah, karena tau rasanya ketika dijutekin...
mencoba membantu, karena tau rasanya ketika tidak ada seorang pun yang mau membantu...(09 Juni, 16.00)
Rasa-rasanya ada yang janggal dengan isi status ini? Dilihat dari satu sudut pandang, pasti janggal. Orang mungkin menilai senyum, ramah dan membantu di sini hanyalah terpaksa. Tapi mungkin ada baiknya kalau melihat dari sudut yang lain juga…mungkin ini sebuah proses perubahan. Proses introspeksi, tergantung orang menilainya. Mungkin juga, frekuensinya jangan terlalu sering. Jangan sering senyum, ramah dan membantu.
Chatting masih berlanjut
Seseorang : emang kl cowok gk gitu?
Aku : ga tau..keknya bener...cowo kurang peka...
Seseorang : bukan keknya lagi tp emang gitu
Pikiranku langsung ingat dia. Ingat perempuan yang pernah aku sakitin dulu, dia pernah berkata:
“harusnya cowo peka dengan kondisi sekitarnya, termasuk perempuan yang menyimpan ‘perasaan’ terhadap kamu itu, masa kamu ngga ngerasain, sih?” kutipan ucapan awal mula perang dunia III.
Aku bukannya tidak setuju dengan omongannya: cowo harus peka…tapi mau gimana lagi, mungkin inilah kami. Kami tidak bisa menelisik sejauh itu. Menyelami perasaan sedalam itu.
Aku terdiam untuk beberapa saat.
Seseorang : gk usah dipikirin kali, emang sudah kodratnya :D
Aku : hooh...aku pernah disalahin cewe, gara2 terlalu ramah ckckckck
Seseorang : disalahin gimana??
Aku : ya disalahin aja...
kamu salah!! aku benar!!
Jujur, saat ditanya: disalahin gimana?? Aku punya kesalahan??…kembali kepertanyaanku paling atas, sebenarnya yang salah itu siapa??
Izinkan aku bercerita, dulu…ini masa dulu, jauh sebelum kerajaan Majapahit berdiri, aku pernah tiga kali disuruh perempuan yang berbeda, untuk menjawab: “apakah aku ingin menjadi pasangannya? Aku terdiam, ada apa ini?
Sontak saat aku menjawab ketiganya dengan ucapan maaf bla-bla-bla….aku merasa disalahkan. Aku dijudge telah menyakiti perasaan mereka. Kudengar cemoohan dari sudut sana, “kamu sih kaya membuka peluang”, sayup-sayup kudengar juga omongan “gimana cewe itu ga nembak lu, orang luw diajak kesini mau, diajak kesitu mau, diminta ini mau, diminta itu mau…lu gila!”…tak kudengarkan omongan mereka. Tak kuhiraukan cemoohan mereka. Kurenungkan, mengapa aku disalahkan?
Kucoba ramah karena aku tau rasanya dijutekin, tak banyak memang orang yang curhat tentang rasanya mereka dikucilkan dari sebuah kumpulan. Keberadaan tidak dianggap itu memang terasa seperti penyiksaan tingkat dewa…sakit. Kucoba ramah setidaknya tidak ada orang yang merasa dikucilkan.
Kucoba juga membantu, apa yang mampu aku lakukan, aku bantu…kucoba kesampingkan motif-motif yang lain selain daripada membantu. Manusia memang makhluk sosial. Satu dan lainnya saling membutuhkan. Memang ada juga manusia yang merasa mampu hidup sendiri, tapi tak sedikit juga orang yang yakin bahwasannya mereka membutuhkan bantuan orang lain. Lantas saat mereka butuh bantuan, kepada siapa lagi kalau kita bisa membantunya. Suatu saat aku akan meminta bantuan, bahkan sering aku merasakan aku butuh bantuan, DAN bayangkan saat tidak ada seorang pun yang enggan membantu kita, dunia terkesan tidak adil. Kucoba sebisaku agar kelak aku tidak dipersulit oleh sesuatu yang menamakan dirinya karma.
Seseorang : iyah gk usah dipikirin, tp juga jangan kayak gitu kasian cewekya
Hmm…aku mengiyakan ucapannya itu.
Kembali ke pesan ibuku, mungkin beliau tau dengan sifatku yang ‘aneh’ seperti ini, beliau tidak pernah berkata jangan terlalu baik kepada perempuan. Jangan keseringan membantu orang lain, apalagi perempuan. Tidak..tidak pernah bilang.
Tapi akhirnya seseorang itu berbicara tentang frekuensi…seringnya aku ramah, kerapnya aku membantu, itu yang harus digarisbawahi. Apakah itu akan membawaku pada hal-hal yang tidak diharapkan? Apakah aku akan disalahkan lagi? Kuharap tidak. Seseorang sudah mengingatkan sejauh ini.
Akan kucoba mengupdate prinsip-prinsip hidupku…
Terima kasih …
Memang tidak begitu fatal. Tapi yaa sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit.
Kalau terus berbuat ‘salah’, ya jadi gede salahnya, dan pasti jadi fatal. Aku masih ingat pesan si Ibu:
“sekali-kali kamu jangan pernah menyakiti perasaan perempuan”
Sebenarnya aku sering mendengar pesan ini dari berbagai sumber, baik teman, TV, ade, hmm…banyak lah yang ngomong seperti itu. Hanya yang masuk kuping, ya pesan si ibu. Aku masih ingat pesan itu disampaikan saat lulus pesantren dulu hendak menuju kampus di Jakarta. Tapi sayangnya, ternyata... aku menyakiti satu perasaan perempuan yang sangat …oke, itu masa laluku, masa lalu tertinggal.
Jum’at 09 Juni 2011, aku bertanya pada seseorang (cewe) di YM:
Aku : emang cewe klo diramahin cowo, suka mikir yg aneh2, gitu?
Seseorang : ya tergantung keramahannya n frekuensinya…
Aku termenung sejenak. Aku berpikir diriku ini ramah biasa atau ramah lebay?. Menurut status yang kubaca di Facebook (2011):
mencoba tetap senyum, karena tau rasanya ketika diketusin...
mencoba tetap ramah, karena tau rasanya ketika dijutekin...
mencoba membantu, karena tau rasanya ketika tidak ada seorang pun yang mau membantu...(09 Juni, 16.00)
Rasa-rasanya ada yang janggal dengan isi status ini? Dilihat dari satu sudut pandang, pasti janggal. Orang mungkin menilai senyum, ramah dan membantu di sini hanyalah terpaksa. Tapi mungkin ada baiknya kalau melihat dari sudut yang lain juga…mungkin ini sebuah proses perubahan. Proses introspeksi, tergantung orang menilainya. Mungkin juga, frekuensinya jangan terlalu sering. Jangan sering senyum, ramah dan membantu.
Chatting masih berlanjut
Seseorang : emang kl cowok gk gitu?
Aku : ga tau..keknya bener...cowo kurang peka...
Seseorang : bukan keknya lagi tp emang gitu
Pikiranku langsung ingat dia. Ingat perempuan yang pernah aku sakitin dulu, dia pernah berkata:
“harusnya cowo peka dengan kondisi sekitarnya, termasuk perempuan yang menyimpan ‘perasaan’ terhadap kamu itu, masa kamu ngga ngerasain, sih?” kutipan ucapan awal mula perang dunia III.
Aku bukannya tidak setuju dengan omongannya: cowo harus peka…tapi mau gimana lagi, mungkin inilah kami. Kami tidak bisa menelisik sejauh itu. Menyelami perasaan sedalam itu.
Aku terdiam untuk beberapa saat.
Seseorang : gk usah dipikirin kali, emang sudah kodratnya :D
Aku : hooh...aku pernah disalahin cewe, gara2 terlalu ramah ckckckck
Seseorang : disalahin gimana??
Aku : ya disalahin aja...
kamu salah!! aku benar!!
Jujur, saat ditanya: disalahin gimana?? Aku punya kesalahan??…kembali kepertanyaanku paling atas, sebenarnya yang salah itu siapa??
Izinkan aku bercerita, dulu…ini masa dulu, jauh sebelum kerajaan Majapahit berdiri, aku pernah tiga kali disuruh perempuan yang berbeda, untuk menjawab: “apakah aku ingin menjadi pasangannya? Aku terdiam, ada apa ini?
Sontak saat aku menjawab ketiganya dengan ucapan maaf bla-bla-bla….aku merasa disalahkan. Aku dijudge telah menyakiti perasaan mereka. Kudengar cemoohan dari sudut sana, “kamu sih kaya membuka peluang”, sayup-sayup kudengar juga omongan “gimana cewe itu ga nembak lu, orang luw diajak kesini mau, diajak kesitu mau, diminta ini mau, diminta itu mau…lu gila!”…tak kudengarkan omongan mereka. Tak kuhiraukan cemoohan mereka. Kurenungkan, mengapa aku disalahkan?
Kucoba ramah karena aku tau rasanya dijutekin, tak banyak memang orang yang curhat tentang rasanya mereka dikucilkan dari sebuah kumpulan. Keberadaan tidak dianggap itu memang terasa seperti penyiksaan tingkat dewa…sakit. Kucoba ramah setidaknya tidak ada orang yang merasa dikucilkan.
Kucoba juga membantu, apa yang mampu aku lakukan, aku bantu…kucoba kesampingkan motif-motif yang lain selain daripada membantu. Manusia memang makhluk sosial. Satu dan lainnya saling membutuhkan. Memang ada juga manusia yang merasa mampu hidup sendiri, tapi tak sedikit juga orang yang yakin bahwasannya mereka membutuhkan bantuan orang lain. Lantas saat mereka butuh bantuan, kepada siapa lagi kalau kita bisa membantunya. Suatu saat aku akan meminta bantuan, bahkan sering aku merasakan aku butuh bantuan, DAN bayangkan saat tidak ada seorang pun yang enggan membantu kita, dunia terkesan tidak adil. Kucoba sebisaku agar kelak aku tidak dipersulit oleh sesuatu yang menamakan dirinya karma.
Seseorang : iyah gk usah dipikirin, tp juga jangan kayak gitu kasian cewekya
Hmm…aku mengiyakan ucapannya itu.
Kembali ke pesan ibuku, mungkin beliau tau dengan sifatku yang ‘aneh’ seperti ini, beliau tidak pernah berkata jangan terlalu baik kepada perempuan. Jangan keseringan membantu orang lain, apalagi perempuan. Tidak..tidak pernah bilang.
Tapi akhirnya seseorang itu berbicara tentang frekuensi…seringnya aku ramah, kerapnya aku membantu, itu yang harus digarisbawahi. Apakah itu akan membawaku pada hal-hal yang tidak diharapkan? Apakah aku akan disalahkan lagi? Kuharap tidak. Seseorang sudah mengingatkan sejauh ini.
Akan kucoba mengupdate prinsip-prinsip hidupku…
Terima kasih …
judul asli catatan ini: updating life-database
Blog Coretan Absurd