Lumpuh Jaya
Bandung akan menjadi kota baru dalam sejarah hidup. Aku memilih daerah Jatihandap untuk tempat tinggal sementara. Banyak sebetulnya kos-kosan daerah Bandung Timur. Namun, aku mencari tempat yang menyediakan toilet duduk, bukan jongkok. Itu seperti mencari siaran televisi yang bersih gambarnya di daerah Cicaheum ke atas ini. Lumayan sulit. Akhirnya kos-kosan 3 kali 6 meter pun dapat dari aplikasi HP. Harga langit pun akhirnya harus dibayar per-tiga bulan. Tak masalah.
Udara pagi ini sangat sejuk. Selimut yang menjadi musuh tadi malam kini bersahabat, berdamai dengan 16 derajat selsius. Tidak heran hujan turun dari mulai dini hari. Awan hitam melingkar menggelayut betah di atas langit dari kemarin sore. Malam hari begitu panas, dan dibayar lunas hujan jam 1 pagi tadi. Tak terbayang perjalanan pertama di hari Senin bertemankan hujan. Bandung tercatat kota ketiga setelah Jakarta dan Surabaya juara dalam hal macet. Bagi pemerintah daerah ataupun pusat, kemacetan menjadi hal paradoks. Kemacetan menjadi tanda kemajuan suatu daerah dan mundurnya suatu daerah. Sama seperti berita buruk yang aku tonton pagi ini. Berita buruk itu adalah berita baik. Semua artis tahu slogan ini. Tapi tetap saja, asalkan artis masuk televisi dengan berita apapun, mereka sepertinya akan senang. Pamor seorang artis memang diukur dari seberapa sering mereka muncul di televisi. Berita buruk juga akhirnya menjadi dewi fortuna bagi sebagian artis. Kehidupannya jadi sorotan, sosoknya mudah dikenal, dan cring jadilah uang.
Berbeda dengan diriku...
Ini hari pertama bekerja di Bandung. Hanya toko elektronik daerah Ujung Berung yang bisa menerimaku bekerja. Aku lulusan SMA. Semoga tempat ini bisa menghasilkan rizki yang banyak. Tidak seperti di toko sebelumnya di kampung halaman, Bekasi. Aku dianggap tidak mampu dalam bekerja walau hanya sebagai kasir. Tidak apa-apa, hidup memang keras. Lagi pula orang tuaku mendukung apapun yang aku kerjakan.
Baiklah sekarang sudah jam 6 pagi. Saatnya berangkat. Kalau dilihat dari map, sekitar 10 menit ke arah Ujung Berung dari Jatihandap. Mudah-mudahan saja benar. Tidak macet. Mesin motor sudah menyala 15 menit yang lalu. Aku menaiki motor kesayanganku. Sumber segala rezeki. Warga sekitar kosan begitu ramah. Mereka selalu tersenyum. Bahkan ada yang hormat. Lebay.
Aduh, keluar dari jalan Jatihandap sudah merayap macet. Terlihat dari kejauhan jalan raya sudah diberlakukan contra-flow. Motor-motor yang menuju pusat kota Bandung boleh memakai lajur kanan dari pembatas jalan. Arah Bandung Timur dibagi 2. Pertanda ini akan memakan waktu lebih dari 10 menit. Bagaimana ceritanya hari pertama kerja harus kesiangan? Daripada memikirkan itu, aku lebih baik memikirkan jalanan Bandung yang macet namun tetap asri. Menuju timur, cahaya matahari silau menyoroti jalan. Tak apa, cahaya ini seolah memberi semangat bagiku yang sedang berjuang.
Beruntung, tidak sampai Cikadut, depan R.S. Hermina, jalanan arah Ujung Berung sudah lancar. Pengendara motor langsung menancap gasnya kencang-kencang. Berbalapan dengan mobil dan juga motor lainnya. Aku tidak berani seperti mereka. Sangat disayangkan hari pertama dilewatkan dengan kebut-kebutan. Tak ku hiraukan suara klakson di belakang. Aku memberikan isyarat 'silakan duluan'. Aku masih melihat kiri dan kanan memperhatikan dengan seksama semua toko di sini. Siapa tahu ada lowongan daerah sini. Dekat dengan kosan. Belum sampai lembaga permasyarakatan Sukamiskin. Ada insiden kecil motor mencium kepala mobil yang baru masuk dari arah Antapani Jabar Sport. Lumayan macet. Sedikit demi sedikit jalanan mulai merayap. Dari spion, aku lihat ke belakang. Ramai sekali. Dan hei..ada plang toko yang tidak terbaca sama sekali olehku. Nama toko di plang begitu aneh. Aku tidak bisa meihatnya dengan jelas. Motorku harus maju di tengah kemacetan. Benakku terus bertanya: benarkah nama tokonya Lumpuh Jaya?
Perjalananku kini mulai terganggu. Aku terus memikirkan plang toko yang berada di belokkan LP Sukamiskin. Mengapa ada orang yang menamai tokonya dengan nama seperti itu? Apakah memang tidak mau jaya? Ahhh itu benar-benar mengganggu pikiran ini. Benar kata teman, di kota Bandung itu segala ada.
Akhirnya sampai juga di tempat kerja. Kesiangan 10 menit. Rekan-rekan kerja menyapaku. Orang yang mewawancaraiku kemarin juga hadir. Tersenyum menyambut senang. Tidak memarahiku. Mangga, bagi siapapun yang memerlukan barang-barang elektronik semisal TV, HP, Kipas Angin, dan sebagainya, bisa mendatangi toko di samping masjid alun-alun Ujung Berung. Kalimat-kalimat seperti itu yang harus tertanam dalam benak dan spontan keluar saat siapapun memerlukan barang-barang elektronik. Namun entahlah, yang ada dalam benakku sekarang adalah toko Lumpuh Jaya. Aku memikirkan toko itu terus-terusan. Sampai siang ini, aku bertanya pada rekan-rekan kerja di sini tentang toko Lumpuh Jaya, malah tidak ada yang tahu. Atau mungkin tidak sadar.
Siang ini pembeli ke toko kami hanya 3 orang. 1 membeli HP, 2 orang lagi membeli TV Flat. Aku langsung menghitung semuanya. Memang, pekerjaan yang cocok bagiku adalah kasir. Tapi mungkin, aku bisa mendapatkan posisi kerja yang berbeda kalau aku berkunjung ke toko Lumpuh Jaya. Toko apakah itu? Tak sabar rasanya aku ingin segera pulang melihat kembali plang toko itu. Penasaran dengan si pemilik toko. Penasaran dengan para penjaga toko. Dan tentu saja, penasaran berjualan apakah tokoh itu.
Ah, aku kepikiran memakai google satellite saja. Pasti di sana ada foto-foto toko. Mungkin aku bisa menemukan kebenaran toko Lumpuh Jaya.
"Gus, pak Dayat pengen ketemu, tuh?" seorang rekan kerja memberitahuku. Aku tutup HPku.
"Eh, di lantai atas, ya?" tanyaku.
"Engga, lah. Pak Dayat orangnya pengertian...doi nunggu di ruang istirahat".
***
Saatnya pulang. Aku bergegas menyalakan kembali motorku. Mencari toko Lumpuh Jaya di google satellite akhirnya tidak jadi. Sekarang saja aku akan pastikan. Mungkin toko itu akan membawa keberuntungan lain bagiku di kota Bandung. Rekan kerja pun sudah satu persatu pulang.
"Gus, keren banget lah motornya..." seseorang mengagetkanku dari belakang.
"Eh, Anita. Iya nih, hasil modif..." jawabku.
Anita tersenyum.
"Oke lah. Duluan ya, Gus...hati-hati, lho, fokus di jalan. Jangan mikirin terus toko Lumpuh Jaya"
"Hahaha..." Aku tertawa. Ternyata Anita lebih pengertian dibanding pak Dayat. Anita tahu betul sedari tadi aku ribet bertanya tentang toko itu.
Ya, pak Dayat juga pengertian. Pak Dayat adalah teman dekat bapakku. Bapakku sudah menitipkan aku di kota Bandung untuk bisa membantu toko elektronik pak Dayat ini. Dengan kondisi seperti ini, mungkin aku tidak canggung lagi bertemu dengan orang-orang baru di kota Bandung. Termasuk warga di Jatihandap juga, begitu sangat ramah. Motor modifan untuk difabel, toko elektronik yang nyaman untuk pengguna kursi roda sepertiku, ini sudahlah cukup.
Aku bergegas pulang. Benarkah ada toko Lumpuh Jaya?
cerpen
0 comments:
Post a Comment