It's not a note
Memang, tak selamanya hidup berada di atas. Sudah seharusnya kita merasakan hidup di bawah.
Waktu lengang tak akan selamanya kita nikmati; pasti akan datang saat-saat menghimpit.
Ada kalanya kita sehat, lalu sejam kemudian bisa saja dilarikan ke UGD.
Semua sudah ada yang mengatur.
Hikmahnya: agar kita merasakan segala hal di dunia ini.
Itulah kasih sayang Allah—adil.
Saya teringat ucapan seorang filsuf yang mengatakan bahwa manusia itu terbagi dalam beberapa golongan:
Ada yang tahu bahwa dirinya tahu.
Ada yang tahu, tapi tidak sadar bahwa dirinya tahu.
Ada yang tidak tahu bahwa dirinya sebenarnya tahu.
Dan yang paling parah: ada yang tidak tahu, tapi juga tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.
Saya sedang berada di mana sekarang?
Apakah saya tahu dengan apa yang sedang saya kerjakan?
Dengan apa yang saya pikirkan?
Ataukah saya tidak tahu dengan apa yang sedang dibicarakan?
Ataukah saya tidak ingin tahu karena memang saya tidak tahu?
Ataukah saya tahu, dan memang saya tahu bahwa saya sedang apa sekarang?
Sebentar lagi liburan selesai.
Perkuliahan akan segera dimulai.
Ada yang mengganjal dalam pikiran saya.
Rancangan tugas akhir S2 semakin menggantung.
Topik sudah saya dapatkan, bahan sudah saya kumpulkan, namun satu dan lain hal membuat saya belum bisa “menjualnya.”
Saya masih ragu.
Mudah-mudahan nanti saat masuk kuliah, dengan satu mata kuliah termahal di dunia—yakni seven millions for one subject—saya bisa tahu apa yang seharusnya saya ketahui.
Hoho... _
SAYA BISA TAHU APA YANG SEHARUSNYA SAYA KETAHUI.
Tujuan jangka pendek saya adalah lulus dengan hasil yang memuaskan.
Terlebih, hasil pada jenjang S1 kurang memuaskan.
Karena memang, saya bukan alat pemuas.
Tujuan jangka panjang saya... sangat panjang.
Tak mungkin rasanya saya tulis di sini.
It’s too long.