Kedisiplinan Kelik
Masih ingat dengan status Facebook subuh-subuh, saat saya kaget membuka SMS yang masuk malam sebelumnya dari seseorang yang di daftar kontak saya saya beri nama “Drs. Kelik”?
Saya benar-benar terkejut.
Isi SMS itu menyatakan bahwa ia ingin menemui saya di Pos Purwosari, Solo.
Padahal saya sedang berada di Garut.
Kuliah saya? Di Yogyakarta.
Hellooowww.
Oh iya, Kelik adalah nama bapak kos saya—sosok yang super duper perhatian.
Terutama dalam urusan yang satu ini: pembayaran uang kosan.
Masa kontrak kamar saya habis pertengahan September.
Namun sejak bulan Mei, saya sudah mulai ditagih.
Saya mendapati surat penagihan tergeletak di bawah pintu kamar.
Peringatan pertama saya abaikan.
Beberapa minggu kemudian, peringatannya semakin intens.
Tidak lagi diketik, melainkan ditulis tangan, lengkap dengan banyak tanda seru—tanda baca yang paling tidak saya sukai, baik dalam SMS maupun surat.
CAMKAN ITU!!!
Akhirnya saya menelepon beliau.
Saya menjelaskan bahwa masa kontrak kamar saya habis bulan September.
Dengan tenang, beliau meminta maaf karena mengira masa kontrak saya habis bulan Mei.
Alaammaaakkk... sungguh klasik.
Bagi saya, pembayaran bulan berapa pun tidak masalah.
Penagihan dengan alasan kedisiplinan pun saya hargai.
Yang tidak saya sukai adalah mengapa dalam urusan uang kosan begitu disiplin, tetapi dalam menjaga kehormatan penyampaian, justru kurang hati-hati.
(Kesan yang muncul seolah saya belum membayar kosan sejak zaman Nabi Adam.)
Maksud saya, saat ingin menagih, harap dicek dulu dengan teliti:
Kapan tepatnya masa kontrak kamar ini habis?
Orangnya sedang berada di mana?
Bagaimana pelayanannya?
Saya tidak ingin membahas pelayanan secara detail, karena jujur, hampir 80% pelayanannya oke.
Sisanya?
Kalau lampu mati, ya harap diganti sendiri.
Kalau gembok hilang, ya beli sendiri.
Kalau bocor, ya sabar...
Mungkin itu masih wajar.
Oh ya, SMS itu saya terima beberapa hari setelah Lebaran 2011.
Langsung saya telepon kembali:
“Pak Kelik, saya sedang di luar Jogja, jadi belum bisa ke Solo...”
Saya tidak berpikir macam-macam.
Mungkin beliau sedang sangat membutuhkan.
Saya pun tidak menawarkan pengiriman via rekening, karena saya tahu, tanggal jatuh tempo pembayaran belum tiba.
Dalam hati saya sempat bertanya,
“Mengapa begitu terburu-buru?”
Tapi mungkin memang begitulah manusia.
Mencari uang itu tidak mudah.
Akhirnya beliau menjawab,
“Oooh, maaf Mas Yoga. Saya salah kirim SMS. Kebetulan namanya sama, Yoga, murid saya. Maaf, Mas...”
Dan malam ini, pukul 22.48 WIB, saya kembali menerima SMS darinya:
“Mas, tolong, kalau bisa uang kosannya ditransfer ke rekening saya...”
Lalu diikuti dengan deretan angka rekening.
Saya tersenyum.
Begitu sangat membutuhkannya orang ini, sampai-sampai malam hari pun mengirim SMS hanya untuk mengingatkan.
Saya hanya bisa berdoa:
Semoga urusannya dimudahkan, dan segala masalah yang melilitnya diringankan.
Amin.
Pak Kelik, oh Pak Kelik...
Guru yang sangat disiplin.
Comments
Post a Comment