Tua itu Pasti, Dewasa itu Pilihan
Mungkin kalian pernah mendengar judul di atas:
Menjadi tua itu pasti, sedang menjadi dewasa adalah pilihan.
Benar adanya, saat manusia divonis oleh hitungan umur dan putaran waktu, maka tua adalah suatu kepastian.
Lain halnya saat kita berbicara tentang kedewasaan. Ia tidak ditentukan oleh usia, bukan pula oleh zaman.
Dewasa itu ada di sana—di kepalamu, Nak.
Ada banyak cara orang tua agar anak-anaknya tumbuh dewasa. Kita mengenal istilah proses pendewasaan, yakni usaha atau cara untuk menjadikan seseorang lebih matang.
Namun, apakah semua proses berujung pada hasil yang diharapkan?
Kadang iya, kadang tidak.
Itulah sebabnya saya katakan: dewasa itu ada di kepalamu.
Kamu yang mengendalikan.
Kamu yang memilih.
Kamu yang menentukan—mau dewasa atau tidak.
Hey, dengarkan saya!
Proses penuaan adalah usaha untuk menjadi tua. Tapi saya kira, di dunia ini tak ada yang sengaja menjalani proses itu.
Kecuali jika terpapar radiasi nuklir yang katanya bisa menyebabkan penuaan dini.
Jadi, apakah penuaan itu pilihan?
Kamu bisa meminum ratusan pil vitamin E, memoles tubuhmu dengan berbagai kosmetik, atau mengotak-atik wajahmu dengan jutaan rupiah agar tampak muda.
Tetapi proses penuaan tetap akan berujung pada satu hal:
Tua adalah kepastian.
Tak heran jika ada orang yang usianya sudah matang, tapi cara berpikirnya belum.
Karena menjadi dewasa atau tidak adalah hasil dari pilihan mereka sendiri.
Saya tidak ingin membahas tentang tua.
Saya lebih tertarik pada bagaimana seseorang bersikap dewasa.
Saya kagum pada remaja yang matang dalam mengambil keputusan.
Saya terpukau oleh sekawanan penjahat yang tetap tenang menjalankan aksinya.
Saya senang melihat anak kecil yang didera masalah berat, namun tetap gigih berjuang.
Dan saya ingin berteriak:
SAYA CINTA kepada mereka yang menghadapi masalah dengan kepala dingin.
Woy, saya sedang berbicara denganmu!
Dewasa dari segi umur berarti bukan kanak-kanak lagi.
Dewasa dalam Islam disebut mummayiz atau aqil—mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Lagi-lagi, ini soal pilihan.
Pilih pakai otakmu, bukan otak orang lain.
Kemukakan alasan, jangan sekadar ikut-ikutan.
Saat kamu memilih untuk tidak berpikir matang, enggan mendinginkan pikiran, dan ogah menggunakan akal untuk membedakan yang baik dan buruk, secara tidak langsung kamu memilih untuk tidak menjadi dewasa.
Lingkungan keluarga tidak membutuhkan mereka yang gemar beradu argumen.
Rumah tidak butuh orang-orang yang suka cek-cok.
Lingkungan kampus tidak membutuhkan mereka yang malas berpikir dan enggan memeras pemikiran.
Kampus malu memiliki orang-orang seperti itu.
Lingkungan kerja tidak membutuhkan mereka yang plin-plan dan tidak mampu mengambil keputusan secara matang.
Kamu akan tersingkir saat tidak punya pendirian.
Lingkungan agama begitu sederhana.
Syarat untuk menjalankan aktivitas spiritual adalah berakal.
Saat kamu enggan mengikuti ajaran agamamu, lalai dari kewajiban-kewajibanmu, jangan marah jika ada yang mencapmu:
Gila, tak berakal.
Dengar! Saya sedang berbicara denganmu.
Comments
Post a Comment