Dilema Kecil

Tanggal 3 Juli 2011 adalah terakhir kali saya menulis.
Semuanya sudah jelas.
Sejak berada di rumah, saya didera rasa malas.
Bagi saya, catatan adalah luapan emosi dari sebuah rasa yang muncul saat tidak ada seorang pun teman di samping.
Di kosan, saya begitu semangat menuliskan berbagai fenomena yang saya alami.
Mengapa?
Tak lebih karena tidak ada teman untuk berbagi cerita.
Di rumah, pendengar setia saya tentu adalah keluarga sendiri.
Tak ada lagi unek-unek yang perlu saya luapkan lewat ujung jari.

Tapi kini...

Tepat dua bulan lalu, saya dihadapkan pada sesuatu yang terasa ‘aneh’.
Saya ingin bermain di dalamnya, tapi saya tahu ini bukanlah permainan.
Jujur, saya belum siap untuk memasukinya.
Namun saat saya menyadari belum siap, ternyata saya sudah terlanjur termakan oleh situasi dilematis.
Perfect!

Mungkin kamu pernah mendengar tentang kondisi seperti ini:
Ingin bermain, tapi ragu dengan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.
Atau sebaliknya, tidak ingin bermain, tapi sudah terlanjur terpikat.
Ini adalah situasi tersulit.
Pepatah lama menyebutnya seperti makan buah simalakama—dimakan ibu meninggal, tak dimakan ayah pun melayang.
Walaupun terdengar berlebihan, saya memang berada dalam kondisi itu.

Untuk memperjelas, ini adalah masalah klasik.
Masalah perempuan...

Saya tidak bisa berlama-lama dalam situasi seperti ini.
Layaknya perkara-perkara yang subhat, sebaiknya diacuhkan.
Seperti halnya dalam keragu-raguan, lebih baik ditinggalkan.
Urusan ini pun mungkin akan segera saya lupakan...

Saya terpikat olehnya.
Dan semoga kami terpikat oleh sesuatu yang paling baik.

Tuhan, berikan dia kesehatan.
Kesembuhan total.


Comments