Sembilan Sembilan
March 31, 2012
Posted by
yogaptek
| Waktu baca:
Satu lagi catatanku menginjak angka 100. Tak sadar suka duka, keluh kesah, resah dan gelisah tertuang dalam catatan-catatan yang sama sekali tidak jelas dan tidak bertujuan. Semuanya aku tulis karena memang aku ingin. Ini catatan yang ke 99. Mungkin tidak semua catatanku bernarasi (menceritakan urutan kejadian, waktu ataupun tokoh). Dari 99, aku bisa pastikan kurang dari 10 catatanku berisi tentang lirik lagu ataupun kisah penuh hikmah modal kopi paste.
Angka 99 menurutku unik. Entah mengapa. Menurutku unik saja kalau dilihat dari bentuknya, hehe. Mungkin angka ini adalah ujung dari rentetan angka digit dua?? Atau mungkin karena angka ini populer dengan jumlah nama-nama baik untuk sang Maha Baik yang otomatis melekat menjadi istimewa di kepalaku?? Entahlah…aku suka dengan angka itu. Bahkan sebelum kejadian yang membuatku tambah kesengsem dengan angka ini. Aku mempunyai cerita istimewa di hari ke-9 bulan ke-9 tahun lalu. Cerita yang sebetulnya menjadi asal muasal lahirnya catatanku yang berjudul 'Proposal' yang aku posting tanggal 12, tepat tiga hari setelah tanggal 9 bulan 9 tahun 2011 yang lalu.
Tanggal 9 bulan 9 (9/9) aku bertemu dengan dia. Dia yang sudah hampir 4 bulan aku kenal lewat jejaring social facebook. Judulnya saja facebook (buku muka). Jadi yang terpampang di buku yaitu mukanya, saja. Namanya Nindia Arundia. Sunda banget, yak? Kalau kalian memperhatikan sebagian nama-nama Sunda, ciri yang paling mencolok adalah ada pengulangan pada tiap namanya, contoh: Lili Sutarli, Ajat Sudrajat, Ana Mulyana, Dadah Zubaedah, sampai Ice Juice. Katanya itulah kebanyakan nama-nama khas orang Sunda. Dan kini aku bertemu dengan Nindia Arundia, sudah dipastikan ini orang Sunda.
Pagi itu, 9/9 sekitar jam 9 harusnya kita bertemu di kampus tempat ia kuliah. Setelah sebelumnya kita berkomunikasi via inbox facebook dan terakhir via telpon. ‘Apakah tidak keberatan kalau kita bertemu?’ Tanyaku. 'Biar tidak penasaran satu sama lain. Mungkin kamu penasaran siapa sebenarnya aku, karena aku begitu penasaran siapa sebenarnya kamu', lanjutku aneh. Di ujung telpon ia menjawab, ‘Tak masalah. Kalau mau bertemu, datang saja ke rumahku.’
Apa??!! Ke rumahnya??. Aku belum pernah datang ke rumah perempuan dengan tujuan yang kurang jelas. Menurutku kasus ini masih samar. Aku siapa, dia siapa dan di bayanganku nanti akan ada seseorang yang bertanya siapa dan mau apakah aku berada di rumahnya. Oh, tidak, aku tidak akan berani datang ke rumahnya untuk pertemuan pertama. Kuajak kembali ia mengobrol ke arah yang lain. Sampai akhirnya aku kembali memastikan bahwasanya kita dapat bertemu, ‘Memangnya kamu gada acara keluar, gituh?’. ‘Ada, aku ke kampus jam 9, mau ngurus-ngurus berkas skripsi.’ Jawabnya. ‘Oh, gitu. Baiklah kita ketemu di kampus saja’ lanjutku sedikit lega.
Jam 9 aku ke kampusnya. Aku tunggu di kampusnya. Aku merasa asing di sana. Waktu terus berjalan. Begitu lama aku menunggu. Kukirim kembali SMS mengabari bahwasannya aku sudah berada di kampus dan bertanya posisi dia ada di mana. Jawabnya tenang: “Aku masih di rumah, masih nyuci…sebentar lagi ke kampus”. Sungguh T-E-R-L-A-L-U, hatiku berbisik. Kutancap gas motorku ke tempat kawanku di daerah pasar Garut. Aku berniat menunggu di sana saja. Setelah ngalor ngidul bergosip dengan kawanku, aku kembali dikabari, dia sudah ada di kampus. Setelah mengambil segenggam air untuk membasahi rambutku yang selalu kering---biar kelihatan oke, aku langsung pamit pulang.
Angka 99 menurutku unik. Entah mengapa. Menurutku unik saja kalau dilihat dari bentuknya, hehe. Mungkin angka ini adalah ujung dari rentetan angka digit dua?? Atau mungkin karena angka ini populer dengan jumlah nama-nama baik untuk sang Maha Baik yang otomatis melekat menjadi istimewa di kepalaku?? Entahlah…aku suka dengan angka itu. Bahkan sebelum kejadian yang membuatku tambah kesengsem dengan angka ini. Aku mempunyai cerita istimewa di hari ke-9 bulan ke-9 tahun lalu. Cerita yang sebetulnya menjadi asal muasal lahirnya catatanku yang berjudul 'Proposal' yang aku posting tanggal 12, tepat tiga hari setelah tanggal 9 bulan 9 tahun 2011 yang lalu.
Tanggal 9 bulan 9 (9/9) aku bertemu dengan dia. Dia yang sudah hampir 4 bulan aku kenal lewat jejaring social facebook. Judulnya saja facebook (buku muka). Jadi yang terpampang di buku yaitu mukanya, saja. Namanya Nindia Arundia. Sunda banget, yak? Kalau kalian memperhatikan sebagian nama-nama Sunda, ciri yang paling mencolok adalah ada pengulangan pada tiap namanya, contoh: Lili Sutarli, Ajat Sudrajat, Ana Mulyana, Dadah Zubaedah, sampai Ice Juice. Katanya itulah kebanyakan nama-nama khas orang Sunda. Dan kini aku bertemu dengan Nindia Arundia, sudah dipastikan ini orang Sunda.
Pagi itu, 9/9 sekitar jam 9 harusnya kita bertemu di kampus tempat ia kuliah. Setelah sebelumnya kita berkomunikasi via inbox facebook dan terakhir via telpon. ‘Apakah tidak keberatan kalau kita bertemu?’ Tanyaku. 'Biar tidak penasaran satu sama lain. Mungkin kamu penasaran siapa sebenarnya aku, karena aku begitu penasaran siapa sebenarnya kamu', lanjutku aneh. Di ujung telpon ia menjawab, ‘Tak masalah. Kalau mau bertemu, datang saja ke rumahku.’
Apa??!! Ke rumahnya??. Aku belum pernah datang ke rumah perempuan dengan tujuan yang kurang jelas. Menurutku kasus ini masih samar. Aku siapa, dia siapa dan di bayanganku nanti akan ada seseorang yang bertanya siapa dan mau apakah aku berada di rumahnya. Oh, tidak, aku tidak akan berani datang ke rumahnya untuk pertemuan pertama. Kuajak kembali ia mengobrol ke arah yang lain. Sampai akhirnya aku kembali memastikan bahwasanya kita dapat bertemu, ‘Memangnya kamu gada acara keluar, gituh?’. ‘Ada, aku ke kampus jam 9, mau ngurus-ngurus berkas skripsi.’ Jawabnya. ‘Oh, gitu. Baiklah kita ketemu di kampus saja’ lanjutku sedikit lega.
Jam 9 aku ke kampusnya. Aku tunggu di kampusnya. Aku merasa asing di sana. Waktu terus berjalan. Begitu lama aku menunggu. Kukirim kembali SMS mengabari bahwasannya aku sudah berada di kampus dan bertanya posisi dia ada di mana. Jawabnya tenang: “Aku masih di rumah, masih nyuci…sebentar lagi ke kampus”. Sungguh T-E-R-L-A-L-U, hatiku berbisik. Kutancap gas motorku ke tempat kawanku di daerah pasar Garut. Aku berniat menunggu di sana saja. Setelah ngalor ngidul bergosip dengan kawanku, aku kembali dikabari, dia sudah ada di kampus. Setelah mengambil segenggam air untuk membasahi rambutku yang selalu kering---biar kelihatan oke, aku langsung pamit pulang.
Kurang dari 15 menit aku sudah berada kembali di kampus itu. Kampus yang sudah aku sambangi bahkan sampai mengelilinginya hampir satu jam lebih. Akhirnya kita pun bertemu di gerbang pintu masuk. Nampak sekilas dia seperti warga keturunan, maklum matanya sipit, dan kulitnya pun terlihat putih cerah. Entah mungkin karena ia mengenakan jilbab putih. Dia cantik. Sedikit berbeda dengan foto muka yang terpampang di buku muka, menurutku.
Aku berkenalan dengannya. Ia menjulurkan tanganya terlebih dahulu, kita bersalaman. Aku begitu yakin perempuan ini orangnya ceria dan ramai. Tidak terlalu waspada untuk berkenalan dengan orang asing. Mungkin menurutnya aku tidak asing, puluhan status facebookku ia like. Belasan di antaranya ia komentari. Aku adalah Yoga Sudarisman, teman dari salah satu temannya di kampus, aku mungkin bukan orang asing baginya.
Lumayan lama kita bercerita. Ternyata benar, dia begitu ceria dan keturunan tionghoa Garut. Setelah bercerita ngobrol seputar kampus dan menguraikan sebagian isi Curriculum Vitae masing-masing, tak terasa waktu sudah mendekati zuhur. Kita harus mengakhiri percakapan karena aku harus pergi jum’atan. Kita sudah berkenalan. Ia tahu aku dan aku tahu dia, walaupun belum terlalu mendalam. Tapi setidaknya masing-masing dari kita tahu bahwasannya aku ganteng dan dia cantik. Katanya aku ramah dan menurutku ia baik. Kataku ia sopan dan menurutnya aku santun. Seperti itulah kalimat yang muncul beriringan setelah pertemuan pagi 9/9. Entah apa yang terjadi setelah itu…hingga akhirnya aku menuliskan note sambungan dari ini, note yang kuberi judul 'Proposal'.
Jum’at minggu kemarin dan kebetulan tepat bertanggal 9, enam bulan sudah aku mengenalnya, dan dia pun sudah mengenalku, menjalani proses yang lebih mendalam dari sebelumnya… kita menjalin sebuah ikatan.
Aku berkenalan dengannya. Ia menjulurkan tanganya terlebih dahulu, kita bersalaman. Aku begitu yakin perempuan ini orangnya ceria dan ramai. Tidak terlalu waspada untuk berkenalan dengan orang asing. Mungkin menurutnya aku tidak asing, puluhan status facebookku ia like. Belasan di antaranya ia komentari. Aku adalah Yoga Sudarisman, teman dari salah satu temannya di kampus, aku mungkin bukan orang asing baginya.
Lumayan lama kita bercerita. Ternyata benar, dia begitu ceria dan keturunan tionghoa Garut. Setelah bercerita ngobrol seputar kampus dan menguraikan sebagian isi Curriculum Vitae masing-masing, tak terasa waktu sudah mendekati zuhur. Kita harus mengakhiri percakapan karena aku harus pergi jum’atan. Kita sudah berkenalan. Ia tahu aku dan aku tahu dia, walaupun belum terlalu mendalam. Tapi setidaknya masing-masing dari kita tahu bahwasannya aku ganteng dan dia cantik. Katanya aku ramah dan menurutku ia baik. Kataku ia sopan dan menurutnya aku santun. Seperti itulah kalimat yang muncul beriringan setelah pertemuan pagi 9/9. Entah apa yang terjadi setelah itu…hingga akhirnya aku menuliskan note sambungan dari ini, note yang kuberi judul 'Proposal'.
Jum’at minggu kemarin dan kebetulan tepat bertanggal 9, enam bulan sudah aku mengenalnya, dan dia pun sudah mengenalku, menjalani proses yang lebih mendalam dari sebelumnya… kita menjalin sebuah ikatan.
Blog Garut Nindia
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 comments:
Post a Comment