Cinta

Judul yang aneh. Tapi selalu diperbincangkan. Entah untuk orang yang masih hidup, ataupun yang sudah meninggal. Tapi cinta inilah yang sangat pantas dihadirkan dalam setiap kondisi manis ataupun pahit.

Sore ini misalkan, seseorang yang menawan telah kehilangan ayahnya. Ia menangis. Tak tahu harus bagaimana. Tidak sadar bahwa semua ini perihal cinta.
Cinta Tuhan pada hambaNya yang belum pulang. Kini harus dipulangkan. Atau cinta orang tua pada anaknya sekalipun sudah meninggal.
Tapi Sri, belum sepenuhnya mengerti tentang cinta ini. Sudah beberapa hari Sri menangisi kepulangan ayahnya ke haribaan sang Pemilik nyawa. Sri masih memikirkan kondisi terakhir ayahnya.

Malam itu...
Pak Jarot sedang sehat. Ceria sekali romannya. Makannya pun lahap. Ini pertanda baik. Sebelumnya dan bahkan sampai tadi Magrib pun, pak Jarot tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah 4 bulan dia berbaring tak berdaya diasuh kanker ginjal. Malam ini dia begitu bugar. Beberapa anggota keluarga terutama anaknya, Sri, tidak terima dengan kondisi ini. Sehat mendadak dalam sakit parah itu pertanda buruk. Setidaknya itu kabar yang sering ia dengar. Ini seperti kondisi perpisahan.

Dalam pandangan pak Jarot, lain Sri, lain Ramlan. Anak laki-lakinya itu justru senang. Ia dan keluarga kecilnya rela datang dan bermalam di kampung tempat ia dibesarkan, Cirote. Sekadar gosip, istri Ramlan, orang kota, tidak akur dengan pak Jarot. Dahlia dinilai terlalu ekstrim dalam beragama. Ia mengajak Ramlan juga anak-anaknya untuk beragama dengan gaya menegangkan. Suasana malam itu sungguh sangat tidak biasa.

"Kita harus bersyukur Ayah sudah lahap makannya. Sepertinya saya, Dahlia dan anak-anak tidak akan bermalam. Melihat kondisi ayah malam ini, saya sudah tenang". Ucap Ramlan di tengah malam. Anak-anaknya sudah lelap tidur. Biasanya Ramlan akan menggendong dua anak perempuannya ke mobil.

"Iya, Ramlan. Ayah sudah sehat. Dahlia terima kasih, ya". Pak Jarot merespon dengan bahagia.

Sri tidak menanggapi. 

Tumben juga pak Jarot begitu baik pada Dahlia malam itu.
Bagaimana mungkin Pak Jarot akan melarang Ramlan pulang ke kota. Nanti malah terjadi cekcok lagi dengan Dahlia. Dulu pak Jarot pernah berdebat dengan Dahlia tentang cadar yang dipakai Dahlia. Pak Jarot tidak setuju, namun Dahlia punya dalil kuat tentangnya. Pak Jarot mulai sakit-sakitan juga sepertinya karena Dahlia yang selalu memiliki perbedaan dengan tradisi keluarga. Itu sempat disampaikan Sri pada Ramlan. 

Sri selalu bebas berbicara dengan Ramlan. Usia mereka hanya terpaut 2 tahun. Ramlan sudah menikah di usia sangat muda sedang Sri masih betah mengurus pak Jarot. Ibu mereka sudah meninggal saat mereka masih berada di SMP. Pak Jarot tidak ingin menikah lagi. Ia lebih suka mengasuh kedua anaknya sendirian. Memberikan makanan yang layak, pendidikan yang layak dan ajaran agama yang layak. Bagi pak Jarot, agamalah yang paling penting.

Sri masih menangis. Pak Jarot  meninggal jam 3 malam. Sri pun langsung izin ke ayahnya untuk tidur di kamar Sri sendiri. Lelah dengan semua ini. Tidak mau lagi mendengar cerita ayahnya tentang Ramlan dan Dahlia yang bisa jadi membuat pak Jarot terus memikirkan mereka. Jam 3, Sri terbangun sesaat setelah pak Jarot berteriak mendadak. Teriakannya tidak lama. Sri segera berlari ke kamar ayahnya dan menghampiri pak Jarot. Sri terdiam. Ayahnya sudah meninggal. Menangis cukup lama. Ia berdua dengan jenazah pak Jarot. Setelah sekitar setengah jam, Sri langsung mengabari setiap tetangga.

Tidak seperti wanita lainnya yang mungkin akan tak sadarkan diri, Sri terbilang cukup kuat menghadapi kenyataan pahit.

Pagi-pagi warga kampung Cirote sibuk mengurusi jenazah pak Jarot. Tidak sampai siang, jam 9 pagi, pak Jarot sudah dimakamkan. Bahkan Sri juga ikut ke pemakaman.
Kini para pelayat datang ke rumah pak Jarot. Sri masih menangis di kamar. 

Hari berganti. 

Sudah beberapa hari Sri menangisi kepulangan ayahnya ke haribaan sang Pemilik nyawa. Sri masih memikirkan kondisi terakhir ayahnya.

Sebelum Sri masuk ke kamar untuk tidur, pak Jarot memintanya untuk mendengarkan cerita singkatnya. Pertama, pak Jarot sudah bilang kalau ia akan meninggal sebelum Subuh. Sri terdiam. Sesekali ia bilang "Ayah jangan sok tahu" tapi pak Jarot memintanya untuk tetap mendengarkan. Sri tidak terganggu dengan ucapan ayahnya. 4 bulan melihat ayahnya terbaring sakit itu bagi Sri lebih menyakitkan daripada mendengar akan meninggal sebelum Subuh.
Kedua, bahwa kalau pak Jarot meninggal, tolong selesaikan warisan sesuai al-Quran. Warga kampung Cirote tahu benar siapa orang kaya setelah pak kades kalau bukan Jarot bin Somad.

Dan yang ketiga, yang membuat Sri tak bisa tidur, menangis siang dan malam yakni tentang kondisi terakhir ayahnya yang sudah bisa menerima Ramlan dan Dahlia dengan baik justru di saat-saat terakhir ayahnya hidup. Ini tanda dilematis. Apakah ayahnya sudah memaafkan Ramlan, Dahlia dan anak-anaknya yang meninggal dalam kecelakaan mobil satu tahun lalu sampai-sampai ayahnya berhalusinasi berbicara dengan Ramlan, atau memang ini tanda buruk. Ayahnya terus memikirkan Ramlan dan Dahlia yang membuatnya sakit.

Semoga itu satu pertanda baik. Ramlan dan Dahlia sudah memaafkan dari surga sana.

"Allohummagh firlahum war hamhum wa'fuanhum..." 

Semoga Sri mampu memecahkan setiap kode cinta di dunia ini.

0 comments:

Post a Comment

Back to top