Empat Orang Baik Jogja
June 25, 2011
Posted by
yogaptek
| Waktu baca:
Catatan jenuh 15 Juni 2011
Aneh. Ngerjain tugas 1 paragraf, langsung balik lagi ke facebook. Baca lagi buku sumber, rebahan, balik lagi ke facebook. Seperti ada daya tarik tersendiri. Mungkin ini yang ingin disampaikan Peirce -ahli semiotik asal Amerika- semiotik menjalar melalui 3 tahapan, firstness, secondness, dan thirdness. Aku berada di tahapan kedua. Sebuah icon telah meracuniku tanpa alasan yang jelas dan aku telah keluar dari diriku sendiri. Okay....di sini aku tidak akan membicarakan tahap thirdness, yang sampai membicarakan meaning dari sebuah icon tersebut: mengapa aku bisa terpengaruhi? Tidak...cukup di tahap ke-2 dulu.
Hey!! sebenarnya dari kemarin aku ingin bercerita. Aku mendapati orang-orang baik. Ada 3 orang baik, dan 1 orang yang berusaha baik (aku yakin itu).
Orang baik pertama:
Tetanggaku asal Kebumen, yang dulu sempat membangunkanku tengah malam untuk mengerebek pasangan muda/mudi di kamar seberang. Kami memang tak begitu dekat. Akrab pun bisa dikatakan tidak. Aku tidak pernah masuk ke kamar kosannya. Berbeda dengan ngekos saat di Ciputat, hampir semua tetangga kenal, akrab dan boleh masuk ke kosannya satu sama lain, tanpa segan (untuk memupuk keakraban).
Di saat mati listrik, Adit (begitu ia disapa), menawarkanku obat nyamuk: "Mas Yoga bakar ini, deh. Obat nyamuk paling ampuh" sapa Adit saat aku lewat kosannya, mengeluarkan obat nyamuk baru keluaran HIT yang dibakar itu. "cuman 3 menit asapnya, setelah itu ngga berasap" tambahnya. "Wah makasih, Dit" ucapku senang. Sekali-kali jangan pernah melupakan ucapan terima kasih saat diberi sesuatu. Sekalipun barang yang dikasih sudah kita miliki. Aku punya pasokan HIT elektrik untuk 1 bulan ke depan. “sini, sini, biar Adit nyalain, Mas. Di kamarnya mas Yoga..” pintanya sambil menuju ke kosanku. kubuka pintu kamar, kusembunyikan langsung HIT elektrik-ku.
“sekarang banyak nyamuk, mas…” sambil membakar kertas bau aneh itu di dalam kamar. Lampu kamar masih mati dan Adit pulang. Aku pun duduk di luar, mencari udara segar, memandangi cahaya bulan.
Sekecil apapun bantuan, keluarkanlah penghargaan semaksimal mungkin. Semoga segala urusan Adit dimudahkan.
Orang baik kedua:
Di hari dan waktu yang sama, di saat aku duduk di depan kosan karena listrik mati, keluarlah Hadi.
Anak Belitung yang kerap aku bicarakan di status-status facebookku. Aku juga tidak akrab dengan Hadi. Padahal ini tetangga sebelah, kosannya bersebelahan denganku. Hanya lempar senyum yang menandakan tidak ada permusuhan di antara kita, hehe sebagai tetangga. Tapi malam ini,
“Tumben Di, mati listrik lama gini…” sapaku di tengah-tengah kegelapan memulai percakapan.
“Hehe iya, mas…” jawabnya singkat.
Ngobrol sebentar dengan tetangga kala menunggu listrik nyala adalah hal yang istimewa (kapan lagi silaturahmi dirajut). Teman satu kamarnya juga orang Belitung (satu jurusan)...hanya sekitar 20 menit berbicara dengannya. Yang aku tangkap hanyalah masalah 'waktu dan biaya', setiap urusan dilihat dari segi waktu dan biaya. Pulang pergi ke kampung dihitung ‘waktu dan biaya’ hmaklum anak pend. Ekonomi dan kampungnya memang jauh…hari Senin ini (20/05) katanya dia mau sidang skripsi.
Anehnya, kenapa orang Belitung suka dengan jurusan Ekonomi?? Seperti Andrea Hirata...(bisikku dalam hati dengan logat jowo)
Semoga waktunya di Jogja tidak merugikan biayanya, dan mungkin tidak hanya itu, semoga waktu di dunia bisa menjadi bekal buat kehidupan kelak. Kehidupan yang tidak hanya bisa diukur dengan materi. :D semoga sidang skripsinya lulus. Sukses selalu buat Hadi!! (makasih untuk acara bincang-bincangnya)
Listrik sudah mulai menyala, motor belum pulang dipinjam Yudi yang ingin numpang mandi ditempat Aji.
Orang baik ketiga:
Dan hari pun berganti. Siang ini aku ingin mencicipi mie ayam langgananku di lampu merah Jakal sana. Tapi nampaknya motorku kewalahan. Ban depannya kempes. Namun aku tetap paksakan. Di depan gang komplek ada tukang tambal.
“Berapa, pak?” tanyaku kepada bapak tua.
“Lima ratus saja”. Jawabnya ramah. Super ramah.
Aku menyodorkan uang 5000 karena serius, di sakuku tidak ada uang 500. Aku tidak membawanya.
“Wah tidak ada, mas…nanti aja kapan-kapan ke sini lagi” ucap dia masih ramah.
Layaknya orang bingung, aku tidak lantas menaiki motorku. Aku masih tidak enak meninggalkan utang di tempat yang baru aku kenal. Aku diperdaya rasa sungkan. Namun kebetulan ia jualan bensin juga.
“Isi bensin deh, pak 1 liter…” pintaku langsung membuka jok motorku. Kuberikan uang 10ribu (karena tau harganya 5000/liter):
“genapin aja pak jadi 6000 buat tambah anginnya…”
“Nyeeehh, ga usah, sini uang yang 5000 tadi. Udah yang tadi ga usah dibayar…” ucapnya sambil tersenyum. “udah ga usah..” lanjutnya.
Semoga si bapak dimudahkan rizkinya. Sungguh baik. Setidaknya ajian senyum ramahnya telah memperdayai para pelanggan...truly enchanted.
Dan terakhir, orang yang berusaha baik:
Kini aku sudah siap di salah satu meja mie ayam langgananku. Masih terlihat kosong. Belum ada pembeli yang lain hingga akhirnya masuklah sopir-sopir metromini memenuhi tempat ini. Pembeli selanjutnya adalah gadis-gadis jelita dengan pakaian seragam “Safari Kencana” yang bergerak di bidang travel, mungkin. Dari arah belakang mejaku, orang yang sedari tadi tak berhenti bercerita tentang peristiwa-peristiwa di jalan selama ia mencari tumpangan, mulai beraksi mendekati para gadis. Salah satu temannya di kursi meja dekat tempat 3 gadis duduk, ia usir.
Kacamata hitamnya dipasang. Rambut pirang lusuh disisir jari jemarinya. Dengan memakai jaket jeans, lengkap sudah membuatku tertawa geli. Sungguh kocak ia beraksi. Terkesan polos namun kampungan …ia mulai bertanya dari manakah si mba-mba tadi. Tak sedikitpun keluar jawaban dari para gadis. Sampai akhirnya si mba-mba meminta kecap untuk dibungkus (ternyata mie ayamnya dibungkus). Sedikit teriak bercampur kesal si pemuda berucap: “Khusus buat emba, bawa aja mba sama botolnya!”
Hahahaha….semoga orang yang berusaha baik ini mendapatkan kemudahan dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Terlebih dengan perempuan…
Jogja, 15 Juni 2011
polos
Aneh. Ngerjain tugas 1 paragraf, langsung balik lagi ke facebook. Baca lagi buku sumber, rebahan, balik lagi ke facebook. Seperti ada daya tarik tersendiri. Mungkin ini yang ingin disampaikan Peirce -ahli semiotik asal Amerika- semiotik menjalar melalui 3 tahapan, firstness, secondness, dan thirdness. Aku berada di tahapan kedua. Sebuah icon telah meracuniku tanpa alasan yang jelas dan aku telah keluar dari diriku sendiri. Okay....di sini aku tidak akan membicarakan tahap thirdness, yang sampai membicarakan meaning dari sebuah icon tersebut: mengapa aku bisa terpengaruhi? Tidak...cukup di tahap ke-2 dulu.
Hey!! sebenarnya dari kemarin aku ingin bercerita. Aku mendapati orang-orang baik. Ada 3 orang baik, dan 1 orang yang berusaha baik (aku yakin itu).
Orang baik pertama:
Tetanggaku asal Kebumen, yang dulu sempat membangunkanku tengah malam untuk mengerebek pasangan muda/mudi di kamar seberang. Kami memang tak begitu dekat. Akrab pun bisa dikatakan tidak. Aku tidak pernah masuk ke kamar kosannya. Berbeda dengan ngekos saat di Ciputat, hampir semua tetangga kenal, akrab dan boleh masuk ke kosannya satu sama lain, tanpa segan (untuk memupuk keakraban).
Di saat mati listrik, Adit (begitu ia disapa), menawarkanku obat nyamuk: "Mas Yoga bakar ini, deh. Obat nyamuk paling ampuh" sapa Adit saat aku lewat kosannya, mengeluarkan obat nyamuk baru keluaran HIT yang dibakar itu. "cuman 3 menit asapnya, setelah itu ngga berasap" tambahnya. "Wah makasih, Dit" ucapku senang. Sekali-kali jangan pernah melupakan ucapan terima kasih saat diberi sesuatu. Sekalipun barang yang dikasih sudah kita miliki. Aku punya pasokan HIT elektrik untuk 1 bulan ke depan. “sini, sini, biar Adit nyalain, Mas. Di kamarnya mas Yoga..” pintanya sambil menuju ke kosanku. kubuka pintu kamar, kusembunyikan langsung HIT elektrik-ku.
“sekarang banyak nyamuk, mas…” sambil membakar kertas bau aneh itu di dalam kamar. Lampu kamar masih mati dan Adit pulang. Aku pun duduk di luar, mencari udara segar, memandangi cahaya bulan.
Sekecil apapun bantuan, keluarkanlah penghargaan semaksimal mungkin. Semoga segala urusan Adit dimudahkan.
Orang baik kedua:
Di hari dan waktu yang sama, di saat aku duduk di depan kosan karena listrik mati, keluarlah Hadi.
Anak Belitung yang kerap aku bicarakan di status-status facebookku. Aku juga tidak akrab dengan Hadi. Padahal ini tetangga sebelah, kosannya bersebelahan denganku. Hanya lempar senyum yang menandakan tidak ada permusuhan di antara kita, hehe sebagai tetangga. Tapi malam ini,
“Tumben Di, mati listrik lama gini…” sapaku di tengah-tengah kegelapan memulai percakapan.
“Hehe iya, mas…” jawabnya singkat.
Ngobrol sebentar dengan tetangga kala menunggu listrik nyala adalah hal yang istimewa (kapan lagi silaturahmi dirajut). Teman satu kamarnya juga orang Belitung (satu jurusan)...hanya sekitar 20 menit berbicara dengannya. Yang aku tangkap hanyalah masalah 'waktu dan biaya', setiap urusan dilihat dari segi waktu dan biaya. Pulang pergi ke kampung dihitung ‘waktu dan biaya’ hmaklum anak pend. Ekonomi dan kampungnya memang jauh…hari Senin ini (20/05) katanya dia mau sidang skripsi.
Anehnya, kenapa orang Belitung suka dengan jurusan Ekonomi?? Seperti Andrea Hirata...(bisikku dalam hati dengan logat jowo)
Semoga waktunya di Jogja tidak merugikan biayanya, dan mungkin tidak hanya itu, semoga waktu di dunia bisa menjadi bekal buat kehidupan kelak. Kehidupan yang tidak hanya bisa diukur dengan materi. :D semoga sidang skripsinya lulus. Sukses selalu buat Hadi!! (makasih untuk acara bincang-bincangnya)
Listrik sudah mulai menyala, motor belum pulang dipinjam Yudi yang ingin numpang mandi ditempat Aji.
Orang baik ketiga:
Dan hari pun berganti. Siang ini aku ingin mencicipi mie ayam langgananku di lampu merah Jakal sana. Tapi nampaknya motorku kewalahan. Ban depannya kempes. Namun aku tetap paksakan. Di depan gang komplek ada tukang tambal.
“Berapa, pak?” tanyaku kepada bapak tua.
“Lima ratus saja”. Jawabnya ramah. Super ramah.
Aku menyodorkan uang 5000 karena serius, di sakuku tidak ada uang 500. Aku tidak membawanya.
“Wah tidak ada, mas…nanti aja kapan-kapan ke sini lagi” ucap dia masih ramah.
Layaknya orang bingung, aku tidak lantas menaiki motorku. Aku masih tidak enak meninggalkan utang di tempat yang baru aku kenal. Aku diperdaya rasa sungkan. Namun kebetulan ia jualan bensin juga.
“Isi bensin deh, pak 1 liter…” pintaku langsung membuka jok motorku. Kuberikan uang 10ribu (karena tau harganya 5000/liter):
“genapin aja pak jadi 6000 buat tambah anginnya…”
“Nyeeehh, ga usah, sini uang yang 5000 tadi. Udah yang tadi ga usah dibayar…” ucapnya sambil tersenyum. “udah ga usah..” lanjutnya.
Semoga si bapak dimudahkan rizkinya. Sungguh baik. Setidaknya ajian senyum ramahnya telah memperdayai para pelanggan...truly enchanted.
Dan terakhir, orang yang berusaha baik:
Kini aku sudah siap di salah satu meja mie ayam langgananku. Masih terlihat kosong. Belum ada pembeli yang lain hingga akhirnya masuklah sopir-sopir metromini memenuhi tempat ini. Pembeli selanjutnya adalah gadis-gadis jelita dengan pakaian seragam “Safari Kencana” yang bergerak di bidang travel, mungkin. Dari arah belakang mejaku, orang yang sedari tadi tak berhenti bercerita tentang peristiwa-peristiwa di jalan selama ia mencari tumpangan, mulai beraksi mendekati para gadis. Salah satu temannya di kursi meja dekat tempat 3 gadis duduk, ia usir.
Kacamata hitamnya dipasang. Rambut pirang lusuh disisir jari jemarinya. Dengan memakai jaket jeans, lengkap sudah membuatku tertawa geli. Sungguh kocak ia beraksi. Terkesan polos namun kampungan …ia mulai bertanya dari manakah si mba-mba tadi. Tak sedikitpun keluar jawaban dari para gadis. Sampai akhirnya si mba-mba meminta kecap untuk dibungkus (ternyata mie ayamnya dibungkus). Sedikit teriak bercampur kesal si pemuda berucap: “Khusus buat emba, bawa aja mba sama botolnya!”
Hahahaha….semoga orang yang berusaha baik ini mendapatkan kemudahan dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Terlebih dengan perempuan…
Jogja, 15 Juni 2011
polos
Blog Coretan Absurd
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
cerita apaan nih...? *_*
ReplyDelete