Menangkis "Bola" Nyasar

Tempo hari, saat aku memasuki kawasan golf Ngamplang di kota kelahiranku, Garut, tentunya bukan untuk bermain golf. Aku sempat dibuat cemas dengan beberapa plang tulisan yang dipasang di beberapa area.

Hari itu, aku diajak salah satu temanku untuk menemaninya mengubur rasa penasaran tentang berfoto-foto di sekitar lapangan golf. Maklum kamera baru masih ingin 'unjuk gigi' di daerah baru. Lapangan golf adalah sesuatu yang baru. Memasukinya adalah hal yang istimewa. Tidak hanya disuguhkan ketakjuban luasnya lapangan golf, aku juga dihantui rasa cemas dengan plang yang bertuliskan 'Awas Bola Nyasar'. Sepanjang pengambilan foto, mataku selalu menatap siaga kalau-kalau ada bola yang ingin 'mencium' kepala kami. Apalagi kata temanku, bukan Rumah sakit yang akan dituju akibat bola putih yang sekali jatuh mampu membelah keramik itu, tetapi berujung ta'ziyah .ngeri.

                                                                              ***

Ada laki-laki, ada perempuan. Ada siang, ada malam. Ada senang, ada sedih. Ada usaha, ada hasil. Ada aksi, adapula reaksi. Hidup selalu disuguhkan dengan 2 hal tersebut. Biasa dikenal dengan kausalitas. Ada sebab pasti ada akibat. Tapi sayangnya, akhir-akhir ini banyak orang, mungkin juga aku, merasa tidak sadar dengan ulahnya sendiri dan enggan menanggung akibatnya. Orang cenderung ingin menyalahkan orang lain ketimbang introspeksi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), introspeksi berarti peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan) diri sendiri; mawas diri. Ternyata, intorspeksi tak sekedar melihat meninjau segala kesalahan, kekeliruan dari perbuatan kita. Harus ada tindak lanjut, yakni koreksi; pembetulan, memperbaiki setiap kesalahan kita, itulah yang disebut dengan introspeksi.

Satu hal yang paling penting dari introspeksi diri ialah, kita akan belajar ikhlas. Kalaulah kalian tahu tentang kunci utama kesuksesan hidup di alam temporer ini, aku yakin kalian akan gemar berintrospeksi guna meraih kunci kesuksesan tersebut, untuk menggapai ikhlas. Aku yakin itu.

...di saat RATUSAN orang ramai menonton kejuaran golf, dan di tengah LUASNYA lapangan golf, bola putih sebesar buah sawo bersarang dengan hebatnya di kepala kita. Di sana ada ratusan kepala, masih ada hektaran lahan kosong untuk bola berlandas, tapi mengapa semuanya tentang kita?

...ribuan kendaraan melaju di jalanan yang sangat lebar, dengan ban yang berputar lumayan kencang, ramping dan kuat, tiba-tiba paku yang super mungil 'mencubit' ban kita, hingga akhirnya ban kita bocor, masih banyak jutaan pasang ban yang melintas di jalan itu, tapi mengapa semuanya tentang kita?
Dulu, saat aku berada di zaman jahiliyyah.., marah-marah adalah hal yang paling 'keren' untuk mengobati nasib sial. Tapi ternyata, itu tidaklah keren sama sekali. Menyalahkan orang lain adalah tindakan yang paling mudah. Apalagi merutuki nasib buruk, mungkin itu yang paling mudah. Marah-marah tidak jelas juga dirasa sebagai tindakan yang sangat mudah dan semua orang bisa melakukannya. Ini tentu sudah tidak menjadi keren lagi. Tetapi cobalah untuk berpikir, apakah semua orang mampu untuk mengoreksi mengapa ini bisa terjadi, mengapa itu kita alami, hingga akhirnya kita menyerahkan segalanya kepada sang Maha Berkehendak. Menerima dengan ikhlas tentang kejadian unik tentang kita, mensukuri perhatian-Nya kepada kita; perhatian kalau-kalau kita sempat lalai terhadap-Nya, kerap lupa kepada sesama?

Marah atau merutuki nasib buruk, apalagi menyalahkan orang lain dinilai sebagai tindakan yang paling idiot sepanjang zaman. Banyak dampak negatif dari marah, meratapi nasib, menyalahkan orang lain. Sedang jutaan dampak positif akan kita peroleh saat kita berbuat ikhlas dengan apa yang tengah kita alami.

"Oh mungkin sudah waktunya kita harus menggunakan kepala ini untuk berpikir, bertafakur, selama ini kita tidak menggunakan kepala ini untuk mengingat-Nya, makanya bola golf itu mengetuk kita. Oh mungkin sudah waktunya kita bersedekah kepada tukang tambal pinggir jalan karena selama ini kita kurang berbagi dengan sesama. Bersukur kendaraan kita tidak raib dicuri maling karena saking sudah min-nya hutang amal kita kepada orang-orang yang membutuhkan.
         Musibah itu seperti bola keras yang sedang jatuh menimpa kita, dengan keikhlasan semuanya akan terobati.

Masih ingat dengan penjelasan ikhlas itu? pada catatan sebelum-sebelumnya, aku menggambarkan ikhlas dengan perumpamaan orang yang buang air besar. Mereka yang B.A.B tidak pernah memikirkan kembali tentang apa yang 'dimilikinya' yang kini harus mereka buang. Mereka hanya berpikir positif dengan membuangnya. Perut mereka tidak sakit, membuang dan tidak memikirkannya membuat mereka sehat. 

0 comments:

Post a Comment

Back to top