Cahaya Hati: Bahaya Pujian

Baru-baru ini, saya mendapatkan tautan ceramah terbaru dari Ustaz Abdullah Gymnastiar. Alhamdulillah, bagi jiwa yang sedang kerontang, ceramah ini terasa sangat menyegarkan. Dalam rangkaian kegiatan tulis-menulis ini, terbesit dalam benak saya untuk mencatat beberapa tema yang mudah dipahami. Semoga isi ceramah tersebut menambah ilmu dalam menggapai rida Allah SWT—khususnya bagi sang penceramah, untuk saya pribadi, dan umumnya bagi kita semua yang membacanya. Aamiin.

Tema pertama dalam catatan ini adalah tentang Bahaya Pujian.
Semoga inti dari ceramahnya tetap utuh dalam tulisan ini.

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Pujian itu lezat, sekaligus memabukkan.
Layaknya minuman keras yang dapat membuat tingkah dan pikiran menjadi tidak normal, orang yang mabuk pujian pun bisa kehilangan kendali.
Otak menjadi kacau karena dipenuhi pikiran tentang bagaimana cara mendapatkan pujian.
Memilih pakaian dengan harapan dipuji, berzikir lama agar terlihat saleh, dan berbagai tindakan lain yang berakar dari keinginan untuk dipuji.
Dari sini, penyakit hati mulai bermunculan: kita menjadi munafik, kehilangan jati diri, bahkan lupa akan kesalahan sendiri.

Rasulullah SAW menganjurkan untuk menaburkan pasir kepada orang yang senang memuji secara berlebihan.
Tentu kita tidak perlu membawa pasir ke mana-mana.
Namun, yang perlu diingat dalam proses puji-memuji adalah:

  • Kita dipuji bukan karena kelebihan kita, melainkan karena Allah menutup kekurangan dan aib kita.
  • Allah menggerakkan hati orang yang memuji kita sebagai ujian keikhlasan. Apakah kita benar-benar ikhlas dalam beribadah dan bermuamalah?

Hal yang dapat membantu kita tetap ikhlas adalah dengan banyak tafakur dan bersyukur karena Allah masih menutupi aib kita.
Bayangkan jika Allah membuka semua aib kita—naudzubillah.

Mudah bagi Allah untuk menjatuhkan kita hanya dengan membuka satu aib kecil.
Sekalipun seluruh jin dan manusia bersatu untuk mengangkat derajat kita, jika Allah tidak rida, maka derajat itu tidak akan terangkat.
Oleh karena itu, agar tetap berada di jalur keikhlasan, kaitkan semua pujian dengan nama Allah melalui kalimat:
Alhamdulillah—Segala puji hanya bagi Allah.

Dengan kalimat itu, semua pujian kembali kepada-Nya.
Kita tidak mengambil bagian sedikit pun dari pujian tersebut.
Dan kalimat itu, insya Allah, akan membantu kita untuk tidak menjadi sombong.

Jangan ingin dipuji, jangan takut dicaci.
Jangan ingin dipuja, jangan takut dicerca.
Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang riya—yang mabuk oleh pujian manusia.

Aamiin.