Salam dari Hujan [1]
November 10, 2011
Posted by
yogaptek
| Waktu baca:
Mari kita buka catatan ini dengan bacaan basmallah...
ba'da zuhur aku dan adikku, Cipto, bergegas menuju stasiun Garut. Keputusan pergi ke sana tentu bukan tanpa pertimbangan. Mengingat langit kota Garut begitu bingung. Sebelah timur terlihat masih berawan putih, tapi arah yang akan kutuju nampak begitu kelam. Tak kuragukan, kami akan menembus hujan. Sip. Aku sudah siap. Sedari pagi aku dirundung ragu untuk pergi ke Jogja, entah mengapa. Tapi akhirnya kubulatkan tekad, aku akan pergi ke Jogja malam ini.
Alasan untuk tidak pergi ke Jogja, aku tak sanggup menanggalkan janjiku: "bahwasannya hari Senin esok, aku akan membawa sesuatu buat kawan-kawanku" tapi ternyata rencana sedikit berubah, sesuatu tersebut tak bisa kubawa tepat pada waktunya.
Alasan tersebut berbalik dengan keinginanku untuk pergi ke Jogja untuk bisa menghadiri acara teman-teman dengan seorang dosen, yang dapat kupastikan acara tersebut tidak akan terulang di tahun berikutnya. Aku berharap bisa menghadiri kemeriahan acara tersebut dan aku yakin, hanya aku seorang yang tidak bisa hadir karena kronologis cerita di bawah ini:
Melihat langit Garut bagian barat begitu 'sedih', aku menyiapkan 2 jas. Masing-masing buatku dan Cipto. Perkiraanku benar. Sampai Simpang Lima Garut aku dan Cipto langsung memakai jas. Hujan turun begitu deras. Perjalanku tak berhenti. Aku sudah siap setengah jam ke depan perjalananku dipayungi hujan. Dan alhasil, sesampainya stasiun yang dituju, aku dan adikku bak tukang sulap; hujan begitu deras, namun pakaian kami nampak kering. Kuparkir motorku di tempat yang sedikit teduh. Kurapikan jas begitu tenang. Segera ketenanganku hilang setelah melihat pengumuman yang tertera di loket karcis: "Pemesanan Tiket, Pagi: 7.30 - 11. Sore: 17.30 - 20.30. Kulihat jam di hp-ku, waktu menunjukkan pukul 14.15...suara hujan makin deras terdengar, loket rapi tertutup gorden.
Stasiun sepi.
Bingungku belum habis. Kalau aku kembali ke rumah, jarak begitu jauh, hujan begitu deras.
Stasiun lengang.
Cemasku belum habis. Kalau aku hubungi seseorang di rumah, beliau begitu berbeda, ibuku akan lebih 'menyayangiku'.
Stasiun sunyi.
Khawatirku belum habis. Kalau aku berharap sama makhluk, mereka jelas tak berdaya, manusia tak pantas untuk dijagokan.
Stasiun senyap.
Raguku akan segera habis. Sesaat setelah aku meminta pada sang Pengutus Hujan: berikan ketenangan diri, jauhkan dari hal-hal yang meragukan.
Ada pesan di balik derasnya hujan:
"Maaf, Mas. Tiket Kereta untuk Malam ini, Habis." seseorang di balik loket memberitahuku...pada akhirnya.
Kuterobos kembali hujan menuju rumah. Kupikir matang-matang di setengah jam perjalananku. Kini hanya ada 2 pilihan, aku berangkat ke Tasik atau ke Bandung atau sama sekali kutunda pemberangkatan ke Jogja esok hari.
***
Kulihat jadwal kereta daerah Bandung dan Tasik via online.
Nampaknya kini aku tertinggalkan waktu, terlambat.
Hujan masih deras mengguyur sebagian kota Garut, kampungku juga ... pada akhirnya.
Aku tersenyum dalam kedinginan.
Tatapanku menembus hujan tepat depan layar tempat aku mengetik.
Kucoba perhatikan hujan yang jatuh di kolam ikan belakang, rintik demi rintik.
Langit memekik,
Tangisanku hari ini bukan untuk menghancurkan rencanamu,
Tangisanku akan berhenti, tapi tidak hari ini. Tapi ... bukan untuk menghancurkan rencanamu
Cukup sudah satu jam kamu berada di bawah tangisanku ... tunggu,
Kalau tidak malam ini, aku berjanji, tangisanku akan berhenti esok hari, tunggu.
Karena cerahku di atas tangisku.
tangisku hanya sesaat, diseka ceriaku,
...esok akan ceria, ini janjiku.
janjiku tak kuucap sendirian,
juga salam dari tangisku...
salam dari hujan.
ba'da zuhur aku dan adikku, Cipto, bergegas menuju stasiun Garut. Keputusan pergi ke sana tentu bukan tanpa pertimbangan. Mengingat langit kota Garut begitu bingung. Sebelah timur terlihat masih berawan putih, tapi arah yang akan kutuju nampak begitu kelam. Tak kuragukan, kami akan menembus hujan. Sip. Aku sudah siap. Sedari pagi aku dirundung ragu untuk pergi ke Jogja, entah mengapa. Tapi akhirnya kubulatkan tekad, aku akan pergi ke Jogja malam ini.
Alasan untuk tidak pergi ke Jogja, aku tak sanggup menanggalkan janjiku: "bahwasannya hari Senin esok, aku akan membawa sesuatu buat kawan-kawanku" tapi ternyata rencana sedikit berubah, sesuatu tersebut tak bisa kubawa tepat pada waktunya.
Alasan tersebut berbalik dengan keinginanku untuk pergi ke Jogja untuk bisa menghadiri acara teman-teman dengan seorang dosen, yang dapat kupastikan acara tersebut tidak akan terulang di tahun berikutnya. Aku berharap bisa menghadiri kemeriahan acara tersebut dan aku yakin, hanya aku seorang yang tidak bisa hadir karena kronologis cerita di bawah ini:
Melihat langit Garut bagian barat begitu 'sedih', aku menyiapkan 2 jas. Masing-masing buatku dan Cipto. Perkiraanku benar. Sampai Simpang Lima Garut aku dan Cipto langsung memakai jas. Hujan turun begitu deras. Perjalanku tak berhenti. Aku sudah siap setengah jam ke depan perjalananku dipayungi hujan. Dan alhasil, sesampainya stasiun yang dituju, aku dan adikku bak tukang sulap; hujan begitu deras, namun pakaian kami nampak kering. Kuparkir motorku di tempat yang sedikit teduh. Kurapikan jas begitu tenang. Segera ketenanganku hilang setelah melihat pengumuman yang tertera di loket karcis: "Pemesanan Tiket, Pagi: 7.30 - 11. Sore: 17.30 - 20.30. Kulihat jam di hp-ku, waktu menunjukkan pukul 14.15...suara hujan makin deras terdengar, loket rapi tertutup gorden.
Stasiun sepi.
Bingungku belum habis. Kalau aku kembali ke rumah, jarak begitu jauh, hujan begitu deras.
Stasiun lengang.
Cemasku belum habis. Kalau aku hubungi seseorang di rumah, beliau begitu berbeda, ibuku akan lebih 'menyayangiku'.
Stasiun sunyi.
Khawatirku belum habis. Kalau aku berharap sama makhluk, mereka jelas tak berdaya, manusia tak pantas untuk dijagokan.
Stasiun senyap.
Raguku akan segera habis. Sesaat setelah aku meminta pada sang Pengutus Hujan: berikan ketenangan diri, jauhkan dari hal-hal yang meragukan.
Ada pesan di balik derasnya hujan:
"Maaf, Mas. Tiket Kereta untuk Malam ini, Habis." seseorang di balik loket memberitahuku...pada akhirnya.
Kuterobos kembali hujan menuju rumah. Kupikir matang-matang di setengah jam perjalananku. Kini hanya ada 2 pilihan, aku berangkat ke Tasik atau ke Bandung atau sama sekali kutunda pemberangkatan ke Jogja esok hari.
***
Kulihat jadwal kereta daerah Bandung dan Tasik via online.
Nampaknya kini aku tertinggalkan waktu, terlambat.
Hujan masih deras mengguyur sebagian kota Garut, kampungku juga ... pada akhirnya.
Aku tersenyum dalam kedinginan.
Tatapanku menembus hujan tepat depan layar tempat aku mengetik.
Kucoba perhatikan hujan yang jatuh di kolam ikan belakang, rintik demi rintik.
Langit memekik,
Tangisanku hari ini bukan untuk menghancurkan rencanamu,
Tangisanku akan berhenti, tapi tidak hari ini. Tapi ... bukan untuk menghancurkan rencanamu
Cukup sudah satu jam kamu berada di bawah tangisanku ... tunggu,
Kalau tidak malam ini, aku berjanji, tangisanku akan berhenti esok hari, tunggu.
Karena cerahku di atas tangisku.
tangisku hanya sesaat, diseka ceriaku,
...esok akan ceria, ini janjiku.
janjiku tak kuucap sendirian,
juga salam dari tangisku...
salam dari hujan.
Blog Garut
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 comments:
Post a Comment