Jadi Ingat

Hari ini, pagi-pagi saya menerima SMS dari adik saya.
Katanya, ia akan sidang skripsi pagi ini.
Pesan saya cukup singkat karena saya yakin ia sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari.
Meski ia tampak khawatir, saya yakin pesan yang saya kirim tidak terlalu ia pikirkan:
“Semoga sukses, dan jangan datang terlambat!”

Yup, jangan terlambat.
Membayangkan dua tahun silam, tepatnya 5 Maret 2009

Jadi ingat...

Hari itu saya akan sidang skripsi.
Hari terakhir mempertahankan tugas akhir demi mendapatkan selembar kertas berhologram yang meresmikan penambahan dua huruf di belakang nama saya: S.S.
Sarjana Sakit, Sarjana Susah, Sarjana Senang, Sarjana Sukses—atau apalah plesetan anak-anak saat itu.
Tapi sebenarnya singkatannya sangat mantap: Sarjana Sastra. Widiiihhh... tet!
Kembali ke topik.

Pagi itu, seperti biasa, saya adalah saya—dengan segala kekurangan, kesurupan, dan kekhilafan.
Sidang dimulai pukul 11.00, dan pikiran aneh mulai merasuki kepala saya.
Saya begitu santai kala itu. Bahkan pukul 10.00 saya masih mencari tukang cukur untuk mencukur rambut.
Bisa dibayangkan, sidang skripsi jam 11.00, satu jam sebelumnya masih mencari tukang cukur? Dan bisa dipastikan belum mandi.

Jadi ingat...

Sidang di kampus saya dulu boleh ditonton oleh teman-teman sebanyak mungkin, dengan syarat membawa makanan.
Begitu juga untuk dosen penguji—alangkah bahagianya mereka yang sidang di bulan puasa.
Berhubung saya bukan tipe yang perhatian soal begituan, makanan untuk dosen saya titipkan ke teman yang jadwal sidangnya sama.
Untuk snack buat teman-teman yang menonton, saya tidak terlalu memikirkannya.
Karena selepas sidang, toh mereka tetap gembira dengan makanan yang dibawa teman saya.
Dasar teman saya yang takabur, atau mungkin saya yang memang tidak modal.

Jam sembilan, teman saya mengajak ke restoran nasi Padang.
Saya ikut, tidak tega membiarkannya membawa sekitar 12 box nasi sendirian.

Jadi ingat...

Teman saya menertawakan saya, katanya saya tidak tahu waktu.
Sidang jam 11.00, jam 10.00 masih berkeliaran mencari tukang cukur.
Saya mengacuhkannya, karena saya sudah lega mendapatkan jas, celana, dan dasi untuk sidang.
Tapi ternyata, saya kembali ke kos pukul 10.30.
Kira-kira pukul 10.50 saya beres segalanya dan bergegas ke kampus.
“Kalaulah tidak ada potongan-potongan rambut, tak sudi saya untuk mandi,” bisik saya dalam hati.

SMS tak henti-henti datang dari si X saat itu, menanyakan saya sedang di mana, kok lama sekali.
Katanya, dosen penguji sudah menunggu.

Pukul 11.10 saya tiba di kampus.
Dengan napas tak keruan karena harus berlari menaiki tangga, saya sampai di ruang sidang.

Jadi ingat juga...

Dosen penguji sudah menunggu.
Untungnya, satu dari tiga dosen penguji belum datang.
Dan akhirnya, penguji itu pun datang.

Berhubung saya sidang pertama, saya tidak sadar bahwa dosen penguji harus disuguhi makanan.
Tapi nampaknya si X sudah mempersiapkan segala yang tidak saya persiapkan—khususnya urusan yang saya anggap tidak penting: makanan.
Ternyata penting juga.
Ia menyuguhkannya kepada para dosen penguji saat saya presentasi.

Belum sampai mempresentasikan isi skripsi, bunyi dering SMS yang kencang memecah keseriusan sidang.
Bayangkan suara Gita Gutawa, volume 4 dari Motorola ROKR berdering.
Sangat kencang.
Entah kapan berhenti.

Sesaat saya tersadar, suara itu berasal dari kantong celana saya.
Benar, itu ringtone saya!
Akhirnya saya permisi untuk mematikannya.
Sungguh, dunia akhirat saya malu.
Bajigur tenan yang mengirim SMS saat itu.
Kalau saya bisa mengutuk seseorang, akan saya kutuk pengirim SMS tidak penting itu.
Tapi saya berpikir, ternyata lebih bajigur lagi saya yang tidak mematikan handphone.

Hahaha... semuanya jadi ingat.
Itulah kekurangan saya.
Selalu datang telat.
Bahkan salah satu teman saya pernah bilang dengan yakin:
“Si Yoga tuh kalau nanti nikah, akadnya jam 9, gue yakin jam 8 dia masih tidur...”
Hmm...

7 fakta dari catatan ini:

  1. Dari jam 6 pagi sampai jam 9, saya tidak membuka skripsi. Teman saya begitu serius membacanya bolak-balik. Entah apa yang saya kerjakan.
  2. Kalimat pertama dari dosen penguji:
    “I completely confused with your paper / Saya benar-benar bingung dengan skripsi kamu.”
  3. Kalimat pertama dari dosen pembimbing hari itu:
    “Gak apa-apa, Yoga. Saya paham dengan skripsi kamu.”
  4. Skripsi dengan teori hermeneutika di Jurusan Sastra UIN adalah yang pertama, dan penulisnya adalah Yoga Sudarisman.
  5. Tukang cukur yang beruntung memotong rambut seseorang yang akan sidang skripsi ternyata orang Garut—kota kelahiran saya.
  6. Isi SMS saat saya sedang presentasi:
    “Selamat sidang skripsi, Ga. Semoga sukses selalu. Amin.”
  7. Beberapa hari menjelang pengumuman kelulusan sidang, pikiran saya hanya fokus pada satu hal:
    “Kenapa hape saya tidak dimatikan?!”
    Pikiran itu terus berlanjut sampai saya pergi ke nikahan teman di Cipacing, 8 Maret.
    Oh, hape saya...

Selamat buat adik saya tersayang yang sebentar lagi akan diwisuda. ^^

December 3, 2011


Comments