Untuk Kalian Wahai Pemuda, Duhai Pemudi

... udara dingin menyelimuti mereka. Tak heran, mereka memang tinggal di kota yang terletak di kawasan pegunungan. Terlebih setelah hampir tiga bulan tidak turun hujan, angin kemarau kian gemar kesana kemari berlarian di sekitaran kota. Sekarang ini adalah saat-saat terakhir muda-mudi itu mendapatkan ilmu dari Pesantren Kilat. Bukan berarti menjadi hari terakhir dalam menuntut ilmu dan bukan pula menjadi saat terakhir bagi mereka untuk sedikit mengamalkan apa yang sudah dimiliki.
Setelah salat Isya, mereka bersiap untuk membereskan segala perlengkapan acara perpisahan. Mereka biasa menyebutnya dengan malam muhasabah (introspeksi). Agar tetap melekat suasana muhasabahnya, acara tersebut dilaksanakan di Sekolah Dasar yang cukup jauh terpisah dari perkampungan. Muda-mudi itu berjalan menuju SD tersebut. Suasana masih hening karena sebagian besar warga kampung masih melaksanakan salat Tarawih. Mereka berniat salat Tarawih nanti malam di lokasi SD. Gerbang sekolah mulai dibuka, mereka menyalakan lampu satu persatu yang sudah dicek siang sebelumnya. Mereka pun mulai masuk kelas yang sudah kelihatan tertata rapi. Tak pikir panjang, mereka yang berstatuskan sebagai panitia langsung menggeser bangku-bangku sesuai jumlah kelompok peserta. Memang cukup banyak para peserta yang menuntut ilmu di pesantren kilat ini.  Tak lupa mereka pun menyiapkan satu meja untuk pemateri malam itu.

                                                                              ***

Di lain tempat, seorang pemuda masih cemas dengan pekerjaannya yang belum rampung. Terlihat beberapa slide masih kosong, dan bahkan dikosongkan. Rencananya slide tersebut akan menjadi isi dari materi yang akan dipaparkan pada mereka yang sudah mengundangnya. Jam di kamar sudah menunjukkan pukul 19.30, ia pun berniat untuk salat tarawih nanti malam bersama panitia. Dengan meminta izin sebentar kepada seorang sahabat yang menjemputnya, tepat pukul 19.55 ia bergegas memasukkan laptop ke dalam tas hitamnya, Laa haulaa wa laa quwwata illa billah sambil berbisik ia mengucapkan kalimat penuh kesaktian. Ia pun meninggalkan rumahnya untuk pergi ke Sekolah Dasar tempat di mana materi itu akan disampaikan.

Terlihat lampu-lampu di SD sudah terang menyala, riuh bisik suara anak-anak SMA pun sudah mulai terdengar. Tak lama pemuda tersebut disambut oleh para panitia yang sudah menanti kedatangannya. Para panitia pun mengantar sang pemuda ke dalam ruangan tempat acara akan digelar. Layar proyektor sudah terang menembak dinding SD yang bocok-bocok. Ia pun mengeluarkan laptopnya sesaat setelah ditinggal para panitia keluar ruangan. Layar laptop sudah terhubung ke proyektor. Tampaklah slide sederhana dengan tulisan: Syubbanul Yaum Rijaalul Ghad, wa Banaatul Yaum, Ummahatul Ghad. Ia pun melihat kepada para peserta yang saling berbisik, entah heran atau penasaran dengan judul yang tertera di tembok dari lampu sorot proyektor.

"Ehem...Assalamu'alaikum", ia pun mulai memecah kegaduhan dengan ucapan salam. Segera para pesera menjawab salam dengan kompak. Dengan mic di tangan, ia memperkenalkan diri tanpa basa basi dan langsung bertanya dengan lantang apa definisi dari judul yang tertera pada layar tersebut. Para peserta saling bertatapan. Terlihat ada yang cuek bermain dengan alat tulisnya. Di ruangan sebelah pun para panitia dengan sembunyi-sembunyi melihat apa sebenarnya yang pemateri sedang tanyakan. Mereka pun saling mengerutkan kening: tidak tahu.

Dengan suara lantang ia menjelaskan arti dari kalimat tersebut, Pemuda Hari Ini, adalah Lelaki (bapak) di masa yang akan datang, dan para pemudi hari ini, adalah Perempuan (ibu) di masa yang akan datang. Para peserta pun langsung mencatat apa yang disampaikan pemateri pada malam itu. Tak ada yang salah dengan judulnya memang, karena para panitia sebelumnya sudah meminta kepada pemuda tersebut untuk menjelaskan tentang pentingnya "Menggunakan Masa Muda".

Sebelum sampai pada isi materi, sang pemuda bertanya kepada para peserta "apakah di antara kalian sudah ada yang memulai bisnis? atau sudah bisa mencari uang sendiri??" sebagian para peserta mengacungkan tangannya. Lagi, pemateri tersebut mengajukan pertanyaan kedua "apakah di antara kalian sudah ada yang pernah digebuki massa? atau minimal pernah didatangi orang asing karena kenakalan kalian?" para peserta kembali riuh dibarengi gelak tawa, dan serentak menjawab tidak.
"Bagus, Oke, dari segi muammalah (sosial) kalian sudah pantas diacungi jempol. Ada di antara kalian yang sudah bisa menghasilkan uang sendiri walaupun sebagiannya belum mampu, tapi tidak apa. Yang terpenting adalah kalian tidak pernah digebuki oleh warga kampung." ucap sang pemuda dengan senyuman khasnya, sambil memindahkan slide dari judul ke dalam isi materi.

"Itu dari segi muammalah, kalian lebih pandai soal itu, soal bersosialiasi, soal mencari uang. Sekarang kita lihat keuntungan yang didapat dari status kalian sebagai muda-mudi dalam agama kalian, dalam urusan ibadah! Agama ternyata menyediakan beberapa kenyamanan bagi kalian wahai pemuda, duhai pemudi, kenyamanan langsung dari Allah SWT sebagai Tuhan yang telah menciptakan kesempatan masa muda" papar sang pemateri yang mencoba mengembalikan nuansa Ramadan pada pertemuan itu.

Di slide kini terlihat tulisan dengan judul: Tujuh golongan yang mendapat naungan di hari di mana tidak ada lagi naungan selain naungan tersebut, yakni naungan Allah SWT. Lengkap dengan ke-7 poinnya. "Baik adik-adik, yang berhubungan dengan kesempatan masa muda dari ke-7 golongan di sini, nomor berapa saja?" pemateri bertanya dengan mendekat ke layar sorot. "Nomor duaaa!!" sebagian dari mereka menjawab dengan percaya diri.
"Ya, betul...dengan nomor tiga juga. Kedua nomor tersebut yang kelihatannya mudah dilakukan, tetapi karena masa muda, jadi mungkin akan susah. Baik ini dia tujuh golongan yang akan nyaman adem mendapatkan naungan di hari di mana tidak ada lagi naungan kecuali naungan Allah, hari di padang mahsyar yak yang dimaksud,:

  1. Pemimpin yang adil.
  2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.
  3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
  4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali  karena Allah.
  5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
  6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
  7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
    (HR. Al-Bukhari)

Setelah dengan tertib menjelaskan satu persatu golongan yang dimaksud, para peserta pun ada yang masih mencatat keterangan hadits tersebut. Ada juga yang mulai menguap karena kantuk. Tetapi ada yang sudah mulai mengangkat tangan ingin bertanya. Pertanyaannya sedikit keluar dari topik pembicaraan, pemudi dengan kerudung pink bertanya tentang golongan di nomor empat. "Apakah golongan tersebut adalah mereka yang pacaran, pak?" sambil senyum tersipu ia bertanya.

Pemateri pun dengan tanpa persiapan dan mencoba untuk menjelaskan sejelas-jelasnya sambil berfikir, kembali mencoba menyerahkan pertanyaan kepada semua peserta, "Ayo, ada yang tau, apakah ini tentang mereka yang pacaran?? yang jadian atau putusnya karena Allah?? Bagus yak pertanyaanya..." ucap pemateri sambil meminum air susu yang sudah disiapkan oleh panitia. Dengan sedikit batuk menghilangkan serak pada suaranya, ia mencoba lantang sambil berucap: "Ini bukan tentang golongan orang yang pacaran, bisa jadi saya dengan kamu saling mengasihi tanpa dendam, saling membantu dengan kasih, saling bersilaturahmi dengan ikhlas" ucap sang pemateri sambil menunjuk lelaki pemuda dari kalangan peserta. "Jadi bukan berarti pasangan lawan jenis, tetapi dengan saudara, adik, atau kakak pun bisa saling mencintai karena Allah dan berpisah pun ikhlas karena Allah...bukan karena permusuhan, atau dendam atau mungkin naudzubillah karena harta, wallahu 'a'lam bishowaab" sambung pemateri mencoba menjelaskan.

Suasana kelas kembali hening. Sebagian di antara mereka duduk merunduk terkantuk-kantuk. Sebagiannya lagi bermain dengan teman di sampingnya. Angin kemarau sudah mulai berlarian riang di halaman sekolah. Meniup pepohonan yang berjejer berdiri di beberapa sudut lapangan sekolah. Sudah hampir satu jam pemateri menjelaskan dua poin dari keistimewaan pemuda yang mengabdikan diri melawan hawa nafsu dan fasilitas gratis naungan dari Allah di hari kiamat kelak. Pemateri tersebut dengan lantang berucap menutup pertemuan dengan: "Pergunakan masa muda kalian dengan baik, Demi Allah masa muda tidak akan kembali lagi!"

Setelah sang pemateri menutup acara dan keluar dari ruang kelas, para panitia pun mulai masuk dan memberitahukan bahwa acara selanjutnya adalah makan malam untuk sahur. Serentak para peserta bersorak semangat...
Back to top