Ketika Kebal Dicubit
Ketika Kebal Dicubit
Sore-sore seperti ini aku memandangi langit
Benarkah di atas langit masih ada langit?
Kalau benar, mengapa ada orang yang kebal dicubit?
Beberapa menit kemudian utusan langit datang menghampiri:
Wahai kamu yang sedang menatap cakrawala,
Hentikan tatapmu. Pecahkah gelayut pikirmu
Siang-siang kemarin aku memandangi satu gedung
Benarkah pencakar langit sebetulnya pencakar semu?
Buktinya, masih ada orang yang kebal dicubit
Beberapa menit kemudian orang tersebut muncul di mimpi:
Wahai kamu yang sedang mensucikan diri
Hentikan pejammu. Pecahkan gelayut pikirmu
Masih di bawah langit yang sama pagi-pagi kemarin
Benarkah orang tersebut tidak tahu di atas langit ada langit?
Benarkah ia tidak tahu bahwa dicubit harusnya terasa sakit?
Ia tidak tahu bahwa satu-satunya indera peraba adalah kulit?
Sedih bahwa ancaman paling ngeri di luar langit justru tentang kulit
Kulit hangus, ganti baru, hangus, ganti lagi, hangus, semakin pahit [Q.S. 4: 56]
Tuhanmu maha Penyayang, itu baru ancaman
Kulit wakil organ sensitif segala nyeri
Terasa sakit saat dicubit pertanda sehat
Tuhanmu mengancam, belum menyiksa, bisa jadi, bisa berubah
Tergantung kamu bertingkah pada Tuhannya langit
di atas langit masih ada langit, cobalah peka.
Garut, 26 Maret 2015
puisi
0 comments:
Post a Comment