Tidak Ada Kata Terlambat
July 04, 2020
Posted by
yogaptek
| Waktu baca:
Setelah mendengarkan cerita-cerita sebelumnya, sekarang kita loncat ke cerita selanjutnya.
Cerita ini bermula dari pertanyaan sederhana saat bermacet-macet di tol Cikampek 3 - 4 tahun ke belakang. “Mengapa harus ada pembangunan terus menerus? Tol ini sudah cukup. Mengapa harus ada tol layang segala?” Respon penumpang beragam. Ada yang menilai ini sebuah tanda kemajuan dari satu negara. Ada yang merespon ini bukan untuk kita. Ini untuk warga lain. Kita hanya dijadikan pekerja saja. Ada juga yang merespon biar kelihatan gaya. Dan ada yang paling parah, merespon sambil mengatakan semua ini untuk dirusak nantinya.
Krik~krik~...
Tibalah pagi ini. Pertanyaan itu sepertinya mulai terjawab. Setelah kemarin siang saya memesan kepala vacuum cleaner dari daerah Tangerang via online, dan pagi ini belum sampai jam 10, barang sudah sampai di tangan. Barangnya kecil. Murah. Namun, sulit ditemukan. Barang remeh ini sungguh, demi Tuhan, sangat berarti ada di rumah kami.
Sulit dibayangkan...saat ada orang yang memesan barang lebih dari harga kepala VC saya, katakan, membeli LED TV 64 inch, atau membeli laptop keluaran terbaru misalnya, dan saat yang ditunggu, tidak pernah sampai, atau sulit melacak barang tersebut sudah sampai mana dan mana. Tentunya ini akan sangat mengganggu pola makan, pola tidur dan pola pikir saat perjalanan barang yang kita pesan, tersendat di sana dan di sini. Perkembangan teknologi yang memaksa kita untuk bertindak cepat harus ditemani juga dengan akses fisik yang memadai. Jangan sampai ada smartphone laris masuk hutan kalau di hutan tersebut tidak dipasang tiang sinyal. Jangan pernah terpikir untuk menggunakan smartphone kalau pola pikir masih jumud. Katakan kaya dan miskin adalah pengkelasan purba yang sudah terjadi ribuan tahun lalu, dan masih menjadi ketahanan sosial sampai zaman sekarang. Saya kaya, kamu miskin. Atau saya miskin, kamu kaya. Setidaknya itu adalah stigma jumud untuk hidup lebih pesimis.
Oke saya sederhanakan...
Banyak orang di zaman sekarang tiba-tiba menjadi sangat kaya dan tidak sedikit sebagiannya lagi menyangka bahwa kekayaan yang tetangganya, temannya, mantan calon mertuanya, atau siapapun yang tidak pantas kaya, semuanya, SEMUANYA, S-E-M-U-A-N-Y-A yang didapat adalah dari hal mistis, korupsi atau jualan bahasa Arab, Inggris dan Cina yang tidak banyak orang awam pahami. TRAGIS. Itu kebodohan tingkat dewa. Maka dari itu saya ingin sampaikan, detik ini, ada ribuan, bahkan jutaan orang yang terus dan terus berusaha untuk tetap produktif secara digital, tidak kasat mata dan produknya tidak dikirim via kantor pos. Semua produknya dikirim via sinyal, e-mail, toko elektronik, dan sangat cepat. Super duper cepat. Mereka bahkan sempat berpikir, kalau lambat adalah kata yang tidak harus ditemukan. Kita tidak perlu orang-orang lambat. Orang-orang lelet. Begitulah kira-kira saya mendengar jutaan orang produktif yang memanfaatkan cepatnya kemajuan teknologi.
Dan pemerintah, tidak akan pernah mau dibully disebut dengan sebutan sekumpulan orang-orang lambat yang tidak mampu menyediakan fasilitas ini, fasilitas itu. Akhirnya, demi kemajuan teknologi yang lebih cepat dari santet tali gaib, lebih sadis dari penyihir Salem abad 17, pemerintah akhirnya membangun infrastruktur (salah satunya pembangunan tol di mana-mana) untuk mengimbangi kecepatan itu semua.
That’s fair enough. Cukup masuk akal. Setidaknya bagi saya yang tidak terganggu pola makan, tidur dan pikirnya karena barang pesanan yang saya beli sampai begitu cepat. Secepat saya mencari kepala vacuum cleaner langka untuk mesin jadul saya. Secepat saya menyelesaikan transaksi pembayaran di saat saya tidak bisa kemana-mana karena cuaca tidak mendukung.
Oke, itu cerita absurdnya. Terima kasih kalau tidak paham.
Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang masih lelet?? Yang masih berpikir loading lama? Mereka yang marah-marah karena tidak bisa mengejar apapun yang mirisnya ia harus tertinggal dari barang yang tidak pernah ingin ia lepaskan; smartphone. Ia tidak bisa mengendalikan smarthphone nya yang memiliki fitur fast charging. Saat ada satu urusan harus diselesaikan secara cepat, ia tidak tahu harus berbuat apa. Saya beri tahu bahwa semuanya ada di smarthphone anda. Dia terdiam. Sangat lama. Dia tidak bisa berpikir sepintar telepon pintarnya. Hanya ada satu kata yang tidak akan pernah hilang dalam diri orang-orang semacam ini; Marah. Ngamuk. Baeud memboraks. Muka masam yang tahan lama.
Saya akan marah saat saya tidak produktif. Saat semuanya tidak bisa diselesaikan secara cepat. Para senior yang kalah cepat dengan junior akan mudah tersulut amarahnya. Orang tua tidak mau menerima pola pikir anaknya yang kebanyakan mengkonsumsi ilmu pengetahuan via smartphone. Marah karena tidak bisa menjawab puluhan bahkan ratusan pertanyaan MENGAPA dari anaknya yang masih berusia 4 tahun. Dosen yang setengah gila murka pada mahasiswanya karena para mahasiswa mengambil jalan pintas menyerap ilmu dari ratusan jendela digital ketimbang dua buku dari dosennya dengan nomor halaman ngawur di tengahnya ditambah ada tekanan harga jual. Karyawan, tendik, TU yang marah, marah dan marah karena bekerja lambat di saat para konsumen memerlukan akses yang cepat. Para penceramah mencari jawaban hitam berujung konspirasi propaganda menyalahkan satu pihak karena banyak pertanyaan yang diperlukan jawaban cepat.
Sangat tragis. Bak zombie yang terus menerus dilanda kekuatan yang sangat cepat, mereka orang-orang cepat akan menindas memangsa orang-orang lambat agar selevel dengan dirinya. Tanpa marah. Cukup menjadi zombie yang sangat cepat.
Maka dari itu, catatan ini adalah tumpukan dari cerita-cerita yang tidak pernah saya ceritakan sebelumnya. Ini adalah efek domino. Jangan heran. Ini adalah tentang bagaimana anda bekerja. Apakah anda hanya akan bekerja saat ada uang? Atau saat itu semua adalah kewajiban anda? Apakah anda pernah berpikir, dibayar atau tidak, ini adalah kewajiban anda?
Apakah anda hanya akan menolong orang menyebrang saat parkirnya dibayar atau anda bekerja demi kemanusiaan? Dibayar atau tidak, anda adalah satu-satunya yang berseragam oranye mengalungkan peluit demi keselamatan orang banyak. Pernahkah berpikir seperti itu?
Apakah anda hanya akan tetap berpikir lambat, lambat, dan lambat? Marah, marah dan marah seperti semuanya akan terselesaikan dengan amarah?
Buang smartphone anda dan mulailah membangun gua untuk anda hidup menyendiri saat anda tidak bisa berpikir realistis melihat kemajuan zaman.
Think twice!
Blog
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 comments:
Post a Comment