Posts

Salam dari Hujan [2]

segala sesuatu di dunia ini tidak terjadi sia-sia, semua berjalan pada garisnya sendiri, aman, tenang, cocok bagi mereka ataupun kita tak dapat dipungkiri, dengan catatan... tetap cermat memperhatikan pelajaran-Nya. Waktu itu, saya tak bisa berbuat apa-apa lagi. Saat di mana saya tidak mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan teman-teman di Jogja. Sementara itu, Ibu sedang "sibuk" menasihati saya—hahaha, maklumlah. Ini bukan pertama kalinya. Beliau sudah sangat hafal dengan kebiasaan saya: selalu lalai dalam banyak hal. S.E.L.A.L.U. Gagal mendapatkan tiket kereta karena terlambat mungkin sudah yang kelima kalinya. Selalu ada saja yang tertinggal, entah saat berangkat dari Jogja ke Garut, atau sebaliknya. Padahal, Ibu selalu berusaha membantu menyiapkan barang-barang saya dengan teliti. Tapi tetap saja, ada yang luput. Bagi saya, itu hal sepele. Tapi bagi beliau... hal sepele bisa mengubah dunia, mungkin. Oke, lupakan soal saya yang kembali diceramahi oleh sang Pem...

Al-Labay

Celakalah kedua bibir orang-orang lebay (1) yang dalam kata-katanya terdapat alay (2) yang selalu menganggap dirinya pandai, (3) padahal ucapanya tak lebih dari sekedar tokay (4) tokay yang hancur terinjak, tak bernilai (5) dan ingatlah...ketika tokay itu tidak terinjak, maka tetap, tidak akan bernilai (6)

Salam dari Hujan [1]

Mari kita buka catatan ini dengan bacaan basmalah... Ba’da Zuhur, saya dan adik saya, Cipto, bergegas menuju Stasiun Garut. Keputusan untuk pergi ke sana tentu bukan tanpa pertimbangan. Langit kota Garut tampak bingung. Sebelah timur masih berawan putih, tetapi arah yang akan kami tuju terlihat kelam. Saya tidak ragu, kami akan menembus hujan. Sip. Saya sudah siap. Sejak pagi, saya diliputi keraguan untuk berangkat ke Jogja. Entah mengapa. Namun akhirnya, saya bulatkan tekad: malam ini saya akan pergi. Alasan untuk tidak pergi sebenarnya cukup kuat. Saya tak sanggup menanggalkan janji: “Hari Senin esok, saya akan membawa sesuatu untuk kawan-kawan.” Namun, rencana sedikit berubah. Sesuatu itu tidak bisa saya bawa tepat waktu. Di sisi lain, saya sangat ingin menghadiri acara teman-teman bersama seorang dosen—acara yang saya yakin tidak akan terulang tahun depan. Saya berharap bisa hadir dalam kemeriahan itu. Dan saya yakin, hanya saya satu-satunya yang tidak bisa hadir ka...

Tak Akan Melangkah Lebih Jauh Lagi

Hati kita sering terbeli oleh orang yang berbuat baik kepada kita. Timbullah cinta—cinta yang membuat kita ringan berbuat, bahkan rela berkorban. Kita mencintai orang tua yang telah banyak memberi kebaikan. Kita pun mencintai siapa saja yang membuat kita merasakan nikmatnya kebaikan. Namun sesungguhnya, semua sumber kebaikan hanyalah dari Allah. Sedangkan makhluk hanyalah jalan nikmat yang Dia berikan kepada kita. Maka cinta sejati kita adalah cinta kepada sumber segala kebaikan, sumber kenikmatan dan kebahagiaan yang sampai kepada kita. Dialah... Allah. Sudah tiga hari belakangan ini, pikiran saya melanglang entah ke mana. Kadang saya mencoba menerka hampir setiap isi kepala orang. Saya memikirkan gagasan Elliot tentang antropologi, kepala Aarseth tentang video gim, Homerin tentang agama, pikiran teman-teman, orang tua, dia, dosen, dan semuanya. Tololnya saya! Seolah ingin menggeser peran malaikat Atid, saya sibuk mencatat semua amalan buruk dari setiap manusia. Dan lebih...

Kita

Saya pikir saya sudah cukup lama absen dari kegiatan tulis-menulis (KTM) atau karang-mengarang (KKM)—atau apalah istilahnya. Ternyata belum terlalu lama juga. Terakhir saya memublikasikan catatan Let It Be pada 3 Oktober. Hmmm... sebenarnya sejak tanggal itu, banyak sekali cerita yang aneh, menarik, mengiris hati, mengkhawatirkan, dan masih banyak lagi lukisan kehidupan karya anak cucu Adam. Mungkin saya ceritakan kilasannya saja. Cerita pertama tentang tetangga saya. Masih segar dalam ingatan, tetangga sebelah—kira-kira terhalang lima rumah kos—barang-barangnya dikeluarkan oleh ibu kos. (Bukan ibu kos saya, kebetulan masih satu kompleks tapi beda pengurus.) Alasannya cukup klasik: telat bayar. Konsekuensinya, seluruh perabotan rumah dikeluarkan. Oke, saya tidak akan membahas lebih jauh soal ini, meskipun saya tahu cukup banyak detailnya. Yang perlu digarisbawahi adalah: setiap kejadian di muka bumi ini terjadi atas dasar hukum kausalitas. Ada sebab, ada akibat. Cerita kedua te...

Sakit apa, Dok?

Saya tidak tahu harus mulai dari mana... Di dunia yang keruh ini, ada beberapa hal yang membuat saya takut. Takut di sini tentu bukan dalam arti takut kepada-Nya. Lebih kepada perasaan tidak sanggup bertemu atau khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan saat bertemu. Rasa takut ini bisa disebabkan oleh trauma, imajinasi sendiri, atau mungkin dari gosip yang beredar. Takut yang biasa—seperti takut kesetrum atau takut ular. Hal sederhana yang membuat saya takut adalah hewan amfibi yang menurut saya sangat kurang menarik secara fisik: kodok. Dalam bahasa Sunda disebut bangkong korodok. Saya tidak akan berbicara panjang tentang binatang yang pernah dijadikan bencana pada masa Firaun (QS. Al-A’raf: 133), saat hampir seluruh kerajaan dipenuhi oleh makhluk melompat ini. Saya tidak tahu pasti mengapa saya begitu takut pada hewan yang satu ini. Hal lain yang membuat saya takut adalah mereka yang tidak jelas identitas gendernya—apakah laki-laki atau perempuan. Untuk yang satu ini...

Menangkis "Bola" Nyasar

Tempo hari, saat saya memasuki kawasan Golf Ngamplang di kota kelahiran saya, Garut—tentunya bukan untuk bermain golf—saya sempat dibuat cemas oleh beberapa plang peringatan yang dipasang di sejumlah titik. Hari itu, saya menemani seorang teman yang ingin mengobati rasa penasarannya berfoto-foto di sekitar lapangan golf. Maklum, kamera barunya masih ingin “unjuk gigi” di tempat yang belum pernah dijelajahi. Bagi kami, lapangan golf adalah sesuatu yang asing sekaligus istimewa. Hamparan rumput hijau yang luas, kontur tanah yang bergelombang, dan udara sejuk pegunungan menciptakan suasana yang tenang namun tetap menyimpan ketegangan. Namun, di balik ketakjuban itu, saya dihantui rasa waswas oleh plang bertuliskan: “Awas Bola Nyasar.” Sepanjang pengambilan foto, mata saya terus siaga, berjaga-jaga kalau-kalau ada bola putih yang tiba-tiba “mencium” kepala kami. Apalagi, kata teman saya, bukan rumah sakit yang akan dituju jika bola seukuran buah sawo itu jatuh dengan kecepatan penuh, m...