Posts

The Sidewalker

Image
  Minggu Pagi di Jantung Kota Minggu pagi, saya berjalan kaki menyusuri jalan yang ramai pengguna. Jalur itu terbentang antara Kerkhoff dan Pengkolan, terpisah oleh satu jembatan beton yang mulai usang. Ratusan toko berjejer, menanti transaksi. Penjual bunga lebih dulu tersenyum laris—hiasan bunganya dibeli dua santriwati cantik, dibingkai dalam vandel kenang-kenangan untuk perlombaan sekolah se-Garut. Saya memperhatikannya sekilas, samar. Hari libur, tapi santriwati itu tetap bersekolah. Mereka memang libur setiap Kamis. Lupakan tentang bunga dan santriwati cantik. Di depan saya, ada penjual burung. Wajahnya masih murung, belum terlihat senyum. Anis, Murai Batu—burung-burung mahal. Kandangnya yang ringan disemprot pelan, seolah menyambut matahari. Tak jauh, penjual CD bajakan menggelar dagangan: VCD, DVD, MP3 di emperan. Menunggu siang sambil merokok dan mengopi. Lagu “Oplosan” diputar keras-keras, bikin pusing. Pedagang di sampingnya menjual tutut. Mulutnya menju...

Pre-Wedding

 Turaes kampung berbunyi sangat nyaring. Biasanya hinggap di batang pohon kelapa, menggetarkan pagi yang masih malas membuka mata. Musim kemarau sudah tiba. Saat Minggu Dhuha, saya berangkat ke Selatan. Sepatu baru Cibaduyut berputar bergaya di depan cermin. Jas blazer biru hadiah dari Ibu saya kenakan. Dasi belang biru milik Bapak ternyata cocok dengan blazer pemberian Ibu. “Saya ganteng pagi itu,” kata Ibu, mantan pacar Bapak. “Bahkan seperti mau lamaran,” kata mamanya Fadil sambil menyipitkan mata. Demi kebaikan saya dan si Jalu, saya tidak membawa laptop. Tidak saja demi efisiensi, tapi juga demi keselamatan. Memang, ke mana-mana si Jalu selalu bersama saya. Teringat memori indah saat itu, di tikungan setelah Kadungora. Jalu berpesan kepada saya lewat deru mesinnya: jangan melawan Wanaraja. Bus jurusan Garut–Jakarta melintas. “Wanara berarti monyet, dan raja berarti king,” ungkap salah satu mahasiswa Sunda jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Saya pun menurutinya. Saya menuruti J...

Pameran

Selamat Datang di ruang pertunjukan Galeri Sudarisman . Ruang ini dirancang sebagai arsip terbuka bagi karya-karya reflektif, eksperimental, dan kadang tak terduga—dari para pecinta seni, media digital, dan narasi absurd yang jujur. Siapa pun Anda, jika memiliki karya yang ingin dibagikan, isi formulir ini dan mari kita tampilkan bersama. Gratis. Galeri Sudarisman membuka kurasi terbuka untuk pameran digital. Kirimkan karya Anda—baik fiksi, audio-visual, media ajar, atau catatan absurd—untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari arsip kolektif.

E.P.K.

  Beberapa waktu kemarin, saya sempat 'blokir' tayangan TV lokal di rumah. Saya pikir orang rumah tidak membutuhkan tayangan-tayangan itu. Jujur saja, saya lebih senang melihat channel asing suguhan negara maju yang menghadirkan acara-acara hiburan ketimbang program televisi yang disiarkan di negara berkembang yang kebanyakan mengandung racun. Menurut saya. Masuk di akal ketika negara maju banyak menghadirkan acara-acara hiburan, karena sebagian besar warganya sudah sibuk dengan apa yang saya sebut puncak-kebosanan. Bayangkan saja, orang yang sudah mendapatkan ini dan itu atau hidup di lingkungan yang saling memenuhi, atau sudah mengerti dengan semua tujuan acara di televisi dan dapat memilih tayangan sesuai 'kesehatannya', tentu akan bosan dengan ragam acara motivasi bertajuk "menggapai kesuksesan" atau reality show "gebrak meja, walk-out di sidang dan teriak-teriak membuka aib teman sekantornya".

Click n Share

Teringat masa lalu, saat saya terpanggil untuk mengucapkan subhanallah hanya karena melihat gambar tomat berlafazkan Allah. Lalu kembali terpanggil untuk mengucapkannya karena melihat gambar pohon yang menyerupai orang rukuk. Tak berhenti di situ, kali ini tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mengucapkan subhanallah , karena sekarang ada gambar telinga bayi berlafazkan Allah. Benar-benar dahsyat gambar-gambar di internet itu. Subhanallah. Aah, tapi itu masa lalu. Masa di mana untuk pergi ke warnet belum tentu satu minggu sekali—karena harus ada uang, harus ada keperluan, dan tak jarang batal gara-gara penuh antrean. Konon, pergi ke warnet tidak jauh berbeda dosanya dengan pergi ke diskotek, atau mungkin sama berdosanya dengan mabuk-mabukan. Lagi-lagi, itu masa lalu. Dan tidak keliru. Orang Yunani dulu juga tidak malu sering berbahasa mitos, sampai akhirnya peradaban mereka dicatat sebagai peradaban nomor satu di Eropa. Eropa, kiblat ilmu pengetahuan dunia itu, lho. Intinya, tidak ...

Catatan Syariah

Kalau dalam dunia seni, gerakan melawan sesuatu yang konvensional disebut gerakan absurd. Gerakan yang keluar dari arus utama, atau yang oleh anak muda sekarang sering disebut anti-mainstream. Gerakan ini lahir setelah Perang Dunia II. Jika ada karya konvensional seperti realis, jurnalis, ekspresionis, transendental, dan sebagainya, maka ada pula karya absurd—karya yang keluar dari aturan konvensional. Sederhananya seperti itu. Artinya, kalau karya absurd dianggap tidak berseni, justru di situlah letak seninya. Kalau tidak dimengerti, itulah maksudnya. Itulah seni absurd. Dan jelas, itu tidak merusak seni itu sendiri. Ada produk sandal beda warna, busana lengan panjang sebelah, atau headset wireless hanya untuk satu kuping—semuanya sah-sah saja. Toh nanti akan bermuara pada tingkat “dimaafkan” atau “dimaklumi”, bahan dasar dari konvensi. Satu orang memakai sandal beda warna akan dimaklumi, mungkin karena akalnya miring. Tapi jika satu kampung, satu provinsi, satu saluran te...

Daily Tale

Ada banyak cerita hari ini. Tidak hanya hari ini—esok, kemarin, dan seterusnya. Semua bangsa manusia punya cerita yang menurutnya seru. Ada yang seharian tak habis-habis bercerita tentang mobil ngebutnya di jalan tol yang hampir menabrak kerbau. Setiap pengendara harus tahu cerita itu, dan harus melihat tangannya meliuk-liuk memperagakan mobilnya yang ngepot. Ada yang bercerita tentang kerasnya merantau dan manisnya hasil rantauan belasan tahun lalu. Anak-anaknya, atau orang yang lebih muda darinya, harus mabuk kepayang menamatkan kisah panjang tentang perjuangan di tanah orang. Ada yang bercerita tentang kisah kasihnya mendulang rezeki—karena dirinya dan pasangannya berjodoh di mata siapa pun. Sampai senja, ceritanya tak pernah padam; diwariskan kepada anak cucu, lengkap dengan foto pernikahan yang sudah menguning. Ada juga yang menggebu-gebu bercerita tentang tangannya yang berkuasa. Disebutnya satu per satu kebijakan baiknya kepada orang yang melewatkannya. Dicetak dalam buku, dibin...