Dialog SaRa
Dialog SaRa adalah singkatan dari dialog antara Sae dan Rama. Sebuah dialog fiksi yang ditulis random untuk mengisi kebahagiaan saat Sae, anak pertama kami, lahir. Dalam kumpulan tulisan ini, dialog SaRa mendominasi dari dialog-dialog antara Sae dan Ibun, atau monolog Rama dan Sae. Ada sekitar 99 dialog (jangan dihitung) random yang berisi tema keluarga, teman, kehidupan sosial, ekonomi dan tema-tema absurd lainnya. Awalnya, dialog ini ditulis di Facebook lengkap dengan foto-foto perkembangan Sae. Dialog-dialog tersebut akhirnya dikunci dan tidak bisa diakses umum untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dengan foto-foto anak kami. Setelah Birru, anak kedua kami lahir, dialog SaRa tidak pernah lagi ditulis, apalagi setelah anak ketiga lahir. Dialog SaRa beradaptasi menjadi serial Keluarga Sabitra (Sae, Birru, Atra) yang masih terus dan akan terus diupdate. -Yoga Sudarisman-@yogaptek.
Isinya
2. Dialog SaR'i "Hujan"
3. Dialog SaRa "Musim Hujan"
4. Dialog SaRa "Ayam"
5. Dialog SaRa "Timses"
6. Dialog SaRa "Sun-Tree"
7. Monolog Rama "A Life Manual"
8. Dialog SaRa "Hoax"
9. Dialog SaRa "Lingua Franca"
10. Dialog SaRa "Titip Tatap Tutup"
11. Dialog SaRa "Dialog Syariah"
12. Dialog SaRa "Jangan Jumud (Jaju)"
13. Dialog SaRa "Rahasia Ketiga"
14. Dialog SaRa "Rahasia Selanjutnya"
15. Dialog IbRa "Rahasia Pertama"
16. Dialog SaRa "Notulis Sejati"
17. Dialog SaRa "Promosi Dagang"
18. Dialog SaRa "Katarsis"
19. Dialog SaR'i "Kitsch Numbers"
20. Dialog SaRa "Komunitas Baik"
21. Dialog SaRa "Malu"
22. Dialog SaRa "Maaf"
23. Dialog SaRa "Tukang Bercanda"
24. Dialog SaR'i "Cita Rasa"
25. Dialog SaRa "Beda"
26. Dialog SaRa "Alasan"
27. Dialog SaRa "Marah"
28. Dialog SaRa "Sarcil"
29. Dialog SaRa "Self-Plagiarism"
30. Dialog SaRa "Proses Pembacaan"
31. Dialog SaRa "Unfriend"
32. Dialog SaRa "Terpendek"
33. Dialog SaRa "emplad-emplod-unemployed"
34. Dialog SaRa "Ironi Dramatis"
35. Dialog SaRa 3 babak "Terpanjang"
36. Monolog Rama "Sae"
37. Dialog SaRa "Bukan Nabi"
38. Dialog Sadib "Bukan Nabi 2"
39. Monolog Sae "Nyaman"
40. Dialog SaRa "IR 4.0"
41. Dialog SaRa "Calo Informasi"
42. Dialog SaRa "Memori"
43. Dialog SaRa "The Bedebah"
44. Dialog SaRa "Iklan Kampus"
45. Dialog SaRa "San Moral"
46. Dialog SaRa "Hapus Postingan"
47. Dialog SaRa "Jenaka"
48. Dialog SaRa "Kuis Tohor"
49. Dialog SaRa "Stiker"
50. Dialog SaRa "Tentang Negara"
51. Dialog SaRa "Siklus"
52. Dialog SaRa "Back to Nature"
53. Dialog SaRa "Absurd"
54. Dialog SaRa "Mendengarkan yang fokus"
55. Dialog SaRa "Recycle Bin"
56. Dialog SaRa "Bergetar"
57. Dialog SaRa "Risiko"
58. Dialog SaRa "Menikmati Proses"
59. Dialog SaRa "Berita Sengketa"
60. Dialog SaRa "Pilkadal Luber"
61. Dialog SaRa "Drama Disruptif"
62. Dialog SaRa "Komedi"
63. Dialog SaRa "Ssttt"
64. Dialog SaRa "Silaturahmi"
65. Dialog SaRa "Diksi"
66. Dialog SaRa "Idul Fitrah? Atau Fitri?"
67. Dialog SaRa "Akting"
68. Dialog SaRa "Euforia"
69. Dialog SaRa "Detasemen"
70. Dialog SaRa "Penemuan"
71. Dialog SaRa "BB"
72. Dialog SaRa "Ngaco Bersama"
73. Monolog Rama "Just Almost"
74. Dialog SaRa "Luqman"
75. Dialog SaRa "Biasa?"
76. Dialog SaRa "Hijrah"
77. Dialog SaRa "Quote of the Day"
78. Prolog Sae
79. Dialog SaRa "Teroris"
80. Dialog SaRa "Imunisasi Gila Hormat"
81. Dialog SaRa "Confessiong"
82. Dialog SaRa "Dialog"
83. Dialog SaRa "Peramal"
84. Dialog SaRa "Munafik"
85. Dialog SaRa "Petasan Bisik"
86. Dialog SaRa "Syahadat Moyan"
87. Dialog SaRa "Mencari Benci"
88. Dialog SaRa "Beda Alam"
89. Dialog SaRa "Ayun Ambing"
90. Dialog SaRa "Tengah Poe Ereng-erengan"
91. Dialog SaRa "DIY"
92. Dialog SaRa "Pamer Luka"
93. Dialog SaRa "Rumput"
94. Dialog SaRa "Primitif"
95. Dialog SaRa "Lupa diri"
96. Dialog SaRa "First Travel"
97. Dialog SaRa "Safari Politik"
98. Dialog SaRa "Gaya"
99. Dialog SaRa "Demam"
Dialog SaRa "Listrik"
Sae : Rama, sebutkan kebohongan terbesar abad ini?
Rama :
Alasan orang datang terlambat. Orang yang datang terlambat dan mengemukakan
alasannya itu sama seperti sedang menulis karya sastra adiluhung.
Sae : Waw. Apalagi Rama?
Rama : Orang beriman yang mengendarai mobil pasti ramah.
Sae : Itu juga kebohongan terbesar abad ini, Rama?
Rama :
Hanya ada dua pilihan saat mengendarai mobil. Kalau tidak was-was ya
marah-marah. Itu amaliah alamiah tren masa kini.
Sae : Dan dialog ini, ya, tentunya kebohongan terbesar abad ini?
Rama : Hahahaha...betul. Ini judulnya listrik, tapi tidak ada
kaitannya dengan listrik.
Sae : Bukan. Perihal yang mengendarai mobil itu, lho...Rama
sedang berkata boh~...
Rama : Sstttt...Hahahaha...eh ini dialog ke-99, lho.
Dialog SaR'i "Hujan"
Sae : Rama, Rama ada janji akan membuat dialog cara
memperlakukan hujan dengan romantis.
Rama :
Oh, iyaa. Lupa. Tuhan kita itu maha romantis, Nak. Maha ideal. Maha indah. Maka
akan menciptakan segalanya dengan sangat romantis, sangat ideal dan indah tentu
saja. Termasuk hujan.
Sae : Wah...jadi?
Rama :
Ada orang yang saat datang hujan, marah. Ada yang menggerutu. Ada yang melamun.
Ada yang basah ada juga yang kering. Ada yang tersenyum. Ada yang takut. Ada
yang bersiap. Dan sedikit yang sadar bahwa hujan itu sudah tua. Sudah
berpengalaman.
Sae : Maksudnya?
Ibun :
Biar Ibun jelaskan, Nak. Rama terlalu metaforis. Air di planet ini sejak bumi
tercipta sampai kemarin kamu lahir, dan bahkan sampai dialog ini muncul, tetap
sama kadarnya. Tidak berkurang dan tidak bertambah. Per tahunnya, air hujan
yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah tetap.
Tuhan kamu sudah menyampaikan itu pada Q.S. 43:11.
Sae : Ibun serius.
Rama : Sekali.
Sae :
Berarti harusnya tidak ada banjir, tidak ada longsor, tidak ada yang sewot
terciprat air comberan, dong, ya?
Rama : Tidak, ya, Bun? Kalau air diberikan jalan dengan romantis.
Ibun : Halaah...romantis lagi. Air itu hanya perlu jalan, Nak. Mau
Ibun jelaskan sifat air itu bagaimana?
Rama dan Sae : TIDAAAAAKKKK.
Dialog SaRa "Musim Hujan"
Sae :
Rama, saat musim hujan, apa yang harus dipersiapkan orang Indonesia selain
payung?
Rama :
Kesadaran tingkat tinggi, Nak.
Sae :
Maksudnya?
Rama :
Sadar dengan apa yang dilakukan saat kemarau kemarin.
Sae :
Kenapa harus sadarnya di musim hujan, Rama?
Rama :
Saat musim kemarau, banyak yang tidak sadar membangun, membetulkan, menutup,
menebang dan banyak lagi ... dan tibalah musim hujan menyadarkan segalanya.
Jangan seenaknya dong menyalahkan hujan.
Sae : Hujan yang diminta selama kemarau, ya, Rama?
Rama : Betul. Perlakukanlah hujan dengan romantis, Nak.
Sae : Bagaimana cara memperlakukan hujan, Rama?
Rama : Rama jawab pada dialog selanjutnya, ya. Rama mau nyuci motor
dulu.
Dialog SaRa "Ayam"
Rama : Nak, pada dialog ke-96 ini, gantiah, ah. Rama yang nanya.
Sae : Oke. Kalau Sae bisa jawab, Rama.
Rama : Semisalnya, ini semisalnya yak, Nak. Mudah-mudahan tidak
terjadi. Semisalnya ada ayam tetangga yang mengacak-acak halaman rumah kita
juga mencendera ma-tai halaman dengan taburan kompos penuh kasih, apa yang
harus Rama lakukan?
Sae : Hmmm...itu pertanyaan sulit, Rama.
Rama : Ayam-ayam ini diibaratkan, ini diibaratkan, ya, Nak. Mereka
diibaratkan telah disuntik serum mutan dan seolah memahami kalau tempat
bermainnya adalah halaman rumah kita saja. Saja.
Sae : hmmmm...hanya ada satu hal yang bisa Rama lakukan.
Rama : Katakan itu, Nak. Segera, apa yang harus Rama lakukan?!
Sae : Biarkanlah.
Rama : Tapi, Nak...
Sae : Itu hanya ayam, Rama.
Rama : Tapi, Nak...
Sae : Tapi, kan itu semisalnya....itu hanya pikiran Rama saja.
Dialog SaRa "Timses"
Sae : Rama, jelaskan sejarah mengapa foto calon pemimpin kita
rame ditempel di pohon?
Rama : Sejarahnya cukup panjang, Nak. Tapi ini ada kaitan dengan animisme-dinamisme.
Mereka percaya bahwasannya pohon dengan segala kekuatannya mampu menjadi tim
sukses yang tidak perlu diberi mahar.
Sae : Sae paham. Kalau yang ditempel di tiang listrik?
Rama : Sebetulnya tiang listrik tidak masuk dalam sejarah animisme-dinamisme
karena listrik masuk ke Indonesia bisa dibilang baru.
Sae : Jadi tiang listrik yang ditempel foto calon pemimpin itu
sebagai apa, Rama?
Rama : Itu properti prekuel, Nak. Kalau nanti hasil tidak sesuai
harapan, tiang listrik -di beberapa tempat- akan menjadi saksi bisu berubahnya
gejala kejiwaan anak Adam.
Dialog SaRa "Sun-Tree"
Sae : Apakah Rama seorang santri?
Rama : Kalau santri bisa didefinisikan jelas seperti seniman, penyiar
radio, atau antropolog, mungkin Rama bisa menjawab pertanyaan kamu.
Sae : Lah, kok?
Rama : Kalau santri didefinisikan harus mondok di pesantren, belajar
kitab gundul siang malam, menjelaskan kejadian-kejadian konyol di asrama, merasakan
beratnya menyayat sandal jepit demi sebuah pengakuan: ini sandal gue!. Rama
sulit menjawabnya. Dan oh, satu lagi, apalagi kalau santri harus budug. Rama
tidak bisa menjawab pertanyaan kamu.
Sae : Ko bisa? Kata Ibun Rama santri.
Rama : Perkataan itu biasanya jauh lebih mudah dan cepat dari
perbuatan, Nak.
Sae : Ga usah malu Rama kalau Rama belum berbuat banyak untuk
negara ini.
Rama : Rama tidur dulu, ah.
Monolog Rama "A Life Manual"
Kamu sudah punya 4 gigi. Dua di
bawah, dua di atas. Sudah tidak matik lagi kalau kata generasi milenial. Hidup
kamu beranjak manual. Satu hal yang akan membuat Rama bangga adalah kamu mampu
senyum dengan memperlihatkan gigi-gigimu nanti. Itu akan membuatmu lebih
menarik dan manis.
Sebetulnya bukan itu yang ingin Rama
sampaikan, Nak. Dulu Rama teringat kisah seorang nabi yang ditegur Allah, Tuhan
kita, Nak. Tapi itu Rama masih SD. Entah kisah itu benar, entah tidak. Rama
masih kecil, Nak.
Dikisahkan nabi Allah Ibrohim
mendapatkan tamu seorang Majusi datang ke rumahnya bahkan meminta izin untuk
bermalam di rumah Ibrohim. Dengan berat hati, Ibrohim pun menolak menjamunya
dan apalagi memberi izin untuk bermalam di rumahnya kecuali dengan syarat kalau
Majusi tersebut mau memeluk ajaran Ibrohim, sama-sama menyembah Ilahnya
(Mungkin boleh dibaca olehmu sebagai ajaran Islam, Nak).
Tamu tersebut jelas menolak dan
pergi dari rumah Ibrohim. Sesaat setelah itu Ibrohim ditegur Allah:
"Bagaimana bisa engkau mengusir hamba-Ku? Aku saja sudah puluhan tahun
memberinya rizki dan menjamunya dengan berbagai makanan tidak pernah
merendahkannya padahal ia dalam kondisi tidak beriman (kafir) kepada-Ku?"
(Red. Rama).
Ibrohim tidak berpikir panjang,
ia langsung mencari Majusi tersebut dan konon Majusi tersebut berakhir dengan
masuk mengikuti ajaran Ibrohim.
Anakku, sekali lagi entahlah
kisah itu benar atau tidak. Rama lupa. Karena kisah itu Rama dengar saat Rama
sekolah madrasah (SD) dulu. Kalaupun kisah tersebut hoax, demi Allah!, kalau
yang memberi rezeki semua umat manusia itu adalah Tuhannya Ibrohim, Tuhan kita,
Nak. Setiap solat, Rama dan Ibun tidak hanya bersolawat pada Muhammad, tapi
juga pada Ibrohim dan keluarganya. Kami mencintai mereka. Allah juga mencintai
mereka. Allah mencintai semua hamba-Nya.
Apalagi kalau kisah itu bukan
hoax, semoga kisah tersebut sampai pada hatimu, Nak. Hati generasi milenial.
Tolong jangan sampai gigimu terlihat hanya untuk menertawakan orang yang tidak
sama dengan ajaranmu, Nak. Apalagi menertawakan keburukan, kecacatan orang yang
satu ajaran denganmu. Jaga hatimu baik-baik, bersih-bersih. Banyak generasi
milenial mencaci atasan mereka sendiri karena satu atau dua kekurangan. Mereka
lupa kalau atasan mereka sesama jenis dengan mereka, yakni sama-sama berjenis
manusia: Tempat lupa dan dosa. Tempat pahala dan doa.
Generasi milenial itu serba bisa
dan serba tahu (diriwayatkan oleh gadget disohihkan juga oleh gadget). Tapi
ketahuilah, Nak, akan selalu ada kisah yang menarik untuk diambil pesan moral
baiknya, untuk menjadikan planet bumi ini tetap hijau dan adem. Bukan menjadi
api, kompor dan ngegas. Hanya karena atasan mereka tidak fasih berbahasa asing
jangan sampai engkau mengejeknya, Nak. Apalagi aib tersebut dishare ke ratusan
dan jutaan orang oleh gadgetmu.
Bertahun-tahun Rama mengajar
bahasa asing, tidak tertarik sama sekali untuk membully mahasiswa apalagi
menertawakan mereka hanya karena mereka tidak (belum) fasih berbahasa asing.
Rama tidak sanggup kalau Rama harus ditegur dengan dibukanya cacat Rama oleh
Tuhanmu, Nak. Tuhannya Ibrohim.
Anakku. Unjukkan gigimu untuk
perilaku yang manis. Semanis Promina Puffs yang selalu engkau mainkan saat
masuk ke mulutmu. Semanis Tuhanmu menjagamu, memberimu rezeki. Memberi kita
rezeki. Memberi mereka rezeki.
Dialog SaRa "Hoax"
Sae : Rama, apa itu hoax?
Rama : Berita atau cerita, lowstory or history...yang bohong.
Sae : Adakah hoax yang diperbolehkan?
Rama : Saat berperang. Maka kamu boleh menggunakan hoax sebagai
strategi, saat mendamaikan orang yang bermusuhan, gunakan cerita hoax. Dan saat
Rama bilang sama Ibun kalau masakannya memiliki cita rasa Eropa atau Ibun
bilang Rama mirip Cha-Tae-Hyun, itu juga bisa hoax.
Sae : Hanya pada tiga kondisi, Rama?
Rama : Satu lagi. Saat kamu menulis novel, cerpen, drama, naskah film,
bahkan dialog sederhana seperti ini, kamu boleh, eh bukan boleh, harus ada
hoax-nya. Karena pada dasarnya mereka yang pergi ke rak novel di toko buku atau
ngantri gala film di bioskop, mereka
sedang haus dibohongi untuk menjadi kebal.
Sae : Kalau yang tidak suka baca sastra dan nonton film?
Rama : Mereka sulit dibohongi, Nak. Mereka selalu percaya hoax.
Dialog SaRa "Lingua Franca"
Sae : Rama, bagaimana Sae bisa memahami bahasa Rama dan Ibun?
Rama : Tidak usah takut, Nak. Bahasa itu salah satu cara bertahan hidup
manusia. Dan bahasa kita termasuk mudah untuk dipahamai. Lagian kami akan
mengajarkan bahasa yang mudah-mudah. Kamu nanti tidak akan kebingungan dengan
nama teh dalam kotak, teh dalam botol ataupun teh dalam gelas namanya apa. Mie
ada gambar burung dara namanya apa. Burung yang menyerupai unta namanya apa,
burung yang menyerupai hantu namanya apa, burung hantu yang menyerupai mulut
kodok namanya apa...semuanya begitu mudah dipahami.
Sae : Wah mudah sekali, Rama. Kalau peci berwarna putih namanya
apa?
Rama : Peci haji.
Sae : Wah mudah sekali, ya...Sae jadi percaya diri untuk
berbicara.
Rama : Hmmm...
Dialog SaRa "Titip Tatap Tutup"
Sae : Rama, kata Ibun ada titipan, tuh.
Rama : Orang atau barang, Nak?
Sae : Lah, beda, ya Rama?
Rama : Harusnya sama, sih. Tapi biasanya kalau orang yang dititipkan,
jangan sering ditatap apalagi ditutup-tutupi, nanti sakit hati. Harus hati-hati
menjaga yang menitipkan. Karena titipannya bisa ngomong. Atau sebaliknya, harus
hati-hati menjaga hati orang yang dititipkan, karena yang menitipkan bisa
mendengar.
Sae : Kalau barang?
Rama : Kalau barang yang dititipkan, tatap saja, Nak. Takut hilang.
Sae : Hmmmm...Sae itu titipan, ya, Rama?
Rama : Semua orang juga titipan.
Dialog SaRa "Dialog Syariah"
Sae : Rama, istilah syariah itu apa, sih?
Rama : Buka saja KBBI.
Sae :.....Oke.
----------------------------Hari
Berikutnya
Sae : Syariah itu, syariat, Rama.
Rama : Hmmmm.
Sae : Oke. Kalau sosialita itu apa, Rama?
Rama : Buka saja KBBI, Nak.
Sae : Tidak ada, Rama.
Rama : Buka saja wikipedia.
Sae : ...adalah seseorang atau sekelompok orang yang selalu
berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan menghabiskan waktu untuk menghibur
dan dihibur pada acara-acara mode kelas atas.
Rama : Kamu kok, nanya seperti itu, Nak?
Sae : Sae penasaran dengan sosialita syariah. Ada tidak, ya?
Rama : Hmmm...tidak tahu, Nak. Rama harus meneliti lagi. Kalau dialog
syariah, ada.
Dialog SaRa "Jangan Jumud (Jaju)"
Sae : Rama, adakah perihal kecil yang membuat porak poranda
dunia?
Rama : Banyak. Gara-gara Uncle Tom's Cabin, novel karya Harriet Stowe,
seorang wanita kecil yang membuat Amerika Utara dan Selatan perang sipil.
Padahal novel itu fiktif. Amerika baper.
Sae : Apa lagi, Rama?
Rama : Gara-gara perebutan wilayah kekuasaan, ada perang dunia I. Kaya
anak kecil saja. Padahal dengan memberikan wilayah kekuasaan, akan ditambah
lagi rezeki yang lain. Ah, Rama pikir orang saja yang baper, negara juga bisa
baper.
Sae : Apa lagi, Rama?
Rama : Gara-gara editan foto atau editan judul grup, judul petisi,
judul formulir survei, orang jadi murka. Padahal, belajar saja photoshop, video
maker, atau buat akun sosial supaya tidak terlihat seperti manusia pecandu hoax
yang marah-marah gara-gara foto editan, petisi dan survei yang sudah berganti
judul.
Sae : Hmmm, biasa dong, Rama. Ga usah ngegas.
Rama : Rama sedang ngopling, Nak. Dialog ini supaya kita jangan jumud.
Dialog SaRa "Rahasia Ketiga"
Sae : Rama, seberapa pintar orang menjaga rahasia?
Rama : Rahasia itu ada tiga.
Sae : Hah? Apa saja?
Rama : Ada rahasia sangat penting (Top Secret), cukup penting
(Confidential), dan biasa saja (Secret/Protected).
Sae : Wisss...mirip dalam game strategi. Bedanya apa, Rama?
Rama : Top Secret itu amalan baik kita, biarkan jadi rahasia saja. Itu
akan menjadi remunerasi pahala satu saat nanti. Harus disimpan puluhan tahun,
bahkan sampai mati. Terucap saja kalimat "Kalau tidak dibantu
saya..." Maka rahasianya terbongkar, pahalanya hancur berkeping-keping.
Sae : Wooww...kalau contoh yang confidential?
Rama : Kamu akan memilih siapa di bilik suara. Itu rahasia kamu. Sekali
kamu membocorkan rahasiamu dengan kampanye atau mengajak orang lain, maka kalau
tidak malu yang kamu dapat, fanatisme garis keras yang akan mendekapmu.
Sae : Iyyhh. Ngeri. Itu, kan contoh-contoh pada dialog
sebelumnya. Kalau yang Protected seperti apa, Rama?
Rama : Kamu tidak usah memberitahu orang lain yang mereka sendiri belum
tentu mau mendengarkan ceritamu.
Sae : Maksudnya?
Rama : Kamu tidak perlu memberitahu pekerjaanmu saat tidak sedang
bekerja. Kamu tidak perlu memberitahu pengeluaran dan pendapatanmu saat sedang
memberi atau menerima. Kamu sudah punya gigi tapi tidak usah diberitahu sikat
dan pasta gigimu merknya apa. Kamu punya rahasia dan biarkan orang lain juga
punya rahasia. Rahasia itu yang membuat kita tegang, apakah harus dibeberkan
atau tidak, rahasia itu yang membuat jantung terus berdegup. Dan rahasia itu
yang membuat bumi terus berputar.
Sae : Okeh. Sae ngantuk, Rama.
Dialog SaRa "Rahasia Selanjutnya"
Sae : Rama, apa kabar? Lama tak berdialog.
Rama : Alhamdulillah sae walagri, Nak.
Sae : Dilanjut Rama, apa rahasia selanjutnya yang Rama miliki?
Rama : Waduh. Namanya juga rahasia, Nak. Masa dikasih tau.
Sae : Tidak apa-apa Rama. Sae belum bisa ngomong.
Rama : Baiklah. Rahasia lain yang Rama miliki adalah saat menjelang
pilkada, Rama tidak (akan) pernah memberitahu apalagi (amit-amit) harus
mengajak orang lain memilih seperti pilihan Rama, bahkan pada Ibun juga.
Sae : Rama dan Ibun tidak pernah tahu satu sama lain siapa
pilihannya?
Rama : Kamu tidak boleh mengajak apalagi mengejek orang lain untuk sama
dengan pilihanmu, siapa tahu orang lain sudah menemukan kenyamanan dan akhirnya
malah kamu yang terlihat tidak nyaman dengan pilihanmu sendiri. Seolah butuh
teman, gituh.
Sae : Siap. Sae mengerti. Akhirnya sekarang Sae punya rahasia.
Terima kasih, Rama. Mmuach.
Dialog IbRa "Rahasia Pertama"
Ibun : Rama, apakah di antara kita harus ada rahasia?
Rama : Sepertinya harus.
Ibun : Mengapa? Bukankah kita sudah saling kenal?
Rama : Rahasia tidak boleh hilang walaupun sudah saling kenal. Beberapa
orang mengaku kenal Tuhannya dan mereka juga sering mengatakan Tuhan memang
selalu punya rahasia.
Ibun : Itu hanya mengaku-aku, Ibun sudah kenal Rama, kok.
Rama : Rama tidak tega kalau harus membeberkan semua amalan Rama,
terkhusus yang -menurut Rama- baik. Terlebih amalan buruk, sangat rahasia.
Rahasia itu adalah kunci yang membuat kita terus berusaha, berharap dan berdoa.
Sae : Ada apa ini, dialog kok ga ngajak-ngajak?
Ibun : Ini bukan dialog SaRa, ini tidak bercanda, Nak.
Rama : Tidak boleh bercanda, Nak. Mari berdoa untuk Palu dan Donggala.
Semoga diberi kekuatan dan kesabaran maksimal.
Sae : Aamiin.
Dialog SaRa "Notulis Sejati"
Sae : Rama, apa yang dikejar manusia sekarang ini?
Rama : Viral dan Muri.
Sae : Jelaskan dengan contoh, Rama?
Rama : Orang serius bikin martabak sebesar lapangan kasti, memelihara
jenggot sampai kaki, memasak tutut satu peti, kentut bersama dalam periuk,
semuanya demi viral dan muri.
Sae : Apakah itu termasuk ibadah, Rama?
Rama : Ibadah itu dicatat oleh Raqib dan Atid, bukan Viral dan Muri.
Sae : Oh, begitu. Siapakah Raqib dan Atid itu, Rama?
Rama : Notulis sejati, Nak. Btw, ko senyum kamu mantul banget?
Sae : Mantul itu apa, Rama?
Rama : Mantap, betul!!
Dialog SaRa "Promosi Dagang"
Sae : Rama, bagaimana cara membuat proses belajar lebih menarik?
Rama : Dengan multimedia interaktif dan simulasi, Nak.
Sae : Bagaimana caranya?
Rama : Hubungi Rama sekarang juga.
Sae : Waduh, klasik sekali iklannya.
Dialog SaRa "Katarsis"
Sae : Rama, Sae lupa. Sepertinya kita pernah membicarakan hal
yang paling membahayakan di dunia ini?
Rama : Kita pernah membahas itu pada dialog kita "Imunisasi Gila
Hormat" bulan Mei yang lalu.
Sae : Lupa, Rama. Jadi apa yang paling membahayakan itu, Rama?
Rama : Pengultusan, Nak.
Sae : Oh, iya Sae ingat. Kultus. Kultus. Kultus. Sepertinya kasus
pengeroyokan itu disebabkan oleh kultus, ya, Rama?
Rama : Mungkin. Nanti kalau kamu sudah punya media sosial, kamu akan
tahu ada berapa ribu orang yang mengucapkan: "Nuhun, Sib, ah" atau
"Makasih bang Jack", pada waktu yang berlainan.
Sae : Kalau kultus banyak madorotnya, mengapa tidak dibubarkan
saja, Rama?
Rama : Tidak semudah itu, Nak. Ribuan orang itu juga yang akan
mengatakan: "Itu hanya oknum tak bertanggung jawab saja".
Sae : Jadi kita harus bersikap apa?
Rama : Innalillahi wa inna ilaihi rooji'un.
Dialog SaR'i "Kitsch Numbers"
Sae : Rama, let's learn numbers!
Rama : So let's rock n roll...
Sae : You first!
Rama : Oke, then....One!
Sae : Two!
Rama : Three...!!
Sae : Rama, actually I still don't have a clue after two.
Ibun : Belajar, Nak. Three!
Sae : I can't say it.
Rama : It's a piece of cake, Son. Just say.. three. For your good
skill, you better say it. People will see that we are discussing about 'that'
number 1 and 2. It's like a boomerang when you stop counting on 2 or 1.
Sae : I still don't get it, Rama. What is "that"?
Rama : Sooner or later, you will have all eyes and ears. You will know
everything.
Sae : Okey dokey, ...Tea!!
Rama : Four.
Ibun : Hi...five!!
Dialog SaRa "Komunitas Baik"
Sae : Rama, tadi malem denger sesuatu tidak?
Rama : Tidak, Nak. Memangnya ada apa?
Sae : Sepertinya ada yang ramai-ramai di jalan, ngegas tak
beraturan, beberapa kali terdengar bunyi klakson.
Rama : Itu namanya konvoi, Nak.
Sae : Apakah konvoi itu diwajibkan, Rama?
Rama : Pertanyaannya salah, Nak. Apakah konvoi itu mengganggu atau
tidak?
Sae : Nah maksudnya itu, Rama.
Rama : Konvoi tidak mengganggu selama di antara mereka tidak ada yang
berambisi tetap dalam komunitas. Yang tertinggal atau tidak dalam komunitas,
jangan ngegas atau nglakson seenaknya.
Sae : Apakah yang tertinggal masih disebut konvoi, Rama?
Rama : Masih. Konvoi yang tidak mengganggu dan disukai oleh para
malaikat pencatat amal baik. Jalanan itu bukan milik pribadi atau komunitas
tertentu, Nak.
Sae : Ooh. Iya. Menarik, Rama.
Dialog SaRa "Malu"
Sae : Rama, malu itu ada berapa macam, sih?
Rama : Ada tiga, Nak. Malu karena ulah dirimu sendiri, malu karena
dipermalukan orang lain, dan malu karena tukang cukur.
Sae : Bagaimanakah cara menghilangkan malu, Rama?
Rama : Jangan dihilangkan, Nak. Banyak orang kehilangan rasa malunya dan
mereka sulit mencarinya lagi. Tidak ada yang jual, Nak. Malu itu antara takut
dan berani. Malu karena ulah dirimu akan hilang setelah kamu tertidur, biasanya
dua kali tidur malam. Malu karena dipermalukan biasanya akan hilang saat
ngobrol dengan teman dekat atau keluargamu, malu karena tukang cukur biasanya
sampai dua minggu, sampai orang terbiasa dengan penampilan baru kita.
Sae : Mengapa kita harus potong rambut, Rama? Nanti kan, panjang
lagi.
Rama : Iya, itulah sebabnya kita makan, karena kita tahu nanti akan
lapar.
Dialog SaRa "Maaf"
Sae : Rama pernah bilang tentang bedanya tragedi dan komedi.
Lantas, kalau orang yang suka tragedi dan komedi itu bedanya apa?
Rama : Orang yang suka tragedi itu pasti serius dan kadang lupa minta
maaf kalau ia salah. Karena dengan seriusnya, ia merasa sudah benar semuanya.
Jarang juga berterima kasih pada jasa orang kecil karena menurutnya itu tidak
serius. Dan akhirnya menyakiti orang karena tidak minta maaf juga pongahnya.
Sae : Kalau yang suka bercanda?
Rama : ...Sedang yang suka bercanda akan peka untuk berterima kasih dan
meminta maaf karena ia tidak serius, dan banyak membuat orang sakit hati. Ia
lantas akan minta maaf. Orang pun memaafkannya karena ia terkenal suka
bercanda. Akhirnya akan terucap terima kasih karena sudah memaafkan.
Sae : Ah, mendingan bercanda, ya, Rama.
Rama : Semoga kamu lucu, Nak.
Dialog SaRa "Tukang Bercanda"
Sae : Rama, katanya, kota kita sekarang sedang ramai gara-gara
seseorang, apa pendapat Rama tentang 'honorer itu ilegal'? Rama juga, kan
honorer?
Rama : Umm...Gotham City. Rama selalu menganggap diri Rama ini Batman,
Nak. Honorer itu luar biasa, kuat, walau jarang diperhatikan, tapi ada.
Keberadaannya memang tidak terlihat dan tidak didengar oleh Gotham namun
disukai anak-anak. Kamu suka Batman?
Sae : Sae jadi Robin saja, ya, Rama. Menemani Rama.
Rama : ...Walaupun (katanya) kita ilegal dan harus bertopeng karena
bukan titipan Gotham, kita tetap luar biasa, dan disukai anak-anak.
Sae : Eh, Rama, siapakah seseorang itu yang membuat kota kita
ramai?
Rama : Joker.
Dialog SaR'i "Cita Rasa"
Sae : Rama, Sae sedang belajar makan, sebutkan cita rasa dasar
dong?
Rama : Manis, Asin, Pahit dan Asam, Nak.
Ibun : Ada rasa baru, Nak: Umami dan Starchy.
Rama dan Sae : Yaah, kalau ada Ibun jadi serius. Terima
kasih, Ibun.
Dialog SaRa "Beda"
Sae : Rama, di masa-masa seperti ini, apa bedanya orang yang tahu
dan orang tidak tahu?
Rama : Orang yang tidak tahu terlihat sok tahu, orang yang tahu
terlihat sangat sok tahu. Padahal di masa-masa biasa juga, tidak ada yang tahu
selain Dia yang maha mengetahui.
Sae : Di masa-masa seperti ini, apa bedanya orang kaya dan orang
miskin?
Rama : Tidak ada yang kaya dan miskin. Yang ada hanya orang kikir dan
dermawan. Yang miskin bisa terlihat kaya dan yang kaya bisa terlihat miskin.
Padahal semuanya diberikan kuasa sesuai kemampuannya.
Sae : Siap Rama. Di masa apa, sih sekarang ini?
Rama : Di masa di mana semuanya sudah bingung mana majikan mana
pembantu, mana hoax mana yang fakta, mana Tuhan mana makhluk.
Sae; Transendentalis sekali, ya
dialog kita ini Rama.
Dialog SaRa "Alasan"
Sae : Rama, pernah bertemu dengan orang yang pintar beralasan?
Rama : Semua manusia tercipta dengan akal untuk berpikir dan beralasan,
Nak.
Sae : Siapa yang alasannya tidak pernah habis?
Rama : Kemari, Nak. Ini harus dibisikkan...sssttt...Ada tiga orang
menurut Rama yang jago beralasan; Pertama, orang yang kalah dalam perlombaan,
pasti banyak alasan. Kedua, orang yang merokok, peringatan dilarang merokok
kalah dengan alasan juga, dan yang ketiga adalah...
Sae : Siapa Rama??
Rama : Ssttt...ini masih berbisik, yaa...volumenya dikecilin, jangan
sampe ada yang denger. Yang ketiga adalah yang hapal banyak dalil agama...
Sae : Wah, ini mah SARA.
Rama : Selamat tahun baru hijriah, Nak. Semoga kita menjadi lebih baik.
Sae : Aamiin.
Dialog SaRa "Marah"
Sae : Rama pernah marah?
Rama : Pertanyaannya mirip Rama pernah senyum?
Sae : Oh marah Rama itu senyum, ya?
Rama : Di balik kesulitan ada kemudahan, Nak.
Sae : Kok saat main sama Sae, Rama senyum selalu, ceria
senantiasa. Kapan marahnya?
Rama : Jangan pikirkan malam kalau sedang siang, Nak.
Sae : Hah?
Rama : Pernah terpikir tentang kota santri, Nak? Kalau mendengar kota
santri, berarti secara bersamaan itu juga kota preman. Kalau pernah melihat
orang murah senyum dan santun, secara bersamaan dia juga pemarah.
Sae : Waw penjelasan yang tidak masuk di akal sekali Rama. Rama
bisa marah?
Rama : Mudah, Nak. Tapi ada yang jauh lebih mudah: "senyum di atas
kegilaan orang marah".
Dialog SaRa "Sarcil"
Sae : Rama, pernah berseteru?
Rama : Pernah.
Sae : Apa yang Rama lakukan kalau Rama sedang berseteru dengan
seseorang?
Rama : Usahakan jangan bertemu dengan orang tersebut.
Sae : Rama tidak mau minta maaf?
Rama : Nanti kalau sudah 3 hari. Lagi pula, Rama sudah memaafkannya
dengan tidak bertemu dengannya.
Sae : Kalau berkelahi boleh, Rama?
Rama : Boleh, asal jangan di tempat ramai. Nanti ada yang misah. Jangan
pernah takut sama makhluk, Nak. Motto hidup Rama : berkelahi itu bukan masalah besar kecil tinggi pendek kalah
menang, tapi masalah berani.
Sae : Keuntungan dari berkelahi itu apa, Rama?
Rama : Mampu membentuk pribadi yang primitif, bebal dan bodoh.
Sae : Mirip binatang, dong.
Rama : Kamu yang bilang lho, yaa...
Sae : Oke, sip.
Dialog SaRa "Self-Plagiarism"
Sae : Rama banyak yang nanya, kapan Rama membuat dialog singkat
seperti ini?Apakah ada waktu tertentu? fenomena tertentu? pengalaman tertentu?
Rama : Bilang nanti sama yang bertanya "Tidak ada waktu
tertentu". Rama ingin menulis, maka menulis.
Sae : Oh, ya. Kalau begitu, pernah terpikir bagaimana kalau ada
tulisan Rama yang sama dengan dialog lain?
Rama : Kalau dialog Rama sama dengan dialog yang lain, tidak apa-apa,
namanya intertekstual. Kalau dialog Rama sama dengan dialog Rama lagi, namanya
self-plagiarism.
Sae : Waduh...apakah self-plagiarism itu, Rama? Kalau
intertekstualitas, Sae paham. Bahwa sebuah teks itu 'diduga' hadir berhubungan
dengan teks yang lain/yang sudah ada. Jadi tidak bisa Rama mengklaim dialog ini
milik Rama, ya. Pasti sebelumnya sudah ada yang menulis seperti ini. Dan yang
sebelumnya juga tidak boleh mengklaim, karena bisa jadi di saat yang bersamaan
muncul dialog itu di tempat yang berbeda. Intinya tidak boleh saling mengklaim,
ya...
Rama : Widiiihhh...pintar sekali anak Rama. Self-Plagiarism itu
menjiplak hasil sendiri untuk karya yang lain. Judul bukunya berbeda, isinya
eta-eta keneh (itu-itu saja).
Dialog SaRa
"Proses Pembacaan"
Sae : Rama, siapakah orang yang paling merugi di dunia maya?
Rama : Orang yang menanggapi status atau grup WA dengan serius.
Sae : Serius?
Rama : Tidak usah.
Sae : Lho, Rama serius?
Rama : Rama tidak serius.
Sae : Lantas siapakah?
Rama : Orang yang tidak menanggapi status dan grup WA dengan bercanda.
Sae : Rama bercanda?
Rama : Tidak.
Sae : Sae pusing.
Rama : Nah, itu. Apabila membaca sesuatu di media sosial, terlalu
serius akan rungsing. Membaca itu, menurut Rama, tidak semudah menulis.
Dialog SaRa "Unfriend"
Sae : Rama, apakah meng-unfriend seseorang di facebook sama
dengan memutuskan silaturahmi?
Rama : Hah? Istighfar, Nak. Kalau kamu tidak suka seseorang di media
sosial, hapus saja ia dari "daftar teman"mu. Jangan ragu. Itu hanya
avatar. Sama sekali tidak mewakili jiwa dan raga.
Sae : Avatar itu...
Rama : Foto profil yang terpasang di tiap akun (panggung) media sosial.
Sae : Seperti avatar Rama yang melihat ke arah kanan aja, ya?
Rama : Yaa. Dan tentu kamu tidak tahu, kan, kalau setiap orang semuanya
bermain peran untuk avatar yang ia unggah. Untuk nama "panggung" yang
ia pasang. Untuk status yang ia ketik. Untuk effect foto yang ia pilih. Untuk
like yang ia beri. Tidak ada apa-apa dan -menurut Rama- itu semuanya tidak
berpahala.
Sae : Rama harus hati-hati bicara tentang ada pahalanya atau
tidak...
Rama : Kalau memberi like mendapat pahala, Nak, haduuuh... berapa ribu
dosa Rama karena jarang memberi like teman-teman Rama di FB. Atau
jangan-jangan, itu memang berdosa, Nak?
Sae : hehehe ... lebih baik membicarakan ada pahalanya atau
tidak, ya ternyata, dari pada membicarakan ada dosanya atau tidak. Lebih
mengerikan, Rama. Sae tidak tahu.
Dialog SaRa "Terpendek"
Sae : Rama?
Rama : Humm?
Sae : Katanya mau tidur. Kok Jawab?
Dialog SaRa "emplad-emplod-unemployed"
Sae : Rama, kita berada di kelas apa?
Rama : Kelas pekerja mungkin.
Sae : Apa ciri kelas pekerja? Jangan menurut Kalmak, Rama.
Menurut Rama saja.
Rama : Nggaya kamu tau Kalmak. Kelas pekerja itu adalah mereka yang
pulang ke rumah mencari tombol TV dan memilih-milih kanal TVnya.
Sae : Sesederhana itu, Rama?
Rama : Cirinya mungkin sederhana, tapi kerjanya tidak sederhana, Nak.
Jangan tanya ciri kelas lainnya, yaa.
Sae : Oke. Rama. Sae sudah tau. Kalau kelas lainnya, cirinya
tidak sederhana, tapi kerjanya sederhana.
Rama : Wadehhh.
Dialog SaRa "Ironi Dramatis"
Sae : Rama, lagi ngapain?
Rama : Nyuci motor. Ngapain, Nak keluar? Masuk lagi. Panas.
Sae : Ini Rama, bisa tidak ASIAN Games itu selesainya nanti
sampai pilpres? Soundtrack pilpresnya juga sama "Kalau menang berprestasi,
kalau kalah jangan frustrasi"?
Rama : Bisa dong. Yang tidak bisa itu kalau Valentino Jebred jadi
moderator debat capres nanti.
Sae : Hahaha, ah Rama... ga lucu.
Rama : Kenapa, gituh, kok ingin diperpanjang?
Sae : Iya, Rama. Kadar nasionalis Sae jadi bertambah nonton ASIAN
Games.
Rama : Jahh, omonganmu, Nak. Baru mau 10 bulan aja udah ngomongin
nasionalis.
Sae : Hahaha...Bisa ya?
Rama : Bisa dong.
[Ibun menguping dari dalam rumah]
Dalam hatinya ia bergumam...
"Ini mirip Perjanjian
Linggarjati, Udin dan Bapaknya".
SARUANA.
Dialog SaRa 3 babak "Terpanjang"
BABAK I
Sae : Rama, beberapa orang membaca dialog kita dan beberapa lagi
tidak membaca. Apa reaksi Rama?
Rama : Tidak penting.
Sae : Dialog kita atau orang-orang itu yang tidak penting, Rama?
Rama : Dialog kita dong, Nak.
Sae : Seberapa tidak penting, kah dialog kita?
Rama : Sama tidak pentingnya dengan lagu goyang nasi Padang yang
diciptakan satu malam itu.
Sae : Kalau lagu Aisyah jatuh cinta dengan Jamilah, penting, kah,
Rama?
Rama : Pokemon listriknya yang penting.
Sae : Jadi kesimpulannya apa, dong Rama?
Rama : Banyak hal tidak penting di sekitaran kita, tapi
"harus" bersarang di pikiran kita.
Sae : Standar tidak penting itu apa, Rama?
Rama : Populer, dipopulerkan, dan gampang dibagikan. Itu syarat sesuatu
menjadi tidak penting.
Sae : Oh, iya. Sae baru sadar, semua dokumen rahasia dan sulit
dibagikan itu pasti penting, ya, Rama.
Rama : (mengangkat alis)
BABAK II
Rama : Sebentar, Nak...jangan dulu pergi.
Sae : Rama, kalau dialog kita tidak penting, mengapa harus ada
babak kedua ini?
Rama : Rahasia. Rama tidak akan kasih tahu.
Sae : Woww, amazing! Jadi terasa lebih penting Rama.
Rama : See. Karena ini rahasia dan sulit dibagikan, Nak. Jadi bertambah
penting, betul?
Sae : (Mengangguk) Huum.
Rama : Teman-teman Rama ada yang bilang memimpikan kamu, Nak. Apa
pendapat kamu?
Sae : Terima kasih tolong sampaikan pada mereka, Rama.
Rama : Itu bukti apa, Nak?
Sae : Bukti kalau kita sering berdialog?
Rama : Bukti kalau apapun yang kita lihat, dengar, dan frekuensi
kemunculannya tinggi, penting atau tidak, fakta atau bukan, akan masuk pada
memori kita. Memori terpanjang kita.
Sae : Oh, kok mirip seperti cara kerja doktrin, Rama?
Rama : Mirip. Sekarang ini, tidak hanya dialog aneh kita ini, berita
yang hadir di lingkungan kita saja, bukan karena berita tersebut penting untuk
kita, melainkan di lingkungan kita ada orang yang sering
mencari/menagih/menyukai berita seperti itu.
Sae : Sae tidak paham, Rama.
Rama : Semut di rumah yang menggigitmu kemarin itu hanya satu, Nak.
Tapi yang rugi dan harus kelabakan itu saat semua sarangnya disemprot Rama.
Ingat?
Sae : Iya. Terus?
Rama : Hanya satu orang yang sering mencari berita hoax atau menyukai
dialog fiktif ini, tapi karena orang tersebut berada di lingkaran teman-teman
lainnya, racunnya bisa dirasakan oleh semua anggota lingkaran.
Sae : Jadi dialog kita ini racun, Rama?
Rama : Kadang racun dan obat beda tipis.
Sae : Mengapa harus ada orang yang suka berita provokatif, Rama?
Rama : Karena ada orang yang tidak suka berita provokatif. Kita
menyebut mereka putih, karena kita hitam. Itu saja. Dan itu hukum alam, Nak.
Sae : Maksud Sae apa pentingnya?
Rama : Tidak penting, Nak. Sama seperti babak selanjutnya.
BABAK III (Penutup)
Rama : Ini lho yang Rama bicarakan. Meskipun tidak penting, tapi babak
penutup itu diperlukan.
Sae : Huh?
Rama : Meskipun tidak penting, orang bodoh itu diperlukan untuk bisa
melihat bahwa masih ada orang pintar di sekelilingnya. Orang yang doyan berita
hoax itu diperlukan. Wajib ada.
Sae : Oowhh. Oke. Panjang juga kita berdialog, Rama. Apakah Rama
paham dengan semua dialog kita? Karena banyak pembaca yang tidak paham kita
sedang ngobrol apa?
Rama : Hahahaha...Apakah setiap yang dibaca harus dipahami?
Sae : Harus, dong, Rama.
Rama : Apakah kamu tahu mengapa ada orang yang suka kecap dan ada yang
tidak? Apakah kamu harus paham mengapa oksigen tidak bisa dilihat? Apakah kamu
harus paham saat membaca 'selain karyawan dilarang masuk ruangan' dan tiba-tiba
ada bos perusahaan masuk ruangan tersebut tidak pernah dilarang? Padahal jelas
ia bukan karyawan.
Sae : (menggelengkan kepala)
Rama : Karena tidak semuanya di dunia ini bisa dirasionalkan. Cukup
senyum saja dengan ketidakmampuan kita menerjemahkan semuanya.
Sae : (Tersenyum) hehehe...
Monolog Rama "Sae"
Sudah lewat 9 bulan dekat dengan
Sae. Hampir 9 bulan juga sudah tidak bisa merasa bahwa kata sae adalah bahasa
Sunda yang berarti baik, laik, bagus, keren, cocok, pantas. Bukan lupa
maknanya, hanya lupa akan kelakar orang tentang segala hal tentang sae yang
dihubungkan dengan anak kami. Orang bertanya "Kumaha damang? Sae
alhamdulillah", "Acuk ieu sae teu? Cocok pisan" "motorna
sae keneh? Layak jalan, lah"
"Kumaha ceramahna sae?
Kahartos" dan masih banyak lagi istilah sae terdengar di kuping, tapi
alhamdulillah sekarang sudah terbiasa dan semakin peka antara sae kata sifat
dan Sae kata benda. Bukan bertanya tentang Qiblat Sae Walagri, anak kami. Satu
hal yang ingin disampaikan, alhamdulillah masih diberi kesehatan. Itu hal
terpenting yang membuat orang bisa berbuat baik dan -disesalkan- juga berbuat
salah. Ibadah terasa nyaman saat sehat. Gibah juga semangat saat tidak sakit.
Tentu karena sae, semuanya bisa menjadi luar biasa. Ibadah saat sakit itu biasa,
tidak gibah saat sakit itu juga biasa. Sedang sae itu luar biasa.
Tentang dia, mungkin satu hari
dia akan bertanya, mengapa namanya sae? Ramanya hanya bisa memberi nama itu.
Kalau ia bertanya mengapa tidak ada bahasa Arabnya? Ada Qiblatnya bahasa Arab.
Mengapa tidak ada bahasa Inggrisnya? Kami bukan warga Ciraos. Mengapa tidak ada
Muhamadnya? Semoga Rama dan Ibun bisa menitipkan dalam hati dan akhlakmu.
Mengapa tidak ada asma'ul husnanya? Nanti kamu cari dan pilih sendiri saja.
Mengapa tidak ada Sudarismannya? Kamu juga punya nama. Mengapa Walagri? Afiat
namanya, bentuk syukur yang ekspresif. Mengapa ada monolog ini? Ini sebuah
harapan, Nak. Mengapa Rama selalu menulis fiktif? Karena yang ditulis itu
cenderung fiktif, realita tidak perlu ditulis. Mengapa judulnya sae? Karena
akan berakhir sae. Sehat selalu, soleh senantiasa. Aamiin.
Dialog SaRa "Bukan Nabi"
Rama : Nak, semalam Rama mimpi menjadi nabi dan harus menyembelih kamu.
Sae : Rama bukan nabi.
Rama : Sip.
Dialog Sadib "Bukan Nabi 2"
Sae : Memangnya hanya ayah dan anak yang berkorban dalam kisah
Ibrohim, Ibun?
Ibun : Sebelumnya ada istri Ibrohim, Sarah, yang berkorban
mempersilakan Ibrohim menikah dengan Hajar.
Sae : Untung Rama bukan nabi, Ibun.
Ibun : ... dan sekarang tidak akan (boleh) ada nabi lagi yang
mengajarkan tauhid, Nak.
Sae dan Ibun : Ayo kita main gebuk buaya di Kid City.
Monolog Sae "Nyaman"
Sebelum tidur, Rama punya cerita
horor. Ini cerita mengerikan katanya. Namun dijamin penuh pesan. Setidaknya
tidak kosong kesan.
"Kenapa, A?" Ibun
bertanya pada Rama yang masih di luar, meninggalkanku yang barusan sempat
tertidur. Aku pastikan bahwa Ibun sudah melewati momen menunggu lama Rama.
Pintu depan rumah tidak terdengar diketuk setelah motor Rama dimatikan. Membuat
Ibun memfokuskan pendengarannya, nguping. Rama pasti sedang mengamati sesuatu
di luar sana. Aku bisa membayangkan itu.
Cerita bermula saat malam Jumat
kemarin sepulang Rama dari Bandung, terdengar percakapan tak ditemukan lagi rumput
liar itu, tanaman bau itu.
Halaman parkir rumah kami sudah
bersih. Tidak ada lagi tanaman liar yang biasa Rama rawat agar menjadi jinak.
Rumput liar yang tidak keruan pun sudah bersih. Mendadak suasana rumah kami
menjadi hening dan merinding...
"Siapa yang melakukan ini
semua? Apakah makhluk itu kembali datang?!" Tanya Rama. Tidak mungkin!
Kami tidak mengundangnya. Tidak membayarnya. Aku mendengar bisikan Rama. Aku
penasaran siapakah yang sedang dibicarakan Rama dan Ibun.
Siapa yang melakukan ini? Kemana
tanaman liar bau kesayangan Rama itu? Rumput liar yang segar dan keringnya
tidak pernah kami ketahui itu?
"Biasa..." Kata Ibun.
Angin malam Garut bertiup sedang
memasuki rumah kami. Pintu depan rumah terbuka saat Rama membereskan semuanya.
Tidak terlalu dingin. Tidak ada tanaman yang bergoyang hebat seperti bulan
kemarin tertiup angin kemarau. Seperangkat perlengkapan berkendara dilepas.
Sepatu, kaos kaki, tas, slayer, sarung tangan dan helm disimpan Rama dengan
rapi. Cepat tutup pintunya, Rama.
Setelah cuci muka dan tangan,
badan Rama mulai menemukan tempatnya beristirahat. Dekat sini, menciumi jari
jemariku. Mengira aku sudah tertidur. Hihihi...
Hati masih tak tenang. Benarkah
makhluk itu kembali datang? Mengapa ia tega memotong rumput liar kami menjadi
rapi? Tanaman bau kami pun ia bersihkan? Sialan, ah telor dadar. Aku sok tahu
tentang makhluk itu.
Jam dinding masih terdengar
meskipun detaknya kian mengabur tersalip lelah dan kantuk. Rama juga mulai
mengantuk.
"Katanya takut ada ulat, A.
Jadi dibersihkan semuanya" jelas Ibun membuyarkan semuanya. Sadar ini
timbul kembali.
"Padahal kita sengaja
membiarkan tanaman bau itu tumbuh, sengaja untuk menutupi lubang septic
tank". Kata Rama sambil memainkan poniku. Kita sengaja membiarkan rumput
liar itu karena kita sedang menunggu mereka jinak. Kita senang melihatnya, itu
sederhananya penjelasan Rama. Ada ulat juga tidak apa-apa, kami senang rumah
kami di kelilingi kupu-kupu. Kami sengaja menunggu ulat itu datang. Intinya itu
rumah kami, ada apa dengan makhluk itu?. Namun, terima kasih sudah membuat
rumah kami bersih, Pak. Tukang rumput komplek membuat rumah kami rapi.
Kami sengaja. Kami sengaja. Kami
sengaja. Rama terus mengulang ucapannya.
"Begini, Neng..., Rama
seketika bangun dari tidurnya.
...kenapa nenek-nenek di
Borobudur menjual salak sekilas terlihat memilukan? Aku mendengar Rama bertanya
pada Ibun. Karena dia sengaja ingin terlihat pilu. Rama menjawab pertanyaanya
sendiri. Mengapa pengemis spesial depan toserba Yogya Garut sekilas terlihat
mengkhawatirkan? Percayalah, hampir 30 tahun ia mengemis depan toserba
tersebut, ia sengaja dan ia nyaman seperti itu. Mengapa penjual serbuk abate
berkeliling kampung dan komplek menggendong anak merahnya? Itu pun memang
sengaja ingin seperti itu.
"Neng, jangan pernah
berpikir sekilas tentang seseorang itu kasihan, orang itu perlu dibantu, orang
itu perlu diceramahi, orang itu perlu dibersihkan sebelum kita tahu mengapa dia
melakukan seperti itu. JANGAN SEKALI-KALI KECUALI MEREKA ITU KELUARGA INTI
KITA. Kecuali pada Sae dan adiknya kelak. Rama melihatku dan kini Rama
bertingkah sporadis menciumi keningku. Mataku masih tertutup.
Itu tentang orang. Apalagi
tentang barang. Jangan mengotak-atik barang orang lain. Mengapa rumput itu
ditanam, mengapa cat rumah berwarna itu, mengapa itu tidak dipotong. Jangan
ikut campur, Neng. Karena apa?! Karena boleh jadi kita merasa kasihan terhadap
seseorang, orang tersebut sudah mempersiapkan segalanya agar nyaman ditempati.
Boleh jadi menurut kita barang tersebut tidak cocok dengan kita, tapi orang
lain sudah menyukainya. Sudah nyaman. Nyaman! Bukan tanpa sebab kita membiarkan
rumput liar itu terus tumbuh, bukan tidak bisa kita menggunting tanaman bau
itu. Jangan berpikir itu tidak diurus. Dengarkan baik-baik, kami memang sengaja
dan senang dengan rumput seperti itu. Demi Allah kami senang melihat rumput
liar saat sebagian komplek tertutup semen dan aspal. Demi Allah kami senang
membiarkan tanaman bau itu menutupi septic tank karena beberapa tahun lagi kita
akan susah melihat tanaman hijau. Mengerikan sekali orang bisa ikut campur
tentang sesuatu yang mereka tidak ketahui judulnya. Tapi terima kasih, Pak.
Terima kasih sudah membersihkan semuanya. Terima kasih hei kalian yang membeli
salak dari nenek-nenek di parkiran Borobudur walau dengan niat kasihan dan
membuang salaknya pada teman-teman wisatanya dan kemudian teman-teman
membuangnya karena tidak suka. Dan oh, terima kasih untuk warga Garut yang
sudah melestarikan pengemis puluhan tahun itu. Jasa kalian luar biasa. Di
tengah hiruk pikuk bahasa komputer dan pemograman yang sering diketik Rama dan
teman-temannya, kemanusiaan kita harus tetap dijaga. Pesan ini disampaikan oleh
Qiblat Sae Walagri.
Dialog SaRa "IR 4.0"
Sae : Rama, sekarang kita berada di fase Industri 4.0, the
Industrial Revolution four point O. Apa yang sudah Rama persiapkan selain
kreativitas maen Bani Umayah buatan Rama di HP atau aplikasi teater SAE itu?
Rama : Mencari kulit jeruk Bali yang banyak, Nak. Dan buat
mobil-mobilan.
Sae : Hah?
Rama : Itu jalan pintas, Nak. Dan Rama bercanda. Tentu saja Rama harus
bisa beradaptasi dengan anak-anak. Yang Rama hadapi kebanyakan generasi Z.
Kalau mereka diperlakukan mirip generasi X atau Y apalagi Baby Boomers, yang
terjadi hanyalah krik-krik-tanpa-batas. Tidak ada perkembangan. Sedangkan
generasi Z memerlukan perkembangan bukan pelestarian.
Sae : Kalau Sae nanti generasi apa?
Rama : Generasi sae (baik). Aamiin.
Dialog SaRa "Calo Informasi"
Rama : Nak, sebentar...kemarin Rama ngobrol dengan teman-teman Rama.
Bukan teman yang sombong atau tak tahu syukur itu, lho. Ini teman Sae juga.
Sae : Oh, apa, apa Rama?
Rama : Jadi, sekarang ini banyak sekali calo. Masih ingatkan waktu
mengurus Kartu Operator HP Ibun? Calo tidak hanya diurusan itu saja, Nak. Atau
seperti calo ustadz di sinetron Aku Bukan Ustadz itu, lho...
Sae : Oh, iya, iya, ada lagi posisi lain untuk calo, Rama?
Rama : Hmm. Rama menyebutnya Calo Informasi. Bagi mereka yang malas
membaca, melihat bahasa asing sudah tidak mau berusaha mengklik 'terjemah'/'see
translation', atau membuka tautan 'read more'/'baca selengkapnya' di sinilah
calo informasi hadir.
Sae : Dibayar, Rama?
Rama : Tidak, Nak. Cukup dengan pujian atau nanti ia diundang dalam
seminar dengan tampilan slide itu-itu saja. Tidak pernah berganti.
Sae : Siapa yang dirugikan, Rama?
Rama : Kita sama-sama diuntungkan, Nak. Untung itu bukan teman Rama
atau teman Sae.
Sae : Teman Sae, kan, Raja Macbeth.
Dialog SaRa "Memori"
Rama : Nak, sudah hampir 3 bulan, memori di facebook menampilkan dialog
kita semua. Sudah hampir 60 dialog, lho.
Sae : Hah?? Sae ga ngerasa bisa berdialog, Rama.
Rama : Gapapa, Nak. Sekarang banyak orang yang ga bisa berdialog di
dunia nyata, tapi di media sosial, mereka bisa jawab.
Sae : Maksudnya?
Rama : Ya, ditanya apapun itu mereka bisa jawab dan berdialog. Hanya
biasanya memerlukan waktu beberapa menit atau detik. Padahal sebetulnya yang
bertanya juga sama bisanya dengan yang menjawab. Harusnya bisa.
Sae : Mengapa memerlukan beberapa detik atau menit, Rama?
Rama : Ya, apa lagi selain membuka mesin pencari. Ini masalah memori,
Nak.
Dialog SaRa "The Bedebah"
Rama : Nak, biar kaya dialog Hamlet, Rama punya puisi pamflet.
Sae : Hah (bengong)?
Rama : Judulnya The Bedebah, tercatat di buku kumpulan puisi Rama
tanggal 14 Juni 2014.
Sae : Hoh?
Rama : Mulai ya...Ehhem (batuk)!
Sae : ....
Rama : The Bedebah. Karya: Rama.
Politik dan Agama itu dua jurusan
berbeda, karena Aku tidak pernah beres kuliah
Aku kuliah di jurusan Ilmu
Linguistik, karena Aku tidak kuliah di jurusan Pendidikan Agama
Aku kuliah di jurusan Ilmu
Matematik, karena Aku tidak kuliah di jurusan Syariah dan Hukum
Aku kuliah di jurusan Ilmu
Politik, karena Aku tidak kuliah di jurusan Perbandingan Agama
Aku kuliah di jurusan PGSD,
karena Aku tidak kuliah di jurusan ilmu Politik.
Aku kuliah di jurusan PGTK,
karena Aku tidak kuliah di jurusan ilmu Politik.
Aku kuliah di jurusan Kedokteran
Hewan, karena Aku tidak kuliah di jurusan ilmu Politik.
Politik dan Agama itu dua jurusan
berbeda, karena Aku tidak pernah beres kuliah
Pun juga dengan jurusan
Perbandingan Agama, Aku tidak pernah kuliah di jurusan itu
Satu agama katanya rahmat bagi
alam semesta, bias dimaknai orang-orang buas
Alam semesta ingin dikuasai
sendirian itu adalah buas. Curiga mereka tidak pernah ikut UAS.
Semua ada jurusannya masing-masing.
Ada gelarnya masing-masing.
Jurusan Pendidikan Agama tidak
mendapat ijazah Ilmu Politik
Jurusan Syariah tidak mendapat
ijazah ilmu Matematik
Jurusan Perbandingan Agama tidak
mendapat ijazah ilmu Linguistik
Jurusan ilmu Politik tidak
mendapat ijazah ilmu Kesejahteraan Sosial
Jurusan ilmu Politik tidak
mendapat ijazah ilmu Agama
Jurusan itu tidak mendapat ijazah
jurusan ini
Tidak, Tidak dan Tidak.
Bagi mereka yang tidak pernah
kuliah, tidak mendapat ijazah.
Bagi mereka yang tidak pernah
sekolah, pasti akan resah
Bagi mereka yang tidak pernah
ibadah, pasti akan merasa paling bedebah
Bagi mereka yang tidak pernah
ibadah, pasti akan merasa paling bedebah
Bagi mereka yang tidak pernah
ibadah, pasti akan merasa paling BEDEBAH!
Dialog SaRa "Iklan Kampus"
Sae : Rama, sibuk banget, ya? Kok kita jarang berdialog lagi?
Rama : Sibuk itu kita yang buat, luang juga ciptaan kita. Ada apa, Nak?
Sae : Rama, sudah lihat iklan salah satu kampus di TV?
Rama : Yang mana? Yang kerjanya lambat itu? Yang bosnya lulusan S2 itu,
ya?
Sae : Iya, menurut Rama lebih enakan mana untuk iklan itu
"kuliah di mana sih, jelek banget kerjanya?" Atau "kuliah di
mana, sih, kerja kamu bagus banget?"
Rama : Untuk iklan mah, sah-sah saja, Nak. Yang tidak sah itu ngebuat
depot air zamzam isi ulang. Pasti orang itu tidak kuliah.
Dialog SaRa "San Moral"
Sae : Rama serius banget nonton hijrahnya Tika di TV...
Rama : Iya, Nak. Menarik.
Sae : Rama mau juga hijrah?
Rama : Tidak dengan memakai hijab. Kamu juga, harus bisa melihat satu
cerita dari sisi yang berbeda, Nak. Jangan pakai hijab.
Sae : Syiap, Rama. Kaya kata Rama, Kancil itu menjadi pahlawan
bukan karena jasanya, tapi karena buku cerita. Begitu juga dengan Malin Kundang
jahat karena buku cerita.
Rama : Betul. Jadi, kaitannya dengan hijrah itu apa, Nak?
Sae : Sae ga boleh absurd, ya, Rama?
Rama : Harus absurd, dong. Oke. Jadi fix, ya, dialog ini tidak ada
pesan moralnya.
Dialog SaRa "Hapus Postingan"
Sae : Rama, mengapa Rama menghapus postingan sebelumnya tentang
khalifah 'milenial'?
Rama : Rama khilaf.
Sae : Khilaf?
Rama : Khilaf. Orang tersebut mungkin sebetulnya tidak ingin menjadi
khalifah, tapi dia juga khilaf cara menyunting artikel di wikipedia.
Sae : Sae paham, Rama.
Rama : Tos dulu, dong.
Sae : Tos.
Dialog SaRa "Jenaka"
Sae : Rama, sedang apa?
Rama : Biasa, Nak. Baru selesai nonton Ria Jenaka Milenial di TVRI.
Sae : Bagaimana dong tentang kalapas itu?
Rama : Kalapas? Doi dan kita semua sedang cari nafkah, Nak?
Sae : Masih adakah orang yang amanah, Rama?
Rama : Masih. Tapi tempatnya tidak tahu di mana?
Sae : Memangnya amanah itu tergantung tempat, Rama?
Rama : Boleh jadi
kalapas tersebut diamanahi keluarganya untuk seperti itu. Di rumah berarti dia
amanah, Nak. Di lapas dia ah, mana.
Sae : Amanah itu harusnya di mana-mana, ya, Rama?
Rama : Yang ada di mana-mana itu jenaka, Nak.
Dialog SaRa "Kuis Tohor"
Sae : Apakah kuis di TV semuanya berkualitas, Rama?
Rama : Kita bermain peran, Nak. Kamu menjadi penelpon pada sebuah kuis
TV, Rama menjadi pembawa acaranya.
Sae : Baik...Haloo?
Rama : Halo... passwordnya apa?
Sae : Gurih-gurih nyoy selalu bersama monosodium glutamat.
Rama : Benar!! Dengan siapa di mana?
Sae : Qiblat di Garut.
Rama : Baik, pak Qiblat dengar baik-baik pertanyaanya, ya "Bahan
monosodium glutamat biasa digunakan untuk...
A. Vetsin (baca: Micin) B.
Seledri C. Laptop
Sae : C. Laptop.
Rama : Yakin, Pak? Tidak mau dirubah jawabannya? Saya beri kesempatan
lagi, lho pak Qiblat.
Sae : Ehhmm...B. Rama, eh, B. Seledri
Rama : Yakin tidak mau dirubah lagi, Pak? Saya beri kesempatan satu
kali lagi.
Sae : A. Micin. Micin!! A. Micin.
Rama : Benar sekali, pak Qiblat. Benar sekali!! Selamat anda
mendapatkan pocer (baca: vaʊtʃə) belanja. Pajak ditanggung pemenang.
Sae : Oke, Rama. Sae tau kesimpulannya.
Dialog SaRa "Stiker"
Sae : Rama, Sae ingin belajar cepat tentang sejarah bangsa ini.
Rama : Serius?
Sae : Sersan, lah. Serius tapi santai, Rama.
Rama : Tentang apa, Nak?
Sae : Perbedaan orla, orba, reformasi, neo reformasi,
pasca-reformasi.
Rama : Duh. Semakin berkembang pasti pertanyaan kamu semakin mendekati
SARA, Nak.
Sae : Tidak apa-apa, kan?
Rama : Tidak apa-apa, Nak. Tidak ada yang baca dialog ini, kok. Oke,
lah. Sejarah bangsa ini dapat dilihat dari stiker yang menempel di kaca
belakang mobil orang-orang. Ada stiker "Jasmerah", berarti itu orla,
ada stiker "Bahaya Komunis Laten" itu berarti orba, ada stiker
"Menolak Lupa" itu reformasi, Nak. Ada yang memasng "Happy
Family" itu neo reformasi. Paling itu, Nak.
Sae : Kalau pasca-reformasi, Rama??
Rama : Stikernya "Sesama ngredit, dilarang Mendahului"
Sae : Oke, jelas sekali, Rama.
Dialog SaRa "Tentang Negara"
Sae : Rama, sebutkan ciri-ciri negara kita, dong?
Rama : Serius atau bercanda, Nak?
Sae : Sejak kapan kita serius, Rama?
Rama : Baiklah. Ciri yang pertama, lagu kebangsaan warga yang sedang
kasmaran diisi oleh Yovie n the Nuno, lagu kebangsaan kematian warga diisi
resmi oleh Opick-Bila Waktu Memanggil. Ciri selanjutnya, wawancara berita
bencana negara, pertanyaan wajibnya adalah "Apakah ada firasat
sebelumnya...", bulan puasa ditandai dengan hilal sirop, cat, dan
terakhir, azab warga negara bisa kita saksikan dari jam 4 sore sampai jam 7
Isya di stasiun TV swasta. Medley 3 episode azab.
Sae : Ada lagi, Rama?
Rama : Banyak. Tapi ah...itu saja, Nak. Berat.
Dialog SaRa "Siklus"
Sae : Rama, pengalaman menarik apa yang dimiliki Rama selama
menjadi dosen drama?
Rama : Berbagi pengetahuan tentang drama post-modern.
Sae : Mengapa menarik?
Rama : Karena bahasan itu dekat dengan manusia zaman sekarang. Rama
selalu bilang ada drama di balik suka dan duka, miskin dan kaya, pamer dan
ngenas. Itu kami sekarang ini, pernah dulu dan mungkin nanti seterusnya.
Sae : Pengalaman menarik apa yang dimiliki Rama saat menjadi
dosen film?
Rama : Membahas sinema surealis dan dadais.
Sae : Mengapa?
Rama : Karena manusia selalu mengagungkan alam bawah sadarnya agar
diperhatikan sekelilingnya. Seperti kamu, Nak. Dada! Selalu menarik perhatian
Rama dan Ibun. Alhamdulillah. :)
Dialog SaRa "Back to Nature"
Sae : Apa yang akan Rama lakukan kalau Sae sudah sekolah?
Rama : Bersyukur...alhamdulillah Sae mau sekolah.
Sae : Memang ada yang tidak mau?
Rama : Banyak.
Sae : Rama tidak akan nungguin di sekolah dari gelapnya malam
untuk dapat bangku pertama?
Rama : Yang sedang kita bicarakan itu sekolah, Nak. Bukan terdampar di
pulau menunggu bantuan datang atau perang sipil.
Sae : Jadi?
Rama : Belajar saja yang fokus. Biasakan kalau bangku itu hanyalah
benda mati yang tidak akan penting sampai kapan pun.
Sae : Tapi bukankah kursi satu hari akan menjadi segalanya?
Rama : Mungkin buat keturunan yang nunggu di sekolah dari mulai Subuh.
Dialog SaRa "Absurd"
Sae : Rama, mengapa air laut asin?
Rama : Tanya sama Ibun, Nak.
Sae : Jawaban Ibun terlalu ilmiah, Rama. Katanya garam mineral
dari bebatuan sepanjang aliran sungai terbawa dan tertinggal di laut.
Rama : Males banget, ya, Nak.
Sae : Menurut Rama kenapa?
Rama : Ikan-ikan berkeringat, dong. Dan itu yang menyebabkan ikan laut
tidak ada yang asin. Keringatnya sudah keluar semua, Nak. Sudah suci.
Sae : Gitu, dong, Rama. Logis. Atau jangan-jangan Kisame sedang
latihan dengan Samehadanya.
Rama : ???
Dialog SaRa "Mendengarkan yang fokus"
Sae : Rama, siapakah orang yang paling hebat di dunia?
Rama : Sopir bus pariwisata, Nak.
Sae : Kenapa?
Rama : Dia rela menyediakan ratusan video musik demi 'keselamatan'
penumpang. Ada klip dangdut, klip religi, klip aneh dan klip lebih aneh lagi
yang dibawa penumpang. Kamu tau apa yang membuatnya lebih hebat lagi?
Sae : Apa, Rama?
Rama : Dia sebenarnya tidak suka mendengarkan lagu.
Sae : Pesan dari dialog ini apa, ya, Rama?
Rama : Hidup itu jangan hanya fokus mendengarkan, Nak.
Dialog SaRa "Recycle Bin"
Sae : Rama, kalau Rama diberi kesempatan untuk mengembangkan
aplikasi, apa yang akan Rama kembangkan untuk membantu bangsa?
Rama : Sampahpedia.
Sae : Bagaimana prosedurnya?
Rama : Semua sampah bisa dikirim/pesan online. Pengirimannya bisa
dipantau lewat internet, sekarang sampah kita sudah sampai tempat pembuangan
atau belum. Kita bisa memantau semuanya, nak. Ada notif via pesan juga.
Sae : Perlakuannya mirip barang baru calon sampah, ya?
Rama : Betul, Nak. Sampah itu jangan dibanting, jangan digancu, jangan
diinjak.
Sae : Pentingkah Rama aplikasinya?
Rama : Tidak, Nak. Sampah itu sisi lain dari kita.
Dialog SaRa "Bergetar"
Sae : Rama, untuk menggerakkan dunia, apa yang harus kita
lakukan?
Rama : Berikan aku 10 pemuda akan kuguncang dunia!
Sae : Itu bukan ucapan Rama, ah. Tidak orisinil.
Rama : Oke. Berikan aku 3 tukang, akan kugetarkan dunia.
Sae : Wisss, tukang apa saja, Rama?
Rama : Tukang Tag#r, tukang share berita tagar dan tukang sablon; kaos,
stiker dan sablon-sablon tagar lainnya.
Sae : Bergetarkah dunia?
Rama : Maya...
Dialog SaRa "Risiko"
Rama : Kok cemberut, Nak? Main tebak-tebakan, ah.
Sae : Oke, Rama. Biar ga cemberut.
Rama : Pekerjaan apa yang paling tidak berisiko?
Sae : Content creator?
Rama : Bukan. Itu masih ada risikonya. Salah konten bisa bermasalah,
Nak.
Sae : Penjaga WC umum?
Rama : Bukan. Risikonya terjangkit penyakit.
Sae : Tukang parkir liar, ya?
Rama : Kemarin ada yang ribut berebut lahan parkir.
Sae : Apa dong, Rama?
Rama : Komentator olahraga. Kalau prediksinya meleset, komentar lagi.
Kalau salah, komentar lagi.
Sae : Haha Rama mah...males, ah. Cemberut lagi, nih.
Dialog SaRa "Menikmati Proses"
Sae : Rama, hal menyenangkan apa yang kelak tiba-tiba menjadi
menegangkan?
Rama : Kalau ada proses yang terlewati. Sudah tengkurap, jangan
tiba-tiba belajar jalan. Orang tua memang akan senang. Tapi ada proses
merangkak/duduk yang dilewati.
Sae : Apa yang ingin Rama sampaikan?
Rama : Orang tua/lain bisa membuat proses terlewati. Tapi bukankah
semua proses akselerasi akan membuat seseorang kaget pada satu waktu tertentu?
Sae : Iya, gitu?
Rama : Nikmati proses, Nak.
Dialog SaRa "Berita Sengketa"
Sae : Rama, apa yang membuat kita lebih kecil dari sekarang ini?
Rama : Lebih kecil dari bumi dan seisinya, Nak?
Sae : Iya.
Rama : Hmmm...membaca artikel hanya dari media langganan, Nak. Kamu
tidak akan menemukan bahwa ada berita lain di berbagai sudut sana. Kamu hanya
sibuk membaca/menonton satu media yang tidak pernah berubah alurnya. Yang
dimusuhi tetap sama, yang berkawan juga sama. Kerdil sekali. Masih ingat dengan
dialog kita bedanya orang modern dan primitif? Jelajahi semua tombol yang ada
di remote, Nak.
Sae : Oke, Rama. Termasuk berita-berita yang bermunculan di WA?
Rama : Tidak usah dishare, berita di WA itu penuh sengketa.
Dialog SaRa "Pilkadal Luber"
Sae : Rama, sebetulnya malas sekali membahas ini, tapi
khawatirnya Sae lupa tentang kaifiat apa yang seharusnya dilakukan seseorang
saat terpilih menjadi pemimpin?
Rama : Mengucapkan kalimat istirja' salah satunya.
Sae : Innalillahi wa inna ilaihi rooji'un?
Rama : Yup.
Sae : Setingkat dengan musibah dong menjadi pemimpin itu?
Rama : Sepertinya. Makanya dalam beberapa kisah, kalau kamu mendapatkan
musibah selain mengucapkan istirja' kamu juga jangan gembar-gemborkan. Boleh
jadi ada orang fasik yang bangga dengan musibah yang kamu derita.
Sae : Rama pilih nomer berapa?
Rama : Itu aib Rama. Biar Rama yang tahu.
Sae : Semoga tidak ada yang mengomentari dialog ini dengan kampanye.
Rama : Aamiin
Dialog SaRa "Drama Disruptif"
Sae : Rama, mengapa kita terus berdialog seperti ini?
Rama : Pertama Rama dosen drama, kedua sekarang kita berada di era
disruptif. Oke, maaf, Nak, kamu belum sampai sana.
Sae : Sae tahu apa itu disruptif, Rama.
Rama : Hah??
Sae : Era di mana semuanya tercabut dari tatanan biasanya. Dosen
kalah cepat dari mahasiswa karena google. Ustadz kalah telak dari mustami'
karena google. Dokter kalah pamor sama resep google. Sopir konvensional kalah
laris dari sopir titipan google-map. Pedagang kalah jaja dengan lapak digital.
Rak buku habis berganti New Folder. Orang tua kalah gertak dari anak muda
titisan mesin.
Rama : Sebentar, Nak. Sampai sana, itu yang Rama khawatirkan. Saat kamu
mencari sesuatu yang kamu perlukan di google, ada Rama di sana. Ada dialog
kita.
Sae : Oh, begitu.
Rama : Omong-omong, kamu tahu dari mana istilah disruptif?
Sae :...
Rama : Tuh, kan. Pasti google lagi. Habiskan biskuitmu sebelum berubah
menjadi cakram.
Dialog SaRa "Komedi"
Sae : Rama, tolong berikan kisah-kisah komedi yang mungkin akan
Sae jumpai kelak?
Rama : Kamu yakin akan terhibur?
Sae : Kalau itu benar-benar lucu, Rama.
Rama : Akan kamu jumpai tukang sampah yang mengambil sampah hanya di
gapura depan, tapi meminta iuran sampai dalam gang depan rumah. Padahal fungsi
tukang sampah adalah membersihkan. Akan kamu jumpai tukang parkir liar yang
sama sekali tidak akan menolong saat kamu tidak membayarnya. Padahal fungsi
tukang parkir mengamankan dan menertibkan. Akan kamu jumpai banyak pedagang di
tempat olahraga padahal semua orang tau fungsi dari tempat olahraga itu untuk
apa. Akan kamu jumpai orang berpolemik apakah mobil dinas boleh dipakai mudik
atau tidak, padahal kisah Umar bin Abdul Aziz dan Lampu Istana cukup populer.
Kamu akan jumpai orang yang menggunakan gas melon itu...
Sae : Hentikan, Rama. Itu sama sekali tidak lucu.
Rama : Sama sekali?
Sae : Sedikitpun.
Rama : Komedi itu bukan tentang lucu atau tidak, Nak, tapi perkara
miskomunikasi.
Sae : Sae tidak nyambung, Rama.
Rama : Ini baru komedi.
Dialog SaRa "Ssttt"
Sae : Rama, untuk jaga-jaga nanti, ringkas dong macam-macam orang
menurut Rama dan cara menghadapinya?
Rama : Si Tukom: Tukang Komentar, Si Tukrit: Tukang Kritik, Si AnKri:
Anti Kritik, Si Tuluh: Tukang mengeluh, Si Tusenom: Si Tukang Sebut Nominal,
dan semuanya kamu hanya perlu menghadapinya dengan senyum. Mudah, Nak.
Sae : Siap, Rama. Siapa lagi ya Rama yang perlu dihadapi dengan
senyuman?
Rama : Nanti kita akan lihat bersama...
Dialog SaRa "Silaturahmi"
Sae : Rama, bagaimana kaifiat silaturahmi?
Rama : Salaman, kita bilang 'maaf', dia bilang 'sama-sama', atau
sebaliknya. Dan makan-makan, deh.
Sae : Rama bercanda, ah. Mudah banget dong?
Rama : Memangnya apa yang kamu bayangkan?
Sae : Sae pikir silaturahmi itu urusan hati.
Rama : Kejauhan, Nak. Yang biasa-biasa saja, lah. Cangkang yang
penting.
Sae : Sae ga setuju, Rama.
Rama : Tidak apa-apa, Nak. Masa harus setuju terus. Yang penting
silaturahmi kita terjaga.
Dialog SaRa "Diksi"
Sae : Rama, ada pesan yang ingin disampaikan di malam akhir
Ramadan ini?
Rama : Pelajari diksi.
Sae : Diksi? Pemilihan kata?
Rama : Iya.
Sae : Mengapa, Rama?
Rama : Itu senjata paling mematikan yang dimiliki umat manusia, Nak.
Kalau tidak percaya, Rama beri contoh: Rama akan dihujat kalau mengatakan pak
ustaz memalak uang dari jamaahnya dengan dalih pahala. Sedang preman menyeru
warga untuk bersama-sama menunaikan infak dengan dalih keamanan.
Sae : Benar juga. Hati-hati Rama dalam berucap. Nanti bisa ramai.
Kita berada di lingkungan yang tak kenal diksi. Kita lebih kenal emosi.
Rama : Itu hanya sebagian kecil dari kekuatan besar sebuah diksi, Nak.
Semoga di idul fitri tidak ada yang salah berucap.
Sae : Kapan orang bisa memilih kata dengan tepat, Rama?
Rama : Sesuai pesanan, Nak.
Dialog SaRa "Idul Fitrah? Atau Fitri?"
Sae : Rama, Idul Fitri itu kita kembali ke mana, sih? Simpang
siur soalnya. Kembali berbuka atau suci?
Rama : Kembali berbuka, Nak. Mengapa 1 Syawwal diharamkan berpuasa,
karena Idul Fitri (iftor), kembali berbuka. Starting point untuk makan-makan
lagi. Kalau kembali suci, namanya Idul Fitrah. Katanya, kayanya.
Sae : Bingung, ah, Rama. Menurut Rama, apa yang tidak akan
berubah setelah Idul Fitri?
Rama : Kalau ada yang meninggal, di status hanya ditulis "Semoga
engkau tenang di sisi Alloh", itu tidak akan berubah, sampai ada orang
yang bertanya: "siapa yang meninggal?" Baru disebut namanya. Kalau
ada yang jualan daring, di status hanya ditulis "Barang baru, silakan
pilih", itu tidak akan berubah, sampai ada orang yang bertanya
"berapa harganya?" Baru disebut harganya: PM, yaa." Rama mulai
bingung, mengapa yang meninggal di medsos jarang disebut namanya? Dan yang
jualan di medsos jarang disebut harganya, Nak?
Sae : Mereka kebanyakan minum sogem, Rama.
Dialog SaRa "Akting"
Sae : Rama, aksi apa yang paling menguntungkan umat manusia?
Rama : Akting.
Sae : Akting?
Rama : Ya, ada arah dan pengarahnya kaya kamu, Nak. Kamu sudah mirip
sutradara.
Sae : Depan Tuhan boleh akting, Rama?
Rama : Harus. Akting khusyu.
Sae : Depan manusia?
Rama : Tidak perlu. Tidak perlu ditanyakan lagi. Kita berdua sedang
akting.
Dialog SaRa "Euforia"
Rama : Cieee Sae nyari baju baru?
Sae : Ini disunahkan, Rama?
Rama : Sunah kapitalis.
Sae : Apa itu kapitalis?
Rama : Euforia.
Sae : Apa itu euforia?
Rama : Kita.
Sae : Kirain beneran sunah. Ternyata capslock. Terkurung
kapitalisme. Tekan Shift+F3, Rama.
Dialog SaRa "Detasemen"
Sae : Rama, bisa tidak densus itu tidak hanya untuk
anti-terorisme saja?
Rama : Tentu saja bisa. Semisal?
Sae : Ya gapapalah turun angkanya, densus 87 untuk anti-petasan,
desus 86 untuk anti-knalpot bising, densus 85 untuk anti-ngobrol di motor
ngalangin yang belakangnya, densus 84 untuk anti-parkir liar, densus 83 untuk
anti-riba, densus 82 untuk anti-buang sampah dari mobil, densus 81 untuk
anti-baliho kampanye di ciri kota, densus 80 untuk anti-plat merah dipake
urusan pribadi, densus 79 untuk anti-jualan dari dalam mobil, itu menyulitkan
tibum.
Rama : Banyak banget, Nak.
Sae : Ga bisa berarti, ya? Hmmm.
Dialog SaRa "Penemuan"
Rama : Kok siang-siang begini bengong, Nak?
Sae : Lagi mikir, kenapa orang bisa menemukan knalpot bising,
Rama?
Rama : Orang tersebut kesepian.
Sae : Tapi kita di rumah, kan suka kesepian? Kok orang tersebut
tidak mau sepi?
Rama : Sepi dia dan kita berbeda, Nak. Hanya berbeda di sini.
Sae : Kok Rama menunjuk kepala Rama?
Dialog SaRa "BB"
Rama : Sae, ko ga nanya-nanya lagi?
Sae : Maaf Rama, Sae lagi mikirin berat badan yang terus
bertambah, nih. Duh.
Rama : Bagus, dong. Alhamdulillah.
Sae : Kasih tau Sae, ya, supaya tidak lebay berat badannya.
Rama : Bukannya itu tanda makmur, Nak?
Sae : Bukan, Rama. Sae ingin sehat, bukan makmur. Tak terbayang
pasukan perang Badar dan Rasul sebagai panglima berlebih berat badannya, Rama.
Rama : Melawan hawa nafsu memang berat, Nak.
Dialog SaRa "Ngaco Bersama"
Sae : Rama, tolong dong sekarang jawabnya ngaco, ya?
Rama : Oke.
Sae : Mengapa tiap bulan puasa ada istilah buka bersama? Bukan
Magriban atau tarawih bersama?
Rama : Ini misi para orientalis yang menginginkan umat terpecah, Nak.
Kebersamaannya dalam hal buka puasa saja. Sholat Magribnya belakangan. Sholat
tarawih?? Duh...Nak.
Sae : Oke, Rama. Terima kasih sudah ngaco.
Monolog Rama "Just Almost"
Jangan terlalu bersemangat.
Awas jatuh, Nak.
Maukah Rama kasih tau siapa yang
pertama kali mencicipi neraka? Penjudi? Bukan, Nak. Pemabuk? Bukan. Pezina?
Bukan. Pembunuh? Bukan juga. Yang paling pertama dihisab dan diseret masuk
neraka adalah mereka yang:
- Mati syahid,
- Orang berilmu, Rajin mengaji,
dan
- Dermawan.
Pasti kamu heran, ya. Tiga
golongan ini bukankah yang paling bau surga?
Awas jatuh, Nak.
Jangan terlalu bersemangat.
Tiga golongan ini pertama kali masuk
neraka karena ada yang terciduk salah niat:
Mati syahid, ternyata ingin dicap
pahlawan,
Belajar tinggi dan membaca
al-Quran supaya disebut-sebut alim, qari dan hafiz.
Dermawan juga sama, supaya
namanya disebut-sebut.
Awas jatuh, Nak.
Jangan terlalu bersemangat.
Dramatisasi HR. Muslim.
Dialog SaRa "Luqman"
Sae : Rama, apakah dalam kisah Luqman beserta anaknya ada ibunya?
Rama : Sepertinya sedang tersenyum, sama seperti Ibun.
Sae : Apakah dialog kita seperti Luqman al-Hakim?
Rama : Tidak. Dialog Luqman sangat menarik untuk disimak. Dialog kita
mungkin menyakiti beberapa orang. Itu bedanya.
Sae : Rama ingin mirip Luqman al-Hakim?
Rama : Ingin sekali, Nak. Tapi kalaupun Rama tidak mirip Luqman, kamu
lakukan apa yang dipesankannya. QS. Luqman: 13-19.
Dialog SaRa "Biasa?"
Sae : Apa yang terjadi setelah ramai hari pertama puasa?
Rama : Biasa lagi, Nak.
Sae : Maksudnya?
Rama : Biasa, kecium asap rokok siang-siang padahal iklan rokok mulai
jam setengah 10 malam. Terlihat kaki-kaki tak terhalang gorden di Mie Ayam Baso
Ceker. Ngomongin orang-orang lagi padahal kita adalah orang. Marah-marah lagi
padahal setan tidak diajarin cara membuka ikatan, dan masih banyak lagi yang
ternyata kita lupa, baru kemarin kita lari-lari ingin tarawih.
Sae : Jangan sampai, lah, Rama.
Rama : Biasa, Nak. Yuk, kita
tarawih.
Dialog SaRa "Hijrah"
Sae : Emm, apakah Rama dan Ibun tidak ingin berhijrah seperti di
TV itu?
Rama : Ke?
Sae : Pada kebaikan. Lihat orang-orang berhijrah, Rama. Duh,
menyejukkan hati.
Rama : Kalau hijrah urusan agama, Rama tidak akan jawab di media
sosial, Nak. Di sini kita hanya berdiskusi urusan muamalah. Ibadah simpan
rapat-rapat untukmu, Nak.
Sae : Padahal Sae sedang mencoba berhijrah, Rama.
Rama : Dari kasur ke keramik?
Sae : Tidak. Lihat celana Sae, Rama. Sudah cingkrang.
Rama : Hmm.
Dialog SaRa "Quote of the Day"
Sae : Rama, apa yang membatalkan puasa?
Rama : Puasanya itu sendiri, Nak.
Sae : Kok bisa, Rama?
Rama : Kalau tidak puasa, tidak akan ada istilah batal, Nak.
Sae : Ah, Rama sekarang mengeluarkan hadis daif.
Rama : Manusia zaman sekarang, Nak, jangankan hadis daif, quote of the
day saja bisa jadi pedoman hidup.
Sae : Semoga mereka tersesat di jalan yang benar, ya, Rama.
Rama : Aamiin.
Prolog Sae
Selamat menunaikan ibadah puasa
Ramadan bagi yang melaksakan. Hari ini insya Allah Sae mulai mencari makanan
pendamping ASI. Kalian puasa, Sae pertama kali akan makan. Pertama kali pipis
Sae berubah status menjadi najis. Pertama kali Rama dan Ibun bingung memilah
makanan yang akan masuk. Bubur atau buah. Blender atau giling tepung. Intinya,
semoga Rama bisa mencari rezeki yang halal. Rezeki hasil usaha bermanfaat bagi
banyak orang, rezeki pemberian yang tiba-tiba datang untuk Sae, atau rezeki
yang sudah ditentukan kadarnya untuk Sae. Jauhkan Rama dari membawa rezeki
haram dan syubhat demi memikirkan Sae dan Ibun. Kami di rumah jangan jadi
alasan penghalal semua rezeki Rama. Rezeki politik, rezeki anak yatim, rezeki
pelicin, rezeki menindas, barang temuan, rezeki yang dihina tapi diambil, tidak
apa-apa, Sae ikhlas rezeki tersebut tidak masuk rumah kami.
Dialog SaRa "Teroris"
Sae : Menurut Rama teroris itu siapa?
Rama : Tikus.
Sae : Mengapa?
Rama : Ideologinya sama. Tidak berani menampakkan diri kecuali kita
sedang tertidur/lengah, merusak yang sudah dibenahi, dan selalu mencari celah
untuk bergerak walaupun dia sendiri tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya.
Gerakannya merusak.
Sae : Agamanya apa?
Rama : Tidak ada yang tahu agama tikus.
Sae : Sekolahnya di mana?
Rama : Mereka belajar di mana-mana. Di pipa kecil, celah asbes, tabung mesin
cuci, dan port USB, menyemai kerusakan lebih luas lagi.
Dialog SaRa "Imunisasi Gila Hormat"
Sae : Rama, lihat Sae. Apa yang terjadi kalau Sae maju?
Rama : Jatuh, Nak. Kamu ngesot cepet sekali.
Sae : Kenapa jatuh?
Rama : Gravitasi. Ditarik bumi. Hukum alam.
Sae : Kalau hukum Rama?
Rama : Salah satu cara bertahan.
Sae : Berarti Sae ga boleh bertahan?
Rama : Boleh. Usahakan tidak dengan jatuh. Sakit, Nak.
Sae : Jatuh yang paling sakit menurut Rama apa?
Rama : Kultus. Jatuh cinta, kagum dan hormat berlebih.
Sae : Pasti kultus bagian dari bakteri berbahaya, ya?
Rama : Paling mematikan. Nama penyakitnya linglung; tidak bisa
membedakan mana baik, mana buruk.
Dialog SaRa "Confessiong"
Sae : Sstt...Rama, sebentar, Sae bisikkan sesuatu.
Rama : Apa?
Sae : Kali ini Sae tidak bertanya.
Rama : Terus?
Sae : Sae mau mengakui, kalau Sae tidak suka dengan orang yang
kalau ngomong, ceramah atau ngajar, matanya tidak melihat ke lawan bicara atau
jamaah.
Rama : Sama, namanya Eye Contact, Nak.
Sae : Terus, sama orang yang salaman dengan kita tapi wajahnya
menyapa orang lain.
Rama : Sama. Namanya pikirannya kosong.
Sae : Satu lagi, Rama. Sae tidak suka dengan orang yang meminta
saran tapi dia sudah punya jawabannya.
Rama : Sama. Namanya dablek.
Sae : Dablek itu apa, Rama?
Rama : Sejenis bakteri berbahaya, Nak.
Dialog SaRa "Dialog"
Sae : Mengapa harus ada anak bergajul, ya, Rama?
Rama : Orang tua enggan berdialog tentang dunia luar satu sama lain.
Sae : Bukankah setiap orang punya cara unik mengenali dunia luar?
Rama : Dunia luar tidak mengenal orang-orangnya.
Sae : Berarti harus banyak diam, ya, Rama?
Rama : Jangan. Pendiam di zaman sekarang kotor hatinya.
Sae : Rama jangan menggeneralisasi.
Rama : Boleh selama tidak ada spesifikasi.
Sae : Hidup diplomasi!
Rama : Rama ga ngerti.
Sae : Sama.
Dialog SaRa "Peramal"
Sae : Menurut Rama, apa syarat menjadi peramal?
Rama : Ngaco dan meyakinkan.
Sae : Beda tipis dengan politisi, ya, Rama.
Rama : Sh...sh...tidur, ya, nak. Bismika Allohuma ahya wa amuut.
Dialog SaRa "Munafik"
Sae : Omong-omong, apa yang Rama khawatirkan dalam menghadapi
kehidupan?
Rama : Didekati orang munafik, Nak.
Sae : Mengapa?
Rama : Hancurnya sebuah peradaban itu hasil kerja keras orang munafik.
Sae : Apa yang harus Sae lakukan kalau bertemu orang munafik?
Rama : Bantu ia menyeberang ke sisi hitam atau putih. Jangan diam di
tengah-tengah. Kalau masih tidak mau, putarkan ia kasidah Nasida Ria - Munafik.
Volume standar.
Dialog SaRa "Petasan Bisik"
Sae : Rama, kalau tidak bisa jawab, Sae gigit kuping Rama, ya?
Rama : Oke.
Sae : Amalan apa yang paling dibenci manusia biasa, Rama?
Rama : Belajar.
Sae : Mengapa, Rama?
Rama : Berat, Nak. Menyadari bahwa diri bodoh itu tidaklah mudah.
Apalagi harus "kalah" dari orang lain yang lebih miskin, lebih muda,
beda ideologi, beda jenis kelamin dan ditambah tidak kenal, belajar menjadi
makin sulit, Nak.
Sae : Kalau yang menyulut petasan di luar itu belajar tidak,
Rama?
Rama : Sekarang kamu boleh gigit kuping Rama, Nak.
Dialog SaRa "Syahadat Moyan"
Sae : Rama, amalan apa yang paling disukai manusia biasa?
Rama : Berjemur dan membicarakan orang ketiga.
Sae : Menurut Rama itu normal?
Rama : Apa yang diharapkan mulia dari manusia biasa, Nak? Membicarakan
orang lain terjerumus gibah, membicarakan diri sendiri terciduk sombong.
Sae : Astagfirulloh...
Dialog SaRa "Mencari Benci"
Sae : Rama, bagaimana kalau wajah kita tidak terlihat?
Rama : Maksud kamu dibenci orang?
Sae : Iya, Rama.
Rama : Ketahuilah anakku, manusia itu memiliki hak untuk dibenci. Jadi
kalau tidak pernah dibenci, tuntutlah hakmu untuk mencapai derajat manusia
seutuhnya.
Sae : Sae benci Rama.
Rama : Terima kasih, Nak, sudah memanusiakan Rama.
Sae : Ah ga asik.
Dialog SaRa "Beda Alam"
Sae : Rama, mengapa TV tega menampilkan orang debat beda alam?
Rama : Maksud kamu?
Sae : Satu di studio, satu lagi di rumah atau tempat lainnya?
Rama : Kemajuan zaman, Nak.
Sae : Delay, Rama!
Rama : Tidak usah teriak, Nak. Hindari tanda seru.
Sae : Maaf, Rama. Tapi kalau debat beda alam, banyak teriaknya.
Mata larak-lirik ke langit studio. Suara belum sampai didengar lawan, doi
teriak lagi: Jangan dipotong dulu, katanya. Mistis. Di luar studio siapa yang
jamin sedang khusyu berdebat, boleh jadi lawan sedang ganti busi motor.
Rama : Sini biar Rama peluk, Nak. Maafkan Rama yang membiarkan kamu
makan tayangan sampah.
Dialog SaRa "Ayun Ambing"
Sae : Apa yang akan Rama lakukan kalau Sae kesenggol ayunan?
Rama : Menggendong kamu dan bertanya tidak apa-apa, Nak?
Sae : Terus?
Rama : Pergi jauh dari tempat tersebut, beli mainan dan kita
makan-makan.
Sae : Terus?
Rama : Lupakan, Nak. Itu hanya kalaumu.
Dialog SaRa "Tengah Poe Ereng-erengan"
Sae : Menurut Rama, mengapa para pemimpin ingin terus melanjutkan
kepemimpinannya?
Rama : Merasa belum baik dalam memimpin, Nak.
Sae : Kapan baiknya, Rama?
Rama : Nanti kalau sudah sembuh.
Sae : Jadi kepikiran, kalau tanpa batas periode, sampai kapan
mereka ingin memimpin?
Rama : Sampai kiamat, Nak. Jangan dipikirkan.
Sae : Merasa belum baik kok terdengar seperti tamak, Rama?
Rama : Terdengar seperti sakit, Nak.
Sae : Omong-omong, mengapa Rama berpenampilan mirip Firaun?
Rama : Supaya tidak diajak Latihan Dasar Kepemimpinan.
Dialog SaRa "DIY"
Sae : Rama, alhamdulillah sesuai SoP.
Rama : Maksudnya?
Sae : Sudah bisa tengkurap sendiri, Rama. Bukankah itu
prosedurnya?
Rama : Hmmm...belajar dari mana, nak? Tutorial Youtube, ya?
Sae : Otodidak, Rama.
Rama : Bagus, lah.
Sae : Kok, baguslah, Rama?
Rama : Banyak orang tak berekor tapi panjang ekornya, nak.
Sae : Hah?
Rama : Pungli, korupsi, generasi amplop, atau penggila kursi, mereka
tidak otodidak. Mereka meniru orang-orang terdahulu. Tidak DIY.
Sae : Rama sudah sembuh sakit giginya?
Dialog SaRa "Pamer Luka"
Rama : Sae lagi apa?
Sae : Lagi nonton acara Serba Tujuh, Rama.
Rama : Ko ga nanya lagi, nak?
Sae : Lagi bingung, Rama. Kok acara TV kita senang menayangkan
luka bangsa, ya, Rama?
Rama : Berat. Luka apa, tuh?
Sae : Semisal 7 tingkah lucu anak kecil, semuanya tingkah anak
asing. Sedangkan 7 kisah bocah memilukan, semuanya saudara kita.
Bukankah kata Rama "pilu itu
reinkarnasi luka?"
Rama : Bagi sebagian orang luka itu aset, nak. Mereka yakin dengan
menjual aset setengah dari kesulitannya akan selesai.
Dialog SaRa "Rumput"
Sae : Rama, mengapa mencabut rumput liar lagi? Minggu kemarin
kita seperti ini.
Rama : Rutinitas itu candu, nak.
Sae : Menariknya?
Rama : Menariknya ada yang bertenaga tercabut akarnya, ada yang mudah
memudahkan, ada yang patah tertinggal akarnya.
Sae : Menariknya rutinitas?
Rama : ...bertemu orang yang bebal berakar, ada yang mudah memudahkan,
ada yang patah cepat tesinggung.
Sae : Katanya rumput tetangga lebih hijau, Rama?
Rama buta warna, nak.
Dialog SaRa
"Primitif"
Sae : Menurut Rama, apa perbedaan orang modern dan primitif?
Rama : Orang modern diberi pilihan, orang primitif tak memberi pilihan.
Sae : Contohnya, Rama?
Rama : Tukang nasi goreng zaman sekarang itu modern: ada level
pedasnya. Menu campurannya beragam dan tidak memaksa membeli di tempatnya.
Sae : seperti remote TV juga, ya, Rama? Banyak pilihannya. Bisa
memilih kanal sesuai keinginan.
Rama : Yup.
Sae : Kalau ada orang memaksa mengikutinya tanpa kita diberi
pilihan, bagaimana sikap kita Rama?
Rama : Ucapkan "primitif" 33X diakhiri dengan takbir.
Dialog SaRa
"Lupa diri"
Sae : Rama, mengapa sekarang musim menyingkat nama?
Rama : Supaya mudah diingat, nak.
Sae : Nama sendiri saja sulit ingat, apalagi sama janjinya, Rama?
Rama : Begitulah, nak.
Sae : Mengapa nangis, Rama?
Rama : Sakit gigi, nak. Jangan banyak nanya, ya.
Dialog SaRa
"First Travel"
Sae : Rama, kenapa banyak orang yang ketipu bisa
kaya mendadak?
Rama : Mereka ga tau lezatnya sebuah proses.
Sae : Memangnya lezat?
Rama : Bercanda, nak.
Sae : Banyak uang itu nikmat, ya, Rama?
Rama : Banyak uang itu sakit.
Sae : Kok sakit?
Rama : Bercanda, nak.
Sae : Rama suka bercanda?
Rama : Engga, nak.
Dialog SaRa "Safari Politik"
Sae : Rama, apa itu safari politik?
Rama : Safari yang dilakukan calon pejabat untuk ngarep.
Sae : Safari politik paling strategis itu ke mana, Rama?
Rama : Taman Safari.
Sae : Bobo, ah, Rama.
Dialog SaRa "Gaya"
Sae : Rama, mengapa orang mudah menyalahkan?
Rama : Itu paling mudah dari yang termudah.
Sae : Di mana sisi baiknya?
Rama : Ada dalam cermin yang ia gunakan.
Sae : Jadi harus pinjam cerminnya, Rama?
Rama : Kita juga punya di
rumah, Nak.
Dialog SaRa "Demam"
Sae : Rama, apa itu demam?
Rama : Demam itu salah satu indikasi bahwa dalam badan kita ada
peradangan atau antibodi badan kita sedang melawan virus.
Sae : Kalau begitu, mengapa istilah demam sering disandingkan
dengan sesuatu yang riang gembira?
Rama : Seperti?
Sae : Demam piala dunia, demam ASIAN Games, Demam Pilkada, Demam
Pilpres.
Rama : Oh, sederhana, Nak. Karena mereka yang bereuforia akan rewel
kalau diperlakukan tidak sesuai dengan keinginannya. Sama seperti orang demam.
Kalau kata orang Cibunar: Ulah ngageunggereuhkeun nu keur begér.
Sae : Semisal apa?
Rama : Semisal dikasih tau begini, Nak. Ini rahasia kita berdua saja,
yak. Jangan kasih tau orang lain. Karena banyak yang tidak tahu...: kalau tahun
2019 itu memilih presiden, bukan mengganti presiden.
Sae : Oke, Rama. Mengapa tidak ada foto Sae, Rama?
Rama : Kamu sedang demam, Nak.
Dialog SaRa
0 comments:
Post a Comment